#10

56 6 0
                                    


Jangan lupa kasih vote dan komentar yah ^^

*****

Matahari kini merekah. Sinarnya melimpah ruah dan menguasai angkasa. Dihamburkan oleh butiran debu atmosfer dan membiaskan warna biru di cakrawala. Beringsut-ringsut semakin jernih.

Angin membantu untuk mencerahkan cuaca. Meniup awan. Melenyapkan kabut putih yang membungkus pegunungan. Perlahan-lahan.

Jean menyambut pagi ini dengan wajah sumringah. Dihirupnya embun pagi yang masih tersisa di udara. Segar.

"Kenapa tidak kembali lagi? Kan bisa dari beberapa pantai di Gunung Kidul lalu pulang ke rumah. Besok bisa dilanjut lagi ke Gunung Kidul lagi. Lagi pula paling cuma satu jam perjalanan," kata Bu Susanto kepada Arman yang sibuk mengangkat ranselnya.

"Tidak usah Bu, Saya tidak enak kalau harus merepotkan."

"Siapa yang bilang? Ndak merepotkan kok, Nak Arman ini selalu diterima di rumah ini."

"Bu, Jean sama Arman itu mau penyegaran untuk beberapa saat. Dengan menyewa penginapan di area Gunung Kidul, kita tidak perlu khawatir pulang malam. Dan kita bisa banyak explore pantai-pantai di sana," sahut Jean.

"Sudahlah Bu, biarkan saja anak-anak ini," Pak Susanto membela, "Biar masa muda mereka ndak sia-sia."

Arman tergelak dengan kata-kata Pak Susanto. Ia merasa usia tiga puluh tahun bukanlah masa muda lagi.

"Iyo wis lah," jawab Bu Susanto pasrah.

"Kami berangkat ya Bu."

Arman dan Jean meyalami Bapak dan Ibu Susanto. Setelah itu berjalan menghampiri motor. Arman memimpin. Jean sebagai penunjuk arah. Kini motor itu melaju perlahan, membelah udara kosong di depan.

*****

Pantai Sundak. Wisatawan di sana sudah cukup banyak. Tetapi masih menunjukkan karya alam yang memanjakan mata. Pasirnya lembut berkilauan. Lautnya terlihat biru cerah. Terbentang luas hingga tak terlihat garis pembatas. Laksana bumi dan langit yang dihubungkan oleh samudra.

Gelombang ombak yang besar dari tengah-tengah lautan, perlahan berjalan mulus dan melemah sampai ke tepi pantai. Menenggelamkan telapak kaki Jean dan Arman yang bertumpu di atas pasir. Menyeret butiran-butiran pasir untuk di bawa kembali ke dasar laut. Terasa menggelitik.

Arman dan Jean saling memandang dengan senyuman manis di kedua bibir mereka. Sungguh nikmat alam. Mereka dibungkam oleh panorama yang memanjakan.

"Kamu ingin berenang?" celetuk Arman.

"Tidak, Kamu saja."

"Kalau begitu Aku tidak akan berenang."

"Kenapa?"

"Aku takut Kamu akan berdarah," goda Arman sambil menyeret langkahnya mengikuti ombak. Lalu Ia berlari mendekati pantai seraya berteriak lepas dengan suara tawanya yang keras.

Jean tercengut mendengar kata-kata Arman. Memang kenapa jika Aku berdarah karenamu?

Jean tersenyum dan berlari menyusul Arman, "Ayo kita membasahi diri dengan buih-buih ini!" seru Jean sambil menggulung dirinya dalam ombak lautan.

Sebutir pasir menyelinap masuk ke dalam mata Jean tanpa izin. Membuat matanya perih. Warna merah mulai menjalar. Membuat Jean terhentak kesakitan.

"Hey, kenapa?" bisik Arman.

"Kemasukan pasir," Jean mengibas-kibaskan tangannya.

"Jangan dikucek," Arman meraih tangan Jean yang reflek akan menggosok kelopak matanya.

Karena Cinta Tak Mengenal Batas [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang