Mom...
Pulang ke rumah bersama Pak Min, dan aku bilang padanya untuk tak mengatakan bahwa ada Martin dan aku menemuinya. Tidak perlu aku katakan alasannya. Dia sudah tau segalanya.
"Apa non Baby masih marah dan benci, Bu?"
"Ya, aku rasa dia masih memendam amarahnya." Menjawab berdasarkan intuisiku. Mungkin karena orang yang memendam kekecewaan biasanya justru amarahnya berlipat dan Baby memendamnya sudah 10 tahun. Sementara aku belum siap menerima kemungkinan itu. Bagaimana jika dia tak bisa lagi menerima Martin?
Ternyata banyak hal terjadi tanpa sepengetahuanku. Lala pernah berniat menjodohkanku dengan Martin. Dan banyak yang menginginkan aku bersama Martin. Martin yang kukira hanya merasa iba dan berempati padaku--ternyata menyimpan rasa cinta padaku.
Yah..., begitulah! Terkadang penilaian orang lebih baik daripada penilaian diri sendiri. Tapi apalah artinya sebuah penyesalan, karena semua Allah yang mengatur dengan segala penyelesaian. Sedangkan manusia hanya bisa berencana. Dan tak ada yang bisa menukar rencana-Nya. Baby-ku adalah anugerah terbesar, jadi harus tetap kusyukuri segala yang terjadi.
Terimakasih ya Allah....
Tepat saat Pak Min berhenti di halaman rumah, Baby pun sampai diantar Kania, aku menghampiri mereka. "Hai sayang," sapaku pada Kania yang membuka kaca.
"HAI MOM...!" balas mereka.
"Hai Mom, maaf telat karena tadi waktu belajarnya mundur. Sebenarnya tadi aku mau jelasin, tapi mereka ganggu, iseng banget!" celoteh Baby begitu turun, sementara yang lain nyengir.
"Tadi udah cukup jelas kok, sayang."
"Ya udah, Mommy putri kesayangan se-indonesia sudah sampai dengan selamat tanpa kurang sehelai rambut pun, Kania pulang ya Mom...!"
"BYE.. MOM...!" kata mereka
"Bye sayang...!" balasku. "Hati-hati."
"Thanks guys!" Baby melambai.
Merangkul putriku, membawanya masuk. "Capek ya?"
"He-eh. Mommy telat ya? Biasanya hari Sabtu pulang lebih cepat."
"Hm, tadi ada tamu dari luar yang harus dijamu. Terus..., ke rumah Mama Lala, dia minta Mommy masak soalnya nanti malam dia pulang. Belum pasti sih."
"Kalau pulang, kita ke sana ya Mom."
"InsyaAllah ya sayang, Mommy capek banget soalnya. Jangan malam ini,
ya." Aku masih belum siap membiarkannya melihat Martin."Oke deh, Mommy istirahat malam ini. Aku mandi dulu ya, Mom."
Aku mengangguk. Benar-benar lelah hari ini. Seharian di kantor mengurus kontrak kerja dengan beberapa produk pengiklan, dan yang akan membuat iklan baru. Belum lagi Martin yang banyak tingkah. Tapi hari ini, aku sangat bahagia mendengar semua ungkapannya. Hari ini dia menjawab ribuan tanya dikepalaku. Ada satu kata yang mewakili semua ucapannya. HONESTY. Dia sangat menjunjung tinggi sebuah kejujuran dalam hubungan. Aku harus pegang kuat kunci itu, jangan ada satu pun kebohongan yang akan membuatnya kecewa padaku.
Tapi, pertanyaan terhadap Baby tak bisa aku abaikan. Justru itu yang terpenting. Apakah Martin adalah seseorang yang masih ada dalam gambarannya tentang seorang Daddy? Apakah dia masih mau menerima Martin yang telah melukai dan membuatnya kecewa? Pertanyaan besar yang belum sanggup aku ungkapkan. Aku masih sangat takut akan kemungkin dia tak bisa menerima Martin lagi. Aku takut.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom and Me Without Daddy
Любовные романыBaby seorang anak tunggal yang hanya memiliki single Mom, ia dibesarkan tanpa ayah. Baby sama sekali tak tahu seperti apa sosok ayahnya. Sejak kecil ia mengenal om Martin, baginya gambaran seorang ayah adalah om Martin. Namun semua berubah ketika da...