Me...
Setelah belajar dan mengerjakan tugas, aku ke kamar Mom membawa tas sekolah agar Mom bisa mengecek tugasku seperti biasa. Mom nggak ada di kamarnya, sepertinya di kamar mandi juga nggak ada. Samar-samar terdengar suara dari luar, "Ternyata di balkon," gumamku. Aku menuju balkon, terdengar tawa Mom meledak tapi tak lama kemudian mereda. Tanganku terjulur, siap membuka pintu, tapi urung karena, "Marco?" nama orang aneh itu meluncur dari bibir Mom. Akhirnya aku memilih diam di balik pintu menuju balkon, menguping pembicaraan.
"Ah, kamu ini ada-ada saja. Tante lagi sendiri di balkon, jam segini Baby masih belajar." Kata Mom dengan lawan bicaranya, jelas tadi kudengar Mom menyebut namanya.
"Ngapain sih, orang itu nanyain segala?!" dengusku, kesal. Tanganku membuka sedikit gorden, agar bisa mengintip. Melihat Mom sedang berdiri membelakangiku, bersandar pada pagar balkon tangan kanannya bertumpu pada besi pagar, dan menopang kepala dengan telapaknya.
Tangan lainnya sibuk memegang ponsel."Iya. Tapi tante minta waktu untuk itu, belum bisa mengenalkan kamu secara pribadi dengan Baby. Iya tante minta maaf, deh! Pokoknya alasannya kuat, tante belum bisa bilang, nanti juga kamu tau...."
Entah apa yang dikatakannyapada Mom, yang jelas akulah yang mereka bicarakan. "Dia lagi yang mengganggu pikiranku!" gumamku. Sepertinya Mom hendak berbalik, aku cepat-cepat menutup gorden lalu bersandar di pintu. "Hh... aneh, karyawan baru bisa secepat ini akrab, dan tanpa bahasa formal. Sama karyawan lama aja Mom nggak gitu amat!" menggaruk kepalaku yang tak gatal. "Hadeh..., baru aja lega udah ada lagi yang mengganggu pikiran!" dumalku. "Entah kenapa sejak baca diary Mom, aku jadi protektif gini."
"Iya..., sampai besok ya, bye...!" mengakhiri.
Mendengar Mom mengakhiri pembicaraan, aku siap-siap untuk keluar menemuinya. Perlahan pintu kubuka, Mom terlihat sedang menghadap ke langit yang ditaburi bintang. Aku tersenyum melihatnya, diam-diam mendekati lalu memeluk erat tubuhnya dari belakang, "Mom..., hm... nggak ada yang lebih menghangatkan selain tubuh ini...," kataku.
"Hei..., belum tidur sayang?" memutar kepala ke satu sisi.
"Belum ngantuk...," jawabku manja, suaraku tertahan di pundak Mom.
"Hm... bilang aja nunggu dikelonin sama Mommy...!" memutar tubuhnya.
"Mm..., Mom tau aja!" aku meregang. "Tadi siapa yang telepon Mom?" tanyaku, tanganku masih bertengger di pinggul Mom.
"Oh... itu, menejer kreatif yang baru di kantor. Kenapa sayang?" mengangkat daguku.
"Ehm, coba yang telepon Mama Lala! Kenapa sih, udah lama Mama nggak telepon aku?" aku beranjak, lalu duduk di kursi. Berusaha ... masih berusaha menutupi kecurigaanku.
"Mama Lala sibuk mengurus kepindahannya ke Indonesia lagi, sayang."
"Dan, nggak kangen sama aku!" lanjutku agak ngambek, menjulurkan kaki ke atas meja dan melipat tangan dengan sikap kesal.
Mommy mendekat, "Duh..., Baby-nya Mommy ngambek ya...?" ledek Mom.
"Hmm..., Mom...!" aku menepis tangan Mom yang menggoyangkan daguku.
"Oke..., biar Mom telepon orang yang udah bikin anak Mom ngambek!" lalu memijat ponselnya.
Aku diam menunggu sambil merasakan sentuhan lembut jari Mom di pipiku. Hal yang selalu Mom lakukan setiap kali aku ngambek, Mom akan memberikan sentuhan lembutnya untuk menenangkanku, belaian lembut di pipi, terkadang di kepala, di punggungku. Hhh... rasanya damai sekali, yang jelas aku merasa seperti di surga setiap kali merasakan sentuhan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom and Me Without Daddy
RomanceBaby seorang anak tunggal yang hanya memiliki single Mom, ia dibesarkan tanpa ayah. Baby sama sekali tak tahu seperti apa sosok ayahnya. Sejak kecil ia mengenal om Martin, baginya gambaran seorang ayah adalah om Martin. Namun semua berubah ketika da...