"Mulai nanti malam Gisel akan tinggal bersama kita." Terdengar Juan berkata. "Semuanya sudah disiapkan. Gisel akan pindah ke sekolah yang baru."
Saat ini mereka tengah sarapan. Indira meletakkan sendoknya di piring. "Viona bagaimana?" Mantan istri Juan tersebut adalah wanita ular. Indira tidak tahu kenapa ayah Juan menjodohkan putranya sendiri dengan wanita seperti itu.
"Semua yang diinginkannya sudah diadapatkan! Tidak ada lagi urusannya dengan dia, Viona tahu untuk tidak mengangguku lagi."
Indira mengangguk. "Jam berapa kamu menjemput Gisel?"
"Mungkin jam enam." Juan menatap Indira. ''Mulai sekarang tidak perlu menyangkal hubungan kita. Bila ada orang yang bertanya, katakan saja yang sebenarnya."
"Maksudmu kita yang tidur bersama?" Indira pura-pura polos hingga mendapat pelototan dari Juan. ''Jadi hubungan kita yang mana?" tanya Indira lagi. Tatapan Juan bahkan lebih tajam lagi. "Baiklah. Baiklah," akhirnya Indira tersenyum, senang melihat ekspresi Juan yang lain, bukan hanya wajah kakunya itu saja. "Aku kekasihmu. Kamu kekasihku. Kita pacaran."
Juan mendengus, kemudian kembali memakan sarapannya. Indira tertawa kecil memperhatikannya. Juan belum mandi, masih telanjang dada dan hanya memakai bokser hitam, rambut pria itu bahkan berantakan, namun Juan tetap tampan.
"Kamu senang sekarang?" Juan menaikkan pandangan ke Indira yang masih tersenyum kecil.
"Memangnya kapan aku nggak senang?"
"Semalam. Kamu merajuk sampai berbohong. Akibat kebohonganmu kamu sendiri yang sengsara."
Indira cemberut. "Aku sudah bilang aku kesal."
"Padahal semua karena ulahmu."
Indira berang melihat Juan yang bertingkah sesuka hatinya, begitu tak berperasaan dan dingin. "Aku takut kamu marah kalau aku mengakui hubungan kita," tukas Indira.
"Aku marah? Kenapa aku harus marah? Aku menyukaimu, kamu tinggal serumah denganku, Dira. Suatu saat pasti akan ada juga yang tahu tentang kita karena..." Juan membiarkan kalimatnya menggantung. Indira menunggu, tapi sepertinya Juan belum ingin melanjutkannya.
"Karena apa, Juan?" Indira tidak sabar.
"Karena aku tidak berniat melepasmu."
Indira memerah, dadanya dipenuhi kupu-kupu karena bahagia. Rasanya ia ingin menari mendengar kata-kata Juan. Juan tidak ingin melepasnya. Juan menyukainya. Mungkin juga Juan menyayanginya. Indira tahu itu, Juan pasti peduli padanya. Walau terkadang cuek dan dingin, Juan selalu baik padanya. Juan sering menanyakan apa yang diinginkan Indira, pria itu perhatian padanya.
Pernah satu kali, tiga bulan setelah mereka bertemu, Indira sakit. Indira mengalami demam di tengah malam, saat itu ia sudah berpikir akan berakhir di rumah sakit. Tapi Juan merawatnya, sangat sabar mengompres keningnya hingga perlahan demamnya turun. Juan selalu terbangun untuk memberikannya minum, pagi harinya Indira merasa lebih baik. Sejak saat itu Indira jadi lebih mengenal Juan, sedikit.
Indira tersenyum lebar, menatap kekasihnya itu dengan pandangan mabuk kepayang. Kupu-kupu di dadanya bertambah banyak, namun tiba-tiba menguap ketika Juan menghancurkannya sekita dengan berkata.
''Setidaknya untuk sekarang."
Bahu Indira merosot, dia jadi tidak selera makan. Didorongnya kursinya ke belakang, berdiri kemudian membawa piringnya ke bak cuci piring. Di sana Indira merengut dan memaki Juan dalam hati.
Rupanya Juan sengaja mengatakannya untuk membuat Indira kesal. Setelah wanita itu pergi Juan tersenyum tipis, ia membalikkan kepala, melihat punggung tegang Indira yang sedang mencuci piring. Juan menggelengkan kepala. Juan berdiri, menghampiri Indira dengan langkah pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira (Playstore)
RomanceNote: akan dihapus satu munggu setelah tamat, jadi sebaiknya kamu baca sekarang. Jangan bilang aku belum ingatin ya... ______________________ Novel dewasa Setelah ayahnya meninggal, Indira menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk adik...