#28__Harus Bagaimana?

912 25 2
                                    

Me...

"Say something Sya, please! Buat gue tenang kalau ketemu nyokap nanti."

"Baby..., gue rasa elo sendiri yang punya jawabannya. Seperti yang waktu itu kita dengar dari rekaman, Tante Bi nyerahin semua keputusan sama lo. Jadi, kalau elo bilang nggak setuju dengan cowok itu, ya Mommy pasti bisa nerima keputusan. So... bersikaplah biasa, selama ... belum ada cerita langsung hubungannya dengan... si do'i," jawabnya hati-hati.

"Iya, bener By," imbuh Davina.

"Mm..., apa perlu kita ngerencanain misi kedua?" tanya Kania.

"Iya, kita ready kok By," Tania meyakinkan.

"Kayaknya misi kedua biar gue aja deh yang ngejalanin. Soalnya mereka udah jelas ada sesuatu, jadi nggak perlu lagi kita mata-matain."

"Jadi, apa yang mau lo lakuin?" tanya Rasya.

"Well, mm ... kayaknya gue harus berani tanya sendiri. Gue akan coba secara baik-baik tanpa harus memicu pertengkaran."

"Bagus kalau gitu, gue setuju banget!" Rasya menjentikkan jari. "Lakuin aja dengan pendekatan, straight to the point!"

"Yeah, bener! Daripada kelamaan dipendam entar malah tambah runyam. Semakin cepat bertanya, semakin cepat tau kepastiannya, dan semakin cepat lo bisa bertindak!" ucap Davina.

"Kalau gitu kita berdua juga setuju!" twins mengangguk.

"Misi kedua ini adalah bertanya langsung. Ya, gue rasa itu baik buat elo By. Kalau terus menyimpan pertanyaan, ditambah lagi dengan tuduhan... itu malah akan membuat jarak makin besar."

"Idem! gue sependapat," kata Tania.

"Oke, gue kabarin besok. Tengkyu guys!" ucapku saat turun dari mobil.

"BYE...!" mereka semua melambaikan tangan, beruntungnya aku memiliki mereka.

Mbok sudah berdiri di ambang pintu, menungguku. "Assalamualaikum mbok aku..." mencium tangannya tanpa ragu.

"Wa'alaikumusalam...! Mau langsung makan sore, non?"

"Terima kasih..., aku sudah makan sama teman, mbok. Nanti aja sekalian makan malem sama Mom." Aku liat mbok hanya mengangguk lalu pergi ke belakang.

Aku bergegas menaniki tangga menuju kamar, nggak sabar untuk mandi. Ini sudah kesekian kalinya aku pulang tapi mom belum ada di rumah. Padahal mom tau aku nggak suka itu. Sudah mulai nggak peduli dengan perasaanku. Mom lebih memilih bersamanya, daripada cepat pulang untukku terdengar suara deru mesin mobil, aku segera masuk ke kamar mandi. Dan saat aku mulai membuka seragam terdengar suara ketukan pintu kamarku.

"Sayang...!" suara Mom memanggil.

"Aku mandi Mom, plis jangan masuk!"

"Oke. Selesai mandi langsung ke kamar Mommy ya sayang."

Aku tak menjawab. Mom pun taubaku pasti akan langsung datang.

Saat ini aku menimbang-nimbang untuk bertanya pada Mom. Tapi kupikir nanti malam saja. Mom sedang bersantai di balkon. Dan akhirnya aku ikut bersantai dan nggak sabar menunggu malam.

Saat makan malam, aku hanya makan dan diam. Aku sebenarnya merasakan keheranan di wajah Mom dengan sikapku. Tapi aku mengacuhkannya, bukan karena marah, tapi aku nggak tau harus bicara apa. Pikiranku buyar melihat wajah itu. Yang ada hanya bagaimana aku bertanya tanpa harus menyakiti Mom. Tanpa harus menyinggung perasaannya. Dan yang terpenting tanpa harus membuat kami bertengkar untuk pertamakali,
atau pun perang dingin seperti malam ini. Oh Tuhan... tolong aku...!

Mom meletakkan sendok, lalu minum, "... Mommy perhatikan dari kemarin, kamu nggak ngomong apa-apa saat makan malam. Kenapa? Ada masalah di sekolah?" tatapannya menyelidik.

Pertanyaan Mom seperti tuduhan. Masalah di sekolah? Sejak kapan aku punya masalah di sekolah?

"Nothing."

"Ya sudah, habiskan makannya."

Aku hanya mengangguk lalu berkonsentrasi pada makananku yang rasanya berat sekali untuk dihabiskan.

Hah..., ini sama sekali bukan aku! Sampai kapan aku harus begini? Ini benar-benar bisa menjadi bola salju. Aku harus menanyakan malem ini juga, agar aku nggak terus-terusan begini. Setiap kali menatap Mom, aku jadi keingetan brondong itu juga.

***

My Mom and Me Without Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang