#1 __ Daddy?

10.2K 227 9
                                    

Me...

Namaku Baby! Kadang aku berpikir, nama itu diberikan agar Mommy bisa menganggapku bayi selamanya. Buktinya, sampai sekarang umurku 16 tahun, aku kelas 12IPA, ke sekolah masih suka dibawain bekal, harus minum susu setiap hari. Dan parahnya lagi..., aku nggak boleh pacaran sebelum 17 tahun! 17 Mom? Oh, okelah!

Senang sih, punya Mommy single parent tapi bisa memenuhi semua kebutuhanku. Dan aku bangga padanya. Dia sangat pintar dan lembut. Kata Pak Handoko Mommy itu mirip banget sama Ola Ramlan. Parahnya lagi banyak temanku yang setuju dengan Pak Handoko, ngng..., ya termasuk aku, sih! Terkadang aku iri, habis..., kemana pun aku pergi dengan atau tanpa Mom, orang selalu memujinya dibanding aku. Biar bagaimanapun aku sangat menyayangi dan menghormatinya. Terlebih lagi setelah menyadari hanya ada Mom dan aku.

Sampai detik ini aku belum tahu alasan Mom merahasiakan tentang Dad, itu menjadi misteri besar dalam hidupku. Tentu saja karena akhirnya aku mengerti semua orang punya Daddy. Semua teman si TK-ku dulu selalu membanggakan Daddy-nya yang membawanya ke toko mainan dan bebas memilih mainan yang akan dibeli. Lalu aku? Kenapa aku hanya punya Mommy? "Where's my Dad?" itu pertanyaan yang selalu aku ucapkan saat kecil. Bahkan saat libur panjang tahun ini, semua sahabatku membawa keluarganya ke Bali lengkap dengan kedua orangtuanya. Orangtua sahabatku Rasya ada di Bali, jadi kami sekalian berkunjung. Terus terang aku sangat keki melihat kedekatan Rasya dan Ayahnya saat itu. Mereka seperti teman, saking akrabnya.

Semakin bertambah umurku, semakin aku ingin tahu siapa dan di mana Daddy? "hoaaammm...!" memikirkan ini membuatku mengantuk. Ini malam pertamaku tanpa Mom. Ia sedang meeting di Bandung. Belakangan ini Mom lebih sibuk. Jadi malam ini harus aku lewati sendiri. Kututup buku Teori kimia yang kubaca dengan tidak serius, lalu naik tempat tidur. Mommy akan marah kalau tahu aku tak lakukan ritual cuci kaki dan lainnya sebelum tidur. Oh tidak! Sebenarnya untuk dikatakan marah, Mom lebih tepat tidak pernah marah padaku tentu saja.

"Kalau tidur dalam keadaan kotor, dan nggak baca do'a nanti mimpinya buruk, loh!" itu kata Mom saat aku kecil. Dan sekarang aku SMA apa masih percaya. "Sorry Mom, aku udah ngantuk banget," kataku terpejam.

"... I love you Daddy... You are my hero... I love you Daddy oh Daddy... You are my super star...," Kian bernyanyi di atas panggung di hadapan para orangtua.

Selanjutnya Shakira bernyanyi lagu Umi. Semua anak bernyanyi satu persatu untuk orangtuanya. Sekarang giliranku, Mommy memberiku semangat. "Kubuka album biru... penuh debu dan usang... kupandangi semua gambar diri putih mungil belum ternoda... kata mereka diriku selalu dimanja... kata mereka diriku selalu ditimang..." aku menangis tersedu tak dapat meneruskan. Mom segera naik ke panggung memelukku, "it's oke Baby." Mom memintaku meneruskan, aku tak bisa. "Where's my Dad...?" aku terus mengulang pertanyaan itu di hadapan semua orangtua. Mom segera menggendongku. Tak menjawab pertanyaanku hanya memeluk dengan erat. Kemudian berkata sesuatu pada guruku sebelum turun panggung.

Aku terus saja menangis hingga kami pulang. "Semua punya Daddy, kenapa aku enggak...? Why Mom?"

"Semua punya termasuk kamu, sayang. Tapi Daddy nggak bisa bersama kita. Kian bernyanyi untuk Daddy-nya karena dia nggak punya Mami lagi."

"Karena Maminya meninggal saat melahirkannya. Aku tahu. Aku nggak mungkin punya alasan yang sama, Mom. Kenapa aku bahkan nggak tahu tentang Daddy?"

"Ada saatnya kamu tahu, saat kamu lebih mengerti dan lebih kuat untuk tahu." Mom memelukku sangat erat.

"Hhhaaaah...!!!" aku melepaskan napas seperti habis menyelam. Ternyata aku bermimpi. Aku duduk bersandar, mengeja mimpi tadi. Itu kejadian saat aku masih TK. Untuk merayakan hari Ibu, semua murid bernyanyi untuk Ibu di hadapan orangtua dan guru. Aku ingat Kian bernyanyi I Love You Daddy, karena dia nggak punya mami lagi, dan dia bilang daddy-nya akan melakukan apa saja termasuk menjadi mami. Itu sama denganku. Mommy pun rela melakukan apa pun demi aku. Yang tak sama adalah, Kian tahu kenapa dia hanya punya daddy sedangkan aku... "hhhfff...!" kusapu wajahku. "Kenapa Mom? Kenapa harus menunggu sampai aku lebih kuat untuk mengetahuinya? Kalau memang Daddy ... sudah nggak ada seperti maminya Kian, Mommy nggak mungkin terus bungkam?" gumamku. Aku rasa aku sudah sangat bersabar. Sekarang umurku 16 tahun hampir 17. Bukan lagi anak kecil yang hanya bisa bertanya. Aku harus cari tahu.

Aku pergi ke kamar Mom. Melihatnya nggak ada di kamar membuat rasa kangenku makin berat. Aku masuk, berharap bisa mencari tahu dan mengurangi rasa kangen. Kubuka laci meja kerja Mom. Mungkin bisa menemukan album foto lama Mom saat masih remaja, saat pacaran dulu. Dan aku bisa melihat seperti apa wajah Daddy.

My Mom and Me Without Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang