Di usianya yang ke dua puluh lima, Wonwoo kembali berkuliah untuk meraih gelar Master-nya. Sebagai penerus perusahaan sang Ayah maka mau tidak mau ia harus berpendidikan tinggi meski statusnya kini telah menjadi pasangan hidup pengusaha kuliner yang cukup sukses. SuaminyaㅡKim Mingyuㅡmemang tidak pernah protes mengenai kegiatan perkuliahan Wonwoo, hanya saja seringkali jadwal kuliah dan tugas-tugas paper yang diberikan oleh dosen istrinya itu membuat istri kesayangannya menjadi sangat sibuk bahkan hingga melupakan makannya beberapa kali. Saat awal menikah, Mingyu pernah krisis percaya diri karena jenjang pendidikan Wonwoo yang lebih tinggi darinya sebagai kepala keluarga. Namun Wonwoo, dengan segala ketenangannya meyakinkan Mingyu bahwa jenjang pendidikan tidak menjadi masalah yang berat untuk kehidupan pernikahan mereka.
"Sayang! Jangan menaruh handuk basah di tempat tidur." Dua manusia yang berseberangan sifat itu selalu saja meributkan hal-hal kecil yang menjadi kebiasaan bawaan semasa masih berstatus single dulu. Mingyu mencebik kesal melihat kebiasaan Wonwoo yang jauh dari kata teratur.
"Oh, maafkan aku. Aku selalu lupa. Lagipula, 'kan selalu ada kau yang akan memindahkannya." Wonwoo hanya bisa tersenyum polos sambil memamerkan giginya yang berderet rapi.
"Ck! Selalu saja begitu. Jangan berekspresi polos, bagiku itu sudah tidak mempan."
"Benarkah?" Wonwoo berjalan mendekati Mingyu sambil memasang wajah manja andalannya. Sepasang puppy eyes dengan bibir yang sedikit cemberut.
"Mau apa kau?" Dengan tergesa, Mingyu sedikit memundurkan tubuhnya ketika Wonwoo berada terlalu dekat di hadapannya.
Chup!
Wonwoo mengecup bibir Mingyu sekilas dengan kecepatan suara. Yang dikecup tak mau kalah, lengan kekarnya langsung menyambar pinggang ramping milik Wonwoo secepat cahaya melesat dan memperdalam kecupan manis itu menjadi sebuah ciuman lembut pembuka pagi hari mereka. Wonwoo mendorong pelan dada bidang milik suaminya ketika dirasa cadangan udara dalam paru-parunya telah menipis, lagipula pagi ini ia diburu waktu oleh dosennya yang meminta jam kuliah dimajukan.
"Sayang maaf, tapi aku harus ke kampus. Turunlah, aku sudah membuatkan sarapan saat kau mandi tadi. Hanya roti panggang daging asap tak masalah 'kan?" Satu untai kalimat bernada kekecewaan keluar dari bibir merah milik Wonwoo. Ia sadar, seharusnya ia memiliki waktu lebih banyak untuk mengurus Mingyu, mengurus rumah tangganya, bahkan rumah besar mereka masih terasa sepi karena belum ada suara langkah-langkah kecil seorang anak.
"Tidak apa-apa, masakanmu selalu yang terbaik. Meskipun taruhannya adalah keselamatan dapur sih." Mingyu meledek Wonwoo, ia sangat hafal bagaimana wajah istrinya jika sedang memikirkan banyak hal maka Mingyu selalu mencairkan suasana dengan lelucon-lelucon kecil atau candaan yang membuat Wonwoo merengut manja.
"Sayang! Dapurmu aman kok."
"Iya, aku percaya. Ayo bergegas." Mingyu kembali menarik pinggang Wonwoo, sebuah kecupan dalam pada kening istrinya selalu ia daratkan kapan saja ia mau. Baginya Wonwoo adalah permata berharga yang harus ia jaga. Pertama kali mereka bertemu, Mingyu langsung menjatuhkan hatinya pada wajah datar namun bersahabat milik Wonwoo.
Mingyu memang bukan orang yang bisa dengan mudah jatuh hati. Meskipun ia sangat santai dalam berinteraksi dengan orang lain, tetapi saat pertama kali Wonwoo menyapanya dengan nada bicara yang sangat ringan dan bersahabat, Mingyu membeku. Wajahnya kosong, otaknya tiba-tiba tidak mampu mencerna jawaban atas pertanyaan sederhana yang Wonwoo lontarkan untuknya. Ini sangat bukan Mingyu sekali. Sambil memotong roti panggangnya, ia tersenyum-senyum sendiri. Ternyata mengenang masa lalu tak sepenuhnya menyakitkan. Masa satu tahun yang lalu saat pertama bertemu tatap dengan Wonwoo nyatanya mampu membuat mood Mingyu naik hingga langit ke tujuh. Iya, Mingyu memang berlebihan, tidak apa-apa, orang jatuh cinta itu bebas. Dan dirinya, jatuh cinta setiap hari pada sosok manis bernama Jeon Wonwoo.
