#13

38 6 0
                                    


Jangan lupa kasih vote dan komentar yah ^^

*****

Jean dan Arman kini terpisah jarak bermil-mil jauhnya. Disibukkan kembali oleh rutinitas mereka masing-masing. Hanya dapat saling kontak melalui telfon suara atau hanya saling berbalas pesan singkat. Tak ada penawar rindu yang ampuh menyembuhkan luka hati mereka selain sebuah pertemuan.

Hari demi hari terajut, mempertebal rasa rindu mereka. Sosok Arman mengorbankan satu harinya demi ingin berjumpa dengan Jean. Ia terbang kembali ke Jogja untuk menghadiri upacara wisuda Jean. Mereka saling bertemu. Melepas rindu. Arman juga bertemu dengan keluarga Jean yang hadir.

Sempat terbesit dalam benak Bapak dan Ibu Susanto. Pertemanan seperti apakah ini? Bahkan mengorbankan waktu senggang untuk anak mereka. Membawa bingkisan dan rangkaian bunga istimewa. Mereka tak bergeming terlalu jauh. Hanya sebatas itu mereka tahu. Persahabatan.

*****

Di malam yang sudah sangat larut di kota Jakarta, Arman masih memangku tugasnya di balkon rumah. Menikmati semilir angin Jakarta yang panas, berpadu lembab dengan hujan.

Elisa datang menghampiri Arman seraya memeluknya dari belakang. Arman sama sekali tak menggubris istrinya itu. Ia sudah seperti memakai kacamata kuda tanpa menoleh kemana-mana.

"Adel sudah tidur?" gumam Arman.

"Sudah," Elisa memberikan kecupan di pipi Arman sebelum akhirnya Ia duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Arman.

"Mas, Aku ingin tahu. Sudah satu bulan Aku di rumah. Kita di rumah berkumpul bersama. Tapi, Kamu dan Aku selalu tak pernah ada waktu...."

"Elisa, Aku masih belum bisa keluar dari pekerjaanku. Pikiranku tertinggal di Jogja."

"Siapa yang Kamu maksud?" desah Elisa curiga.

"Laporan proyek pembangunan jalan," kata Arman dengan tegas.

Dan Jean....

Elisa menghela napasnya sembari membuang muka ke arah pemandangan langit yang membentang. Terhalang awan mendung yang bergelayutan.

Arman masih termangu meski jari jemarinya sibuk menari-nari di atas deretan huruf di laptop-nya. Ia mulai menelisik memorinya yang lalu. Benar saja, dirinya belum menyentuh Elisa sama sekali semenjak pulang dari Jogja. Pengaruh Jean benar-benar dahsyat. Meluluh lantakkan gairah lelakinya. Membuat dirinya sama sekali tidak menatap istrinya. Namun, ratusan bahkan ribuan lelaki yang menawan dan pernah Ia temui, tak ada yang bisa membuatnya takluk. Seperti dirinya yang melemah karena pesona Jean. Hanya Jean.

Arman menghentikan kegiatan mengetiknya. Menutup laptop-nya dan menatap ke arah Elisa dengan pandangan datar. Mengamati setiap lekuk tubuh Elisa yang indah. Segalanya. Tetapi Ia merasa biasa saja.

Elisa memandang Arman. Keduanya berpandangan dalam diam. Elisa mengamati binar mata yang tak biasa dari tatapan suaminya. Berbeda. Benar-benar Ia merasakan hampa. Kosong. Dingin. Tak ada dirinya di sana.

"Apakah ada yang ingin Kamu sampaikan padaku?" kata Elisa dengan pelan, sabar, dan datar.

"Kenapa?"

"Kemana pikiranmu selama ini berada? Kemana cintamu untukku?"

Arman hanya melongos, "Aku bilang Aku sibuk."

"Bukan. Kamu benar-benar berbeda."

"Bagiamana Kamu bisa tahu kalau Aku berbeda jika Kita sudah jarang berjumpa?" Arman mulai culas.

Karena Cinta Tak Mengenal Batas [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang