Me...
Saat pelajaran dimulai. Kejadian tadi malah membuatku makin nggak konsentrasi. Dan Ibu Nadia sempat menegurku dengan sangat lembut. Aku tau Ibu Nadia pasti sudah tau tentang yang pemanggilan Mom ke sekolah. Hal pertama seumur hidupku. Tapi dia sama sekali tidak menyinggung soal itu saat menegurku, di sekolah juga melarang guru membicarakan kesalahan murid di depan kelas. Apalagi mengatakan hal yang menyudutkan murid. Jadi bukan hanya murid yang punya poin-poin tertentu yang tidak boleh dilanggar, guru juga punya poin tertentu.
"Gila, sumpah, gue sama sekali nggak nyadar sudah ngelanggar tiga poin sekaligus!" kataku frustrasi.
"Kalau soal ke perpus, kenapa bisa lalai ya? Padahal kita tau banget aturan itu," keluh Davina.
"Itu karena kita ke perpus karena kesadaran sendiri, bukan karena takut poin. Jadi waktu kita males ke perpus kita juga lupa soal aturan itu," jelas Rasya.
"Sory, By. Kita nggak ada yang bisa ngingetin lo. Ya, kalo gue sih, dapet nilai standar-standar aja jadi ya moga nggak turun lagi," kata Davina.
"Iya By. Nilai tugas kita yang paling tinggikan kalo bukan elo ya Rasya. Jadi, walaupun nilai lo nggak jeblok, ya paling nggak guru berharap elo mempertahankan nilai," imbuh Kania.
"Iya, gue ngerti maksud kalian. Nyokap juga udah sempat ngomong soak nilai yang nggak sebagus biasanya. Salah gue, bukan kalian. Gue juga udah bawa kalian ke masalah pribadi gue sampe lupa soal perpus." Menekan kepalaku.
"Sudahlah, nanti kita bantu lo memperbaiki nilai," turur Rasya.
Kami berhenti di parkiran. Saat menunggu Kania mengambil mobil, "Nyokap lo tuh!" ucap Tania sambil menggeser daguku.
Kania berhenti lalu menurunkan kaca jendelanya, "Ada yang dujemput, nih!"
"Iya, duluan ya!" pamitku sambil cium pipi. "Bye!" aku menghampiri Mom yang berdiri di samping mobil, senyum tak pernah terhapus dari wajahnya sejak tadi. "Hai Mom!"
"Hai...," lalu Mom melambai pada Kania sebelum masuk mobil.
Saat di mobil, aku mengobrol dengan Pak Min soal Caca. Tak lama Mom berdeham lalu merangkul pinggulku, aku pun berhenti bertanya pada Pak Min.
"Sudah lama kita nggak makan siang bareng, sayang. Mau makan di mana, rumah atau kafe? Soalnya Mom juga mau ngobrol santai sama kamu."
"Ngomong apa, Mom? Soal ... dipanggil Kepsek, aku sudah tau," kataku murung.
"O, oke. Mm, kalau gitu kita makan di rumah, tetap harus kita bicarakan. Maaf honey, karena Mom masih sibuk mengganti Opa Santoso di kantor, jadi kurang merhatiin kamu. Sudah seminggu ini kita nggak makan bareng. Tapi sebentar lagi... akan ada yang mengganti posisi Opa, jadi Mom nggak akan sibuk lagi." Hening, mengangkat daguku, "are you oke Baby?"
"Mom, please..., jangan selalu menyalahkan diri!"
"Kamu ngomong apa sayang, Mom nggak ngerti deh!" sangkalnya.
"Mommy ngerti. Aku tuh tau, Mom selalu menyalahkan diri sendiri atas semua kesalahan aku. Se-kecil apa-pun kesalahanku, Mom nggak pernah menyalahkan. Selalu menyalahkan diri sendiri. Aku minta maaf Mom."
"Ya sudah, Mom terima maafnya," Mom memelukku erat. "Tapi tetap, setiap kesalahan yang kamu buat adalah tanggung jawab Mommy. Makanya wajar kalau Mommy merasa bersalah." membelaiku penuh kasih.
"Aku janji akan mengembalikan nilai terbaik di sekolah. I love you Mom!" menciumnya, kulihat Pak Min tersenyum di balik spion.
Untuk sementara ini aku melupakan masalah dengan Mom. Sebenarnya aku nggak mau menyebut ini sebagai masalah karena aku nggak mau bermasalah dengannya. Bagaimana caranya aku tetap menyimpan masalah ini tanpa harus mengganggu pikiran. Entah bagaimana? Tapi aku akan berusaha.
Malam ini Mom nggak bersantai di balkon setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia langsung ke kamarku, menemaniku belajar dari awal sampai akhir.
"Nggak perlu jadi beban, sayang," kata Mom mencium kepalaku.
"No, Mom. Aku yang mau untuk selalu mendapat nilai terbaik. Jadi, mau nggak mau aku harus, dan bukan beban melainkan tanggung jawab pada diriku saat apa yang sudah aku dapat, gagal untuk aku pertahankan. Dan...," aku memandang Mom sebelum melanjutkan ucapan, "... Aku juga, nggak mau mengecewakan Mommyku tercinta." Nyengir kuda.
Mom mencium ujung kepalaku, "Mommy yakin, kamu nggak akan pernah mengecewakan Mommy. Nggak akan pernah, sayang." Mengacak rambutku.
Mommy tidur bersamaku makam ini, "Mom, kapan Mama Lala dateng lagi?"
"Mm..., katanya sih, hari Sabtu atau Minggu nanti. Ya, nanti kalau sampai hari Minggu nggak dateng, kita yang ke Bogor. Oke?"
"Oke banget, Mom." Merangkulnya manja, selalu ingin mencium aroma lembut khasnya Mommy.
Kemudian, tidak terdengar lagi suara kami, Mommy sudah tidur tapi aku belum walau mataku terpejam. Hingga malam ini aku berusaha nggak memikirkan hubungan rahasia Mom, karena aku nggak mau nilaiku turun lagi. Aku jadi teringat Rasya, aku kagum padanya, meski ada masalah dia tetap konsentrasi dan nilainya stabil. Aku harus belajar darinya, untuk nggak menggabungkan pikiran pribadi dengan pikiran tentang sekolah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom and Me Without Daddy
RomanceBaby seorang anak tunggal yang hanya memiliki single Mom, ia dibesarkan tanpa ayah. Baby sama sekali tak tahu seperti apa sosok ayahnya. Sejak kecil ia mengenal om Martin, baginya gambaran seorang ayah adalah om Martin. Namun semua berubah ketika da...