Indira menutup pintu di belakangnya, aroma makanan langsung tercium ketika ia semakin masuk ke dalam. Juan sedang membuka bungkusan di dapur mini yang ada di ruangan itu.
"Baunya enak," katanya seraya menghampiri Juan.
Juan hanya memakai celana bokser tanpa atasan. Indiri berusaha menepikan pikiran mesumnya melihat pemandangan tubuh kokoh tersebut. Ia meletakkan tasnya asal di tengah perjalanan menuju Juan.
"Masakan cina," ujar Juan, berbalik sekilas kemudian kembali mengeluarkan makanan yang dibelinya itu. "Kamu sudah makan malam?"
Indiri berniat untuk berbohong lagi untuk hal yang sama namun urung. "Belum. Apakah aku bisa mendapat sedikit?"
"Aku membeli lebih, aku tahu kamu pasti belum makan malam. Badanmu memang tidak kurus, tapi bukan berarti kamu bisa tidak teratur makan."
Indira meringis. 'Badanmu tidak kurus' yang dikatakan Juan adalah indikasi untuk mengatakannya gemuk. Indira menurunkan pandangan ke tubuhnya, meringis lagi ketika apa yang dikatakan Juan memang benar. Tapi gemuk? Ia kurang setuju dengan pelukisan itu. Tubuhnya tidak gemuk tapi berisi.
"Kamu tidak gemuk," suara Juan menghentikan Indira menilai ukuran bokongnya. "Aku suka tubuhmu seperti itu. Jangan pernah berani menurunkan berat badanmu."
"Ini badanku, suka-sukaku ingin melakukan apa." Indira ingin sekali menyuarakan protesannya, tapi tidak berani. Alih-alih dia hanya mengangguk.
"Aku akan menunggumu selesai mandi," Juan telah selesai menata semua makanan di atas meja bahkan pria itu menuang anggur. "Kita makan bersama."
"Aku nggak keberatan makan dulu baru mandi," Indira memberi Juan senyuman manisnya tapi tampaknya tidak berhasil karena kemudian pria itu berkata.
"Tapi aku keberatan."
"Aku nggak bau kok, serius. Kalau kamu nggak percaya," ia berjalan semakin dekat ke Juan hingga tinggal sedikit jarak di antara mereka. "Kamu bisa cium sendiri."
Indira terkejut ketika tiba-tiba tangan Juan memeluk pinggangnya, pria itu menarik Indira melekat padanya. Napasnya menjadi tidak teratur saat Juan menunduk, bibir pria itu hampir menyentuh bibirnya.
"Kamu memang tidak bau," ucap Juan di bibir Indira. ''Bahkan beraroma nikmat.'' Katanya menambahkan. "Tapi akan lebih segar kalau kamu mandi dulu baru makan."
"Ba...baiklah," Indira tergagap. "Sepuluh menit. Beri aku waktu sepuluh menit."
Juan mengecup singkat bibir Indira kemudian memutar bahunya. Ia mukul bokong perempuan itu sebelum berkata, "sepuluh menit. Cepatlah, aku kelaparan."
Indira dengan patuh masuk ke kamar mandi. Sepuluh menit lebih sedikit ia keluar dari sana. Ia mengambil asal gaun tidurnya yang sudah ada di dalam lemari dua pintu yang disediakan pihak hotel. Di lemari itu ia berbagi tempat dengan Juan. Satu pintu untuknya dan satu pintu lagi untuk Juan. Gaun satin hijau botol dengan tali satu. Merasa terlalu terbuka, Indira melapisi gaun tidur seksi itu dengan jubah berwarna senada. Karena rambutnya tidak basah, Indira menggulung saja rambutnya. Setelah itu ia pergi menemui Juan.
"Sekretarisku bilang kamu sudah memilih rumah," Juan berkata setelah menelan makanan di mulutnya. "Kenapa bukan rumah bercat coklat tua itu yang kamu pilih?"
Juan dan Indira duduk bersebelahan. Juan tidak membiarkannya duduk di seberang. Indira tidak mengerti dengan sikap konyol itu. Biasanya pasangan lebih suka duduk berhadap-hadapan supaya bisa saling memandang. Indira tidak suka berdebat karena sudah tahu hasilnya. Juan selalu tidak bisa dibantah.
"Rumah yang itu terlalu besar kalau untuk dihuni dua orang, Juan. Yang aku pilih lebih sederhana, tapi nyaman. Aku suka."
"Bukan karena harganya?" tanya Juan sambil menatap Indira penuh selidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira (Playstore)
RomanceNote: akan dihapus satu munggu setelah tamat, jadi sebaiknya kamu baca sekarang. Jangan bilang aku belum ingatin ya... ______________________ Novel dewasa Setelah ayahnya meninggal, Indira menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk adik...