Juan dan Indira dibangunkan suara telepon yang berdering, itu telepon Juan. Sambil menggerutu pelan Juan meraih ponselnya yang bergetar. Saat itu pukul sebelas malam, siapa pun yang mengganggu tidurnya barusan harus punya alasan bagus hingga tak bisa menunggu sampai besok.
"Siapa?" Indira yang ikut terbangun melirik Juan, dinyalakannya lampu tidur yang ada di sampingnya.
"Aku tidak tahu," ujar Juan. Ia melihat kontak yang tertera di layar ponselnya. "Ibu Viona." Juan menggeser tombol hijau di sana. "Halo."
"Gisel menangis terus minta pulang, kamu datang jemput dia ya, Juan. Dia nggak mau diam, Viona sudah ikut membujuknya tapi dia nggak mau berhenti menangis." terdengar suara buru-buru dari seberang sana.
Juan memijit keningnya. "Aku akan segera berangkat." Ia mematikan ponselnya, berbalik memandang Indira. "Gisel."
"Kenapa Gisel, Juan?" Indira cepat-cepat duduk, jantungnya berdebar cepat. Sore tadi ibu Viona datang, meminta agar malam ini Gisel menginap di rumahnya bersama Viona. Indira ingin mengatakan tidak, tapi ia tak punya hak sedangkan Juan sendiri mengijinkan. Juan membiarkan Gisel dibawa karena masih menghormati ibu Viona sebagai mantan mertuanya, bagaimanapun wanita itu adalah nenek Gisel. Tapi Indira tetap merasa resah ketika Gisel dibawa pergi. Sebenarnya Gisel sedikit keberatan waktu ibu Viona mengajaknya, namun anak itu takut menolak. Gisel mengajak Indira, tapi Indira tidak bisa ikut. Viona dan ibunya hanya menginginkan Gisel bukan orang lain.
"Kita harus menjemputnya," Juan menyibak selimut. "Dia menangis ingin pulang. Entah kenapa tadi aku membiarkannya membawa Gisel, tidak ada di antara mereka yang bisa membujuknya. Dari dulu kalau Gisel menangis Viona mana perduli, aku bisa membayangkan apa yang terjadi sekarang. Gisel pasti sesenggukan dan mereka membiarkannya."
"Ya, Tuhan," Indira semakin khawatir. Selama bersamanya Gisel tidak pernah menangis, merajuk mungkin. Andai pun anak itu menangis ia takkan membiarkannya sampai sesenggukan. "Kita harus cepat, Juan."
Juan hanya menarik kaos dari lemari. Indira memakai jaket dengan cepat. Ia berlari keluar kamar, diambilnya jaket Gisel, untuk berjaga-jaga saja. Juan menghampirinya di ruang tamu.
"Apa itu?"
''Jaket Gisel, sekarang sudah larut, di luar dingin. Kita memang naik mobil tapi anak-anak rentan masuk angin."
Juan tersenyum lembut padanya, menarik kepala Indira dan mengecup keningnya. "Aku nggak salah memilihmu," kata Juan, sekali lagi mengecup keningnya. "Ayo." Juan membukakan pintu untuk Indira lalu mereka keluar dari perumahan tersebut.
Sesampainya mereka di rumah Ibu Viona, Viona keluar. Mungkin suara mobilnya terdengar sampai ke dalam. Viona tak repot menutupi pakaiannya yang nyaris tak menutupi apapun, ia melenggang santai ke arah mereka. Indira tersengat cubitan rasa cemburu membayangkan Juan dan Viona pernah bersama. Tapi cepat-cepat ia menghilangkan bayangan tersebut. Viona adalah masa lalu Juan.
Tatapan Viona menilai Indira dari atas ke bawah kemudian kembali ke atas. Setelah menyunggingkan senyum manisnya yang palsu, ia melirik Juan. Tatapannya berbinar seperti melihat hadiah natal, Indira tidak menyukai tatapan itu.
"Mana Gisel?" tanya Juan langsung. Sedikitpun Gisel tidak memiliki kemiripan dengan Juan---karena gadis kecil itu memang bukan darah dagingnya---tapi siapapun yang melihat perlakuan Juan pada Gisel, tak ada yang meragukan kasih sayangnya pada Gisel. Dan sekarang Juan sedang menahan amarah. Viona membawa Gisel, seharusnya dia bisa menjaganya, kalau tidak, langsung membawanya pulang saja. Bukannya menelepon saat sudah tengah malam begini. Hanya Tuhan yang tahu sudah berapa lama Gisel menangis.
"Dia di---" kalimat Viona dipotong oleh suara tangisan Gisel.
Anak itu berlari keluar dari rumah sambil menangis. Indira hampir meratap melihat betapa berantakannya gadis kecilnya itu. Gisel berlari sembari merentangkan tangan, bahkan dia masih mengenakan pakaiannya yang tadi sore padahal Indira sudah menyiapkan baju gantinya di tas kecil yang diberikannya pada ibu Viona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira (Playstore)
RomanceNote: akan dihapus satu munggu setelah tamat, jadi sebaiknya kamu baca sekarang. Jangan bilang aku belum ingatin ya... ______________________ Novel dewasa Setelah ayahnya meninggal, Indira menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk adik...