Kami berjalan santai melewati koridor-koridor. Dan saat melewati istana bermain terdengar suara alunan lagu anak-anak dan suara keceriaan mereka.
Hah..., aku jadi ingat Caca. Ulang tahunnya nanti aku ajak ke sini, ah!
"Wah, sumpah ya, ini tempat emang paling cocok, lengkap banget, buat hang out." seru Davina.
"Iya. Makanya, ini jadi tempat buat gue quality time sama Mom."
"Kak Randy juga sering ngajak main squosh."
"Gue sama Tania paling ke sini nge-mall..."
"Hm kadang ngafe!" lanjut Tania. Menutup mulutnya menahan sendawa. "Perut gue penuh..."
"Iya, sumpah perut gue rasanya mau meledak!" kata Davina.
"Ini tuh, kayak hari es krim sedunia." Rasya tertawa kecil. "Eh, gimana kalo ini jadi tempat hang out kita berlima!" usulnya.
"Iya, harus!" excited, menggantung lengannya di pundak Rasya.
"SETUJU!" jawab si twin.
"Harusnya dari dulu. Bosen juga gue cuma jalan ke sini sama Mom."
Kami menuruni eskalator. Kafe hanya dibatasi kaca-kaca besar sehingga bisa melihat dengan bebas sambil berjalan. Tiba-tiba kakiku terhenti. Teman-teman tetap melangkah, samar-samar masih kudengar celoteh mereka. Tapi aku terhenti di sini seperti sedang sendiri.
Ya Tuhan... apa ini? Rasanya seperti tersambar petir. Aku melihat Mommy bersamanya, sedang asik makan bersama. Dia, orang yang sedang menjadi pertanyaan besar di kepalaku. Mereka sangat akrab. Bahkan Mom tertawa sampai tersedang, dan dengan sigap orang itu memberi minum padanya.
"Hei, Baby?" tegur Rasya.
"Eh, ya." Mereka sudah di sampingku yang hanya bisa bingung tanpa kata.
"Kenapa By?" tanya Davina.
Aku masih bergeming sementara mereka sudah menukan apa yang sedang mengusik mataku.
"Itu nyokap elo, kan? Bukannya tadi lo bilang ke sini... tempat quality time
sama Mom. Itu sekarang sama siapa By?" tanya Davina. Makin membuatku kesal."Iya, siapa itu By?" imbuh Kania.
"Brond..." Rasya buru-buru menutup mulut Tania.
"Brondong! Iya elo bener Tan. Belakangan mereka memang mencurigakan," kataku kesal. "Gue emang curiga, Mommy deket sama brondong kantornya!" rasanya ingin teriak saat ini juga.
"Jangan sembarangan nuduh, By." Rasya merangkul pundakku, "udah, ayo kita keluar."
"Iya, satpam yang di pintu meratiin kita, tuh!" imbuh Davina. Kami melangkah. Satpam itu masih memperhatikan seolah kami anak hilang yang lagi dicari. "Nyantai aja kali pak, kita nggak ada tampang pencuri!" keluh Davina dengan suara super pelan.
Ketika sampai di mobil, aku meminta Kania jangan pergi dulu. "Kita harus cari tau!"
"Temuin aja nyokap lo By, tanya baik-baik," saran Rasya.
"Nggak Sya. Ini bukan pertama kalinya gue curiga, kalau ditanya pasti bilangnya cuma karyawan kantor. Karyawan nggak cuma dia, tapi kenapa Mom bisa cepat akrab dengannya?" mengempaskan punggung ke belakang. "Justru, jawaban itu semakin bikin gue penasaran," menatap satu persatu sahabatku.
"Jadi, apa kita harus mengintai untuk memastikan ada hubungan apa di antara mereka?" tanya Davina.
"Gue setuju! Kalau soal maen intai mengintai serahin sama detektif twin!" seru Kania yang langsung mendapat anggukkan dari kembarannya.
"Oke. Elo berdua, coba dengerin obrolan mereka, kalau hanya karyawan biasa paling cuma ngomong soal kerjaan atau hal-hal biasa. Tapi, kalau nyerempet masalah hati, itu artinya ada something special di antara mereka. Itu aja yang perlu kalian dengar, oke."
"Oke, sip!" si twin langsung bergerak.
"Apa nggak berlebihan, By?" tanya Rasya saat kami hanya bertiga.
"Nggak Sya. Gue, sebenarnya..., udah pernah mau cerita soal ini. Tapi waktu itu... bertepatan dengan..."
"Masalah gue!" sergah Rasya.
"Sory..." mengangguk.
"It's oke Baby. Jadi..., apa yang mau lo ceritain?" Rasya mengusap pundaku."
"Ya, soal itu," meninggikan alis dan pundakku, "soal... Mom yang gelagatnya mencurigakan. Gue rasa..., Mom punya hubungan," membuat tanda kutip dengan jari. "Mommy..., merahasiakan hubungan--mungkin karena dia jauh lebih muda. Brondong."
"Kalau memang mereka ada hubungan, alasan itu cukup masuk akal, By. Pasti mereka butuh waktu yang pas banget buat kasih tau elo."
"Iya, tapi sebaiknya kita jangan berprasangka buruk dulu," Rasya menjawab ucapan Davina.
"Bener Sya, gue juga nggak enak mata-matain nyokap sendiri." Kataku akhirnya.
Aku cukup gelisah menunggu detektif twin. Apa yang mereka dapatkan nanti. Kecurigaanku benar atau hanya sebatas prasangka buruk seperti yang Rasya katakan.
Rasya memang selalu berpikir lebih dewasa dibanding kami berempat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom and Me Without Daddy
RomanceBaby seorang anak tunggal yang hanya memiliki single Mom, ia dibesarkan tanpa ayah. Baby sama sekali tak tahu seperti apa sosok ayahnya. Sejak kecil ia mengenal om Martin, baginya gambaran seorang ayah adalah om Martin. Namun semua berubah ketika da...