1. Him.

202 36 8
                                    

Sumpah serapah masih belum berhenti keluar dari mulut si gadis Huang. Bersamaan juga dengan kaki nya yang terus melangkah menuju ruang guru. Kali ini dengan rapor murid murid yang baru saja di kembalikan di tangannya. Jelas saja ia keberatan. Postur tubuhnya juga tidak memungkinkan ia mendongak lebih tinggi untuk melihat jalan. Jadi ia hanya mampu sesekali memiringkan kepalanya, meninjau jalan di depannya agar tidak membuat kesalahan dan terjerembab, membuat masalah pada dirinya sendiri.

"Ya tuhan. Di mana para lelaki saat perempuan berjuang keras seperti ini huh?!" omelnya untuk yang kesekian kalinya.

Ia kesal. Tentu saja. Di saat ia bukan apa apa selain sekretaris kelas. Ia juga perempuan dengan tenaga tidak sebanding dengan para lelaki yang kuat. Ia malah di suruh membawa tumpukan rapor dari kelasnya yang berada di lantai dua, menuju ruang guru di lantai satu. Bayangkan saja harus naik turun tangga dengan tumpukan rapor seperti itu. Belum lagi karena hanya ia yang di suruh, ia harus bolak balik untuk mengambil sisa rapor di kelas. Lalu kemana para lelaki?! Terutama ketua kelasnya yang malah asyik bermain game dengan teman temannya.

Cih, dasar tidak berguna.

Renjun saja yang menjabat sebagai kakaknya sekaligus wakil ketua kelas juga sama saja. Tidak membantu apapun.

"Aduh Lucy, kamu yang membawa semua ini dari kelas?"

Lucy memberikan senyum terbaiknya pada guru sastra di kelasnya. Guru ini memang yang paling perhatian pada muridnya. Lucy juga dekat dengannya.

"Anak laki laki tidak bisa di ajak kompromi, seonsaengnim," adunya dengan wajah cemberut.

Setelah mengakhiri konversasi singkat dengan si guru, Lucy langsung kembali ke kelasnya. Takut takut kalau guru mapel selanjutnya sudah masuk dan berujung dengan ia yang di hukum keliling lapangan.

Lucy memberikan tatapan jengkel pada pasangan ketua kelas dan wakilnya yang malah asyik bermain game di pojok ruangan. Siapa lagi kalau bukan Baejin dan Renjun. Untung saja gadis itu masih mau membantu mereka yang tak tahu malu.

Gadis itu berjalan ke tempat duduknya membawa serta perasaan jengkel di dalam hatinya. Tapi ia menoleh sekilas ke bangku pojok kelas yang kosong tanpa penghuni.

"Hei," Lucy menyenggol lengan Harim yang duduk di sebelahnya.

"Si bibir tebal kemana?" tanyanya lagi setelah mendapat respon dari Harim.

Harim terkekeh, "Kau ini ada ada saja. Mau apa mencarinya?"

Lucy menggeleng pelan, "Tumben tidak berangkat. Bukannya ia rajin sekali?"

"Majja." Harim mengangguk, lantas mendekat ke arah Lucy dan bicara setengah berbisik, "Katanya dia kecelakaan. Sekarang di rawat di rumah sakit. Koma, mungkin?"

Lucy membelalak kaget, "Separah itu?"

Harim hanya mengangguk, kemudian kembali melanjutkan kegiatan fangirling di ponselnya. Sementara Lucy masih setengah tidak percaya. Bagaimana bisa?

Meet him every midnight.

Lucy sebenarnya masih sedikit memikirkan kata kata si gadis misterius yang ia temui tempo lalu. Masih jelas sekali kalau gadis itu memintanya untuk terjaga saat tengah malam dan bertemu seseorang. Seseorang? Memangnya siapa?

Bukan masalah apa—hanya saja gadis itu tidak tahan tidur malam malam. Sekarang saja daya tubuhnya seperti sudah lima persen. Sedikit lagi pasti sudah menjelajah alam mimpi.

Dan benar saja, beberapa menit kemudian gadis itu tertidur. Padahal jam di nakas masih menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit.

Lucy seharusnya masih terjaga saat jarum jam tepat menunjuk ke angka dua belas. Tapi nyatanya, entah dapat bisikan dari mana, anak itu justru membuka matanya. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan sembari menarik selimutnya lebih ke atas saat merasakan udara di sekitarnya semakin dingin.

"Heh?" gadis itu mengerutkan dahi saat samar samar melihat sesuatu di balik tirai kamarnya.

Semuanya terjadi begitu cepat seperti kilatan petir di langit. Secepat kau mengedipkan mata dan membalikkan telapak tangan. Lucy tiba tiba saja sudah melihat Hyunjin berdiri di depannya.

Gadis itu mengucek matanya, mengerjap ngerjapkannya, mencoba mencari tahu mengenai kesadarannya.

"Lucy Huang." Suara itu terdengar memelas di telinga Lucy. Gadis itu bahkan belum mempercayai apa yang ia lihat sekarang.

"Y-ya, kenapa kau...disini?"

Hyunjin mendekat ke arah Lucy, tanpa persetujuan duduk di sampingnya. "Tolong aku," katanya.

Lucy tergagap saat menjawab, "H-hah? B-bantu apa?"

"Bantu aku kembali ke tubuhku."

Saat itu juga Lucy menjerit heboh, berdiri dari posisinya dan bersembunyi di samping lemari. Padahal tidak ada manfaatnya juga. Toh lemari itu tidak bisa menyembunyikan tubuh mungilnya.

"Kau arwah?! Kau bukan manusia?! Hantu?!"

Hyunjin berdecak sebal, "Iya aku arwah. Tapi aku belum mati."

"Woah! Hwang Hyunjin! Jangan pernah main main dengan Lucy Huang ya. Kau pikir aku bodoh atau bagaimana?! Mana mungkin kau jadi arwah kalau belum mati?"

Sekali lagi Hyunjin harus menahan kekesalannya pada si gadis Huang. "Kau pikir orang koma tidak seperti itu?"

Kali ini Lucy diam. Otaknya mencoba mencerna maksud dari ucapan Hyunjin barusan. Ah, benar. Ia baru ingat kalau katanya Hyunjin koma. Kalau anak itu memang sudah mati, seharusnya sekarang grup kelas sudah heboh. Nyatanya tidak ada kabar apa apa dari teman sekelasnya. Apalagi Renjun yang notabenya adalah sang wakil ketua kelas sama sekali tidak bicara apapun.

Jadi setelah lama berpikir dan memutuskan, gadis itu kembali ke posisi awalnya. Duduk di sebelah Hyunjin, meski masih sedikit was was.

"Jadi apa?" tanyanya.

Hyunjin kini sudah menghadapkan badannya ke arah Lucy. "Kau bisa melihat arwah?"

Lucy menggeleng pelan, "Makannya aku heran saat melihatmu."

"Tidak perlu heran. Gadis yang memberitahuku bilang kalau kau bisa melihat ku hanya pada saat jam dua belas. Lewat atau kurang dari itu tidak bisa."

Ah, sekarang Lucy tahu kenapa si gadis misterius yang kemarin ia temui bilang untuk terjaga di jam dua belas malam.

"Terus aku harus bantu dengan cara apa?" tanya Lucy lagi, memperjelas arah pembicaraan mereka mengingat jam sudah hampir pukul satu.

"Aku tidak tahu. Hanya bantu aku untuk kembali ke badanku," katanya.

Lucy semakin pusing saja dengan lelaki di hadapannya ini. Di tambah lagi, belum sempat ia kembali bertanya, si lelaki Hwang sudah menghilang terlebih dahulu dari hadapannya.

"Ugh—aku bisa frustasi kalau begini caranya!" umpatnya sebelum kembali tidur.

[]

✓ Awake | H.HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang