Jangan lupa kasih vote dan komentar yah ^^
*****
Jean masih setengah melamun menatap ke arah pantai. Menyambut pagi yang masih membutakan pandangan. Gulita masih berkuasa. Namun Jean tak kalah dengan kegelapan. Ia sudah berdiri di teras dan menatap laut yang beranjak berkilauan.
Malam tadi. Benar-benar seperti mimpi. Mimpi dimana Ia tak ingin bangun lagi. Kali pertama Ia seperti ini. Tetapi saat Ia sadar, Ia harus kembali pada kenyataan. Segala yang akan Ia sembunyikan dari pandangan dunia. Apa saja. Dan kini membuatnya dirundung dilema.
Arman keluar dari bilik dan melihat Jean tengah termangu sendiri. Ia merasa menyesal telah menggagahi seorang pria. Ia merasa menyesal telah meruntuhkan martabatnya sebagai seroang lelaki dewasa. Tapi dayanya terperangkap pada wajah mulus di sana.
Arman memejamkan matanya. Menerangkan dirinya akan gairah yang terpantik semalam.
Kenapa Aku mempersalahkan diriku sendiri? Aku menikmatinya. Kurasa dirinya juga. Kenapa Aku mempersalahkan dirinya juga? Tak ada yang bisa dipersalahkan dalam hubungan asmara bukan? Apalagi Ia juga merasakan hal yang sama.
"Apa yang Kamu pikirkan?" kata Arman dengan lembut.
"Semalam."
Arman mengusap lembut rambut Jean yang hitam. Ia memberinya pelukan dari belakang. Kemudian Ia mencium tengkuk Jean dengan lembut. Dan mendekap tubuh Jean, memadu kehangatan.
Ia yakin bahwa Jean terbebani akan jarak di antara mereka berdua. Bukan jarak jauh yang membentang antara Jakarta dan Yogyakarta, tetapi jarak yang di sebut dengan moral dan kehormatan keluarga.
Setelah semalam pun Ia juga tidak dapat mengikat pertalian antara dirinya dengan Jean. Cinta ini akan mengalami penolakan. Mengalami penghujatan. Tapi, bagaimana bisa perasaan dibatasi. Ia juga tak mengerti sampai mana Ia melewati batas itu. Bahkan Ia juga tak pernah melihat batasan itu.
Arman merasa seperti seorang musafir di tengah padang pasir. Berusaha menemukan telaga yang menuntaskan dahaga. Ia telah berjalan cukup jauh tanpa tahu batasannya. Karena naluri kuat mendorongnya untuk tetap melanjutkan perjalanan. Membuatnya tersesat dan tak dapat kembali di titik awal Ia memulai segalanya. Menemukan jalan pulang hanya akan membuang waktunya. Ia harus berjalan terus sampai menemukan telaga yang Ia damba. Sebelum kekeringan merengkuh dirinya.
Sekali lagi Arman memastikan kebenaran perasaannya pada Jean. Ia mencium tengkuk Jean untuk memastikan apakah gairahnya akan kembali membuncah dalam dirinya.
Rasa itu tetap ada. Bersemayam tak mau enyah. Tak bisa kutolak. Tak bisa kulepas. Bukan Aku yang seharusnya melepas. Tapi Aku terbelenggu tanpa batas.
"Selagi ada waktu, kita harus bersenang-senang. Masih banyak objek wisata yang mengundang kita untuk dikunjungi," ucap Jean mulai antusias.
"Selagi ada waktu? Kamu berbicara seolah seperti kita akan berpisah."
"Apa Kamu ingin kita selalu bersama?"
"Iya, Aku sudah terlalu dalam menyelam hingga hampir mendekati dasar."
"Bagaimana dengan istri dan anakmu? Aku bukan orang yang setega itu untuk mengorbankan masa depan mereka." Jean melepaskan pelukan Arman darinya, Memutar tubuhnya, melayangkan pandangannya ke wajah Arman, "Mereka membutuhkanmu."
"Aku tahu itu. Tapi dengan Kamu mengatakan semua ini, seolah Kamu benar-benar ingin melepasku. Benar-benar ingin berpisah secepatnya. Kamu seperti tak berharap lagi kita bersama. Apakah semalam sudah cukup memuaskanmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Cinta Tak Mengenal Batas [COMPLETED]
RomancePS: Bagi teman2 dimohon untuk membuka pikirannya ketika membaca novel ini. kategori novel ini bukan erotis tetapi lebih kpd penjelasan apa yg d rasakan kaum lgbt dlm hidupnya, bagaimana mereka menghadapi lingkungan keluarga, dan bagaimana perspekti...