Mom...
Di satu sudut kafe, aku dan Marco duduk berdua sambil ngopi. Kami membahas soal iklan pariwisata dan soal pekerjaan lain dengan santai.
"Marc, bisa stop, nggak!" aku memukulnya dengan kertas karena tak henti mengarahkan kamera.
"Memang nggak salah deh, Om milih Tante. Aku mau kirim foto ini ke Om Martin. Biar dia keki," bisiknya.
"Sudah deh, jangan foto terus! Kamu ini diajakin kerja, malah main-main. Mau Tante laporin ke Om kamu nanti?" kataku mengancam.
"Laporin aja, ini kan termasuk pekerjaan. Tugas, negara!" desisnya.
"Apa maksud kamu, Marc?" memicing berpaling sejenak dari layar laptop.
"Om-ku itu... kangen... banget sama Tante, jadi ya... dia minta fotoin semua kegiatan Tante, kalo bisa setiap gerakan," senyum menggoda. "Habis, Tante nggak pernah mau kirim foto, sih!"
"Oh..., jadi gitu...? Awas ya, kalau kamu foto Tante lagi!" mengancam.
"Tante, emangnya nggak cinta sama Om?" pancingnya.
"Bukan masalah itu. Kamu nggak tau sih Om kamu itu pernah bikin Baby sedih sampai nggak mau makan."
"O ya, kenapa?"
"Dulu, Baby sangat berharap dia datang di pesta ulang tahunnya yang ke 7, tapi ternyata ... yang datang hanya kado yang dititip sama Lala. Dan itu juga jadi pesta ulang tahun Baby yang terakhir."
"Sampai segitunya Tante?" terkejut.
"Iya. Baby nggak mau merayakan lagi karena nggak mau berharap Martin datang lagi. Dia juga nggak mau mengingat lagi tentang Martin. Kamu bisa bayangkan kalau Tante nerima ... Martin, Om kamu itu, gimana perasaan Baby? Sedangkan segala keputusan Tante serahkan ke Baby, sepenuhnya. Sumber kebahagian Tante adalah kebahagiaan Baby. Mana mungkin Tante menerima..., Martin."
"Jadi, begitu ceritanya. Om nggak pernah cerita tentang Baby. Yang aku tau, Om sangat mencintai Tante. Tapi entah apa alasannya, dia selalu menolak untuk datang ke Indonesia dan mengungkapkan perasaan langsung. Dia bilang, tunggu waktu yang tepat," ungkap Marco dengan wajah serius.
"Ya, mungkin karena Tante single parent. Tante bisa maklumi itu berat, Marc."
"Ah, Tante jangan berkecil hati begitu, aku rasa itu bukan alasan."
"Sudahlah! Membahas Om kamu nggak akan ada habisnya. Ketemu Lala juga selalu dia yang dibahas. Sekarang kamu. Ayo pulang! Baby suka ngambek kalau dia pulang tapi Tante belum di rumah. Lagian kamu diajak ngomongin kerjaan malah main hape."
"Oke kita pulang! Kalau soal kerja, tenang aja. iklan pariwisata itu semua rencana sudah beres, tinggal tinjau lapangan," jawab Marco sambil membawakan laptop.
"Iya, makanya iklan pariwisata itu Tante serahin ke tim kamu. Ini bukan main-main, bukan sekadar mengajak orang untuk membeli produk tertentu. Tapi soal Negara kita, mengenalkan keindahan jantungnya Indonesia pada Negara lain."
"Siap Tante, sebagai seorang yang lahir dari dua negara, aku sangat mengerti."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom and Me Without Daddy
RomansBaby seorang anak tunggal yang hanya memiliki single Mom, ia dibesarkan tanpa ayah. Baby sama sekali tak tahu seperti apa sosok ayahnya. Sejak kecil ia mengenal om Martin, baginya gambaran seorang ayah adalah om Martin. Namun semua berubah ketika da...