#38__Dika Mau Nembak Tania

813 17 0
                                    

Me...

Setelah mandi lalu shalat asar, aku turun. Ingin santai sambil nonton tivi sama Mbok. Tapi Mbok kayaknya lagi istirahat, kasihan kalau diganggu. Jadilah aku nonton sendiri. Duduk di sofa depan tivi, mengambil remot, bersandar penuh dan menjulurkan kaki.

Handphone-ku bernyanyi. "Dika? Tumben," mengernyit. "Halow... Dikadaliiin...? Tumben butuh gue, jadi curiga!"

"Ya elah, elo aja yang terlalu sibuk, jadi gue suka ragu mau nelpon!" katanya dari seberang.

"Sibuk, bahasa lo ketinggian seolah gue artis papan atas, pake bilang sibuk! Kenape lo?"

"Ya..., gue mau ngomong masalah hati, nih..."

"Bhahahaha...! Emang punya hati lo?"

"Ya punyalah!"

"Lah emang gue dokter penyakit dalam, mengatasi masalah hati lo!"

"Yee... dia ngeledek muluk! Serius nih, euy! Tolonglah sahabatmu ini..., pada siapa lagi harus..."

"Oke...oke..., sory gue becanda! Kenapa hati lo, hm?"

"Emm... gue, sebenarnya udah punya pilihan di antara si putri kembar itu. Hati gue kayaknya lebih mengarah ke Tania. Soalnya Kania itu sifatnya dewasa jadi kurang cocok ama gue yang pecicilan..."

"Wait! Kania-dewasa? Lo ngigok?" menahan ledakan tawa.

"Ya paling nggak dibanding Tania maksud gue! Ah elah lo mah sewot muluk!"

"Okey... lanjut!"

"Ng... kalo Tania kan lebih noise, kurang lebih samalah ama gue," kata Dika, lebih serius.

"Bagus deh, kalo lo udah bisa milih. Dari dulu emang kayaknya tatapan lo lebih ke Tania dari pada Kania. Elonya aja yang plin-plan!" kataku. Tangan masih sibuk menekan tombol remot memilih acara tivi. Berita, hi..., makin hari makin mengerikan! Infotainment artis, banyak artis yang nasibnya sama dengan Mom, ditinggalkan bersama kandungannya. Oh... Tuhan!
Sisa 90% gosip.

"Woi diem! Jadi menurut lo, kapan waktu yang tepat buat nembak dia?"

"Hm..., ngomong-ngomong soal waktu sih kayaknya lo harus nunggu dulu."

"Nunggu apa? Nunggu azan subuh?"

"Imsak dong!"

"Nunggu lulus?"

"Yup! Seperti yang elo tau, gue belum boleh pacaran. Dan kita sih sepakat nggak pacaran sampe lulus." Memainkan rambutku. "Mereka pikir nggak ada salahnya ngukutin gue, selain biar lebih fokus ke sekolah, mereka juga belom siap patah hati lagi, gitu."

"O..., gitu! Jadi kalau nembak sekarang percuma dong?"

"Yo'i..., jangan khawatir deh, gue yakin elo nggak bertepuk sebelah tangan. Gue tau, Tania kayak gimana."
Memindahkan handphone ke telinga kiri. "Elo cuma butuh waktu, lagian bentar lagi kita ujian kelulusan, fokus aja dulu buat belajar."

"Ngng..., ya udah deh, kalau alasannya demi kebaikan. Oke gue bakal nunggu sampe kita lulus. Pokoknya elo harus bantu gue gimana caranya bisa nembak dengan cara yang romantis, yang paling berkesan seumur hidupnya!" katanya excited.

"Loh, kok lo nanya gue sih?  Gue jatuh cinta aja belom pernah. Ditembak dengan cara yang berkesan apalagi. Mending lo tanya Arafat, atau Robert deh!"

"Iya gue pasti tanya mereka, tapi pokoknya lo harus bantu!"

"Pasti. Tapi..., ini harus gue rahasiain atau boleh gue cerita sama yang lain?"

"Jangan...jangan! Gue nggak mau Tania tau, ntar nggak surprise."

"Oke. Gue pastiin Tania nggak akan tau sebelum dari mulut lo sendiri. Ada lagi?"

"Nggak, cukup. Tengkyu ya."

"Oke..., bye...!" aku mengakhiri, dan suara Dika pun menghilang di udara. Aku letakkan handphone di sampingku. Kemudian ikut bersenandung bersama Raisa yang sedang bernyanyi Could it be Love di acara musik sore.

***

My Mom and Me Without Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang