Indira tidak keluar dari kamar hingga lewat tengah hari, saat itu Juan ternyata kembali pergi ke kantor. Sarapan yang dibawa Juan tadi sudah tandas berikut jus jambu satu gelas besar yang ada di sana. Perut Indira kenyang dan rasa kesalnya pada Juan sedikit berkurang.
Indira sudah mandi dan berganti pakaian santai, kemudian dia menghubungiLia, mengatakan bahwa ia tidak masuk kerja. Lia bertanya kenapa, Indira hanya mengatakan dirinya tidak enak badan. Sambungan itu berakhir setelah Lia mengucapkan semoga lekas sembuh dan Indira membalasnya dengan ucapan terimakasih.
Awalnya Indira senang tidak masuk kerja satu hari, jadi ia bisa istirahat pasalnya belum pernah ia libur sejak bekerja di perusahaan Juan. Namun ketika satu jam berlalu, kemudian beberapa jam lagi, Indira jadi bosan, ia hanya berbaring di ranjang ataupun menonton TV.
Indira rupanya bukan wanita yang biasa bersantai. Karena sejak kecil ia selalu hidup susah, Indira terbiasa memiliki kegiatan untuk dikerjakannya.
Bingung harus melakukan apa, Indira kembali ke kamar. Ia memutuskan untuk merapikannya saja. Indira membuka lemari pakaian Juan, merapikan pakaian tersebut satu-persatu---walaupun sebenarnya tidak perlu karena lipatan pakaian itu masih rapi, Juan bukan pria yang berantakan. Namun Indira tidak peduli, bila diam tanpa melakukan apapun ia bisa gila.
Setelah membongkar dan menyusun kembali pakaian Juan, Indira beralih ke dasi dan sepatu Juan, semuanya dirapikan Indira dengan senang hati. Mengaturnya agar Juan lebih mudah memilih jam tangan mana yang akan dipakainya.
Indira berdiri, memperhatikan hasil pekerjaannya. Rapi dan memuaskan. Juan memiliki barang-barang berkualitas. Pakaiannya tidak terlalu banyak tapi semuanya berharga mahal, begitupun dengan dasi, sepatu dan jam tangannya.
Tiga bulan yang lalu Juan ulang tahun. Indira saat itu bingung akan memberi hadiah apa padanya. Indira berniat membelikan Juan jam tangan. Sebelum pergi ke toko, ia meneliti dan memperhatikan merk jam tangan Juan yang ada di lemari. Indira terkejut ketika tahu berapa harganya. Dengan meringis dan tersenyum lemah ia permisi ke penjaga toko dan keluar dari toko tersebut. Indira tidak punya uang membeli jam tangan yang sesuai untuk Juan.
Pada akhirnya ia membelikan kaos kaki. Lima pasang sekaligus. Harganya memang tidak terlalu mahal namun nyaman ketika dipakai. Juan senang akan hadiahnya, sekarang Juan selalu memakai kaos kaki yang dibelikannya itu.
Indira tersenyum mengingat saat ia memberikan hadiah itu. Juan tampak terkejut menerimanya, pria itu tidak mengira Indira akan memberinya hadiah. Juan sendiri tidak peduli pada ulang tahunnya. Juan memeluk Indira, menciumnya, dan mengatakan rasa senangnya. Juan bilang kalau ia akan terus memakai kaos kaki itu, sampai rusak dan tak bisa dipakai lagi. Indira tertawa lalu membalas pelukan Juan.
Ada kalanya Juan bersifat manis hingga membuat Indira melayang dengan perasaan senang yang tak terkira. Namun tak jarang Juan bersikap menyebalkan, layaknya bajingan yang membuat siapapun hilang kesabaran.
Ketukan pelan di pintu memutus hayalan Indira tentang Juan dan sikapnya yang berubah-ubah.
''Siapa?" tanya Indira, menutup lemari di depannya.
"Gisel, Tante."
Indira menolehkan kepala ke pintu. "Masuk saja, Sayang. Pintunya nggak dikunci kok."
"Nggak bisa," Gisel merengek. "Tangan Gisel nggak nyampe."
Indira tertawa kemudian berjalan ke pintu. Gisel yang masih mengenakan seragam sekolah menengadah kepadanya. "Mana mba Dewi?" Dewi adalah pengasuh Gisel.
"Nyimpan tas sama sepatu Gisel. Gisel udah bilang kok kalau mau ke kamar Tante."
"Kok Gisel tahu tante nggak kerja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira (Playstore)
RomanceNote: akan dihapus satu munggu setelah tamat, jadi sebaiknya kamu baca sekarang. Jangan bilang aku belum ingatin ya... ______________________ Novel dewasa Setelah ayahnya meninggal, Indira menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk adik...