"Ada yang aneh ya?" Wonwoo menyadari perubahan ekspresi Mingyu yang sangat tidak biasa pagi ini.
"Aneh? Apanya?" Mingyu balik bertanya.
"Aku aneh? Buktinya kau senyum-senyum sendiri. Apa bajuku terlihat lucu?"
"Tidak sayang, aku hanya sedang merasa beruntung hidup bersama denganmu." Mingyu melemparkan senyumannya yang paling tampan sambil menggenggam punggung tangan pasangan hidupnya itu.
"Jangan menggombal, Mingyu!" Wonwoo menghardik pelan dengan wajah menunduk yang memerah.
Ah, istrinya masih saja menggemaskan meski sudah hidup bersama hingga menginjak hitungan kedua. Beberapa kali Mingyu menjumpai wajah menggemaskan itu sedang menghela napas lelah ketika pulang ke rumah mereka saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Tugas dan jam kuliah yang sedikit tidak manusiawi karena seringkali dipadatkan membuat Wonwoo kelelahan dan Mingyu tidak tega melihatnya.
"Gyu ..." Wonwoo membalas genggaman tangan Mingyu. "Maafkan aku ... Aku belum menjadi pasangan yang baik untukmu. Aku tidak bisa selalu ada saat kau pulang setelah lelah mengurus restoran seharian. Aku tidak bisa langsung menyiapkan air hangat untukmu mandi atau menyajikan iced americano kesukaanmu."
Pria tegap dengan tubuh yang menjulang tinggi itu seketika bangun dari kursinya, memeluk Wonwoo seerat yang ia bisa. Mengusap punggung sang istri untuk mengalirkan milyaran afeksi dan energi positif untuk menguatkan. Mingyu tahu bahwa Wonwoo sudah dalam titik jenuh akan pekerjaan di perusahaan Ayah mertuanya ditambah lagi kegiatan perkuliahan yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.
"Jangan dipikirkan. Dengan kau ada di sampingku, itu sudah cukup. Saat ini fokus kepada dirimu dulu, jangan terbebani dengan pikiran tentangku." Mingyu mencoba menenangkan Wonwoo.
"Untuk orang dengan sifat overthinking sepertiku, kalimatmu salah besar Tuan Kim." Jemari tangan lentik milik Wonwoo meraba lembut rahang tegas suaminya.
"Baiklah, aku tarik kata-kataku yang tadi untuk mengurangi pikiranmu. Jalani saja, aku akan ikut berjalan denganmu, berlari kalau perlu. Sejauh yang aku bisa." Entah pagi ini sudah berapa kali Mingyu mengambil peranan sebagai pasangan hidup yang begitu sempurna di mata Wonwoo. Beberapa kali pemikiran bahwa dirinya tak pantas bersanding dengan Mingyu menghantui hari-harinya. Menurut Wonwoo, suaminya ini bisa mendapatkan orang lain yang lebih segalanya daripada Wonwoo.
Namun satu yang Wonwoo tidak pernah sadari, bahkan ia lebih berharga dan pantas diperjuangkan. Dan hal itu hanya Mingyu yang mengetahuinya, Wonwoo itu sebenarnya berlian, hanya saja belum ada yang berani memolesnya kecuali Mingyu. Kepercayaan diri yang rendah membuat Wonwoo selalu mencoba meredupkan dirinya sendiri, padahal dengan pencapaiannya sekarang seharusnya ia sadar bahwa banyak orang yang mengaguminya.
"Aku mencintaimu, Mingyu."
"Aku lebih mencintaimu, Wonwoo. Sekarang bergegas, habiskan rotimu dan Kim Mingyu yang tampan ini akan mengantarkan Tuan Putri hingga pintu kelas. Bagaimana?"
"Aku bukan anak sekolah Taman Kanak-kanak, Kim!"
Pagi itu ditutup dengan perang lempar tisu makan di kediaman keluarga kecil Kim Mingyu dan Jeon Wonwoo. Semoga cinta selalu menyertai hari-hari mereka selanjutnya.
~~~
P.S.
Alohaaa, ada yang tertarik dengan cerita lepasan yang fluffy nan cheesy? Cerita ini berisi married life versi Meanie, per episode juga ceritanya beda-beda dan aku janjikan tidak akan ada konflik yang terlalu berat. Karena aku juga males. Isinya manis-manis aja sampe enek. Lol.
Selamat membuka kotak Pandora!

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Meanie] ✓
FanfictionBittersweet moment kehidupan pernikahan Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu, apa jadinya?