12

1.2K 37 0
                                    

"Gen."

Tak ada respon.

"Genita." Panggil Gina lagi

Tak ada respon.

"GENITA" Teriak Gina sekuat tenaga disamping telinga temannya sebangkunya yang sedang tidur itu.

"Gosh! Kuping gue sakit, bego!" Genita terlonjak kaget dari kursinya. Ia menjauhkan earphone dari dua lubang telinga lalu mengusap telinga kirinya yang berdengung.

"Lo aja yang budek. Dari tadi gue panggilan gak nyaut-nyaut, eh, tau-taunya lagi molor pake earphone lagi. Dasar kampret."

"Ngantuk gue dari semalam gak tidur nyenyak karna pesan spam lo itu. Kesempatan Bu Jeni gak masuk harus dipakai sebaik-sebaik mungkin."

"Semalam gue mimpi buruk, Gen. Ya, masa gue ditembak David di taman komplek." Gina mengabaikan curhatan tidak bermutu Genita.

"Halu lo."

"Itu mimpi, Genita, bukan realita. Lo taukan ekspetasi beda banget sama realita?"

"Tau, kok. Terus?" Penasaran Gebita bertambah apalagi yang mereka bicarakan adalah David. Ia mendekatkan kursinya ke kursi yang diduduki Gina.

"Gue nerima David."

"Ini mimpi lo atau karangan lo aja?" Tanya Genita curiga. Ia sudah tidak kaget lagi, jika Gina menerima David.

"Serah lo mau mikir gimana." Gina menatap malas Genita.

Genita tertawa. "Iya-iya gue percaya, lalu gimana? Hanya begitu? Gak ada adegan kissing atau apa gitu?."

Tatapan Gina menajam. Anak ini benar-benar membuat kepala Gina marah seperti gunung berapi yang siap menyemburkan lahar.

"Otak lo, ya, Gen. Gue sama David hanya berpelukan dan gak ada adegan lebih." Gina menoyor keoala Genita.

"Cerita lo gak ada seru-serunya dan penonton pun kecewa."

"Bacot! Pokomha lo kangan beritahu David. Awas aja lo." Ancam Gina karena Gina tau bahwa mulut Genita itu ceplas-ceplos alias suka membeberkan rahasia.

Dan lucunya adalah Gina masih saja curhat pada Genita.

"Iya, gue janji"

Sebatas Teman (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang