Kali ini aku sama sekali tidak tidur. Berakhir menghadap Hyunjin dengan setengah mengantuk seperti saat ini.
Sebenarnya aku ingin mengatakan tentang amplop yang tempo hari ku temukan di lokernya. Entah karena terlalu semangat atau apa, tapi rasanya si rasa kantuk tidak datang padaku.
Dan di siniliah aku sekarang. Di dalam kamarku bersama dengan Hyunjin yang sibuk membolak balik amplop misterius itu.
"Ah molla!" ia menghempas amplop itu ke arahku setelah lama mengamatinya.
"Wae?" Alisku bertaut saat Hyunjin justru ikut bingung dengan presensi amplop itu.
"Aku tidak ingat apapun tentang ini," katanya frustasi.
"Mworago? Tapi bagaimana bisa? Bukankah amplop ini ada di lokermu? Seharusnya kau tahu soal ini."
Hyunjin mendelik kesal padaku, "Sudah ku bilang aku tidak ingat tentang benda ini."
Aneh sekali. Seharusnya Hyunjin tahu soal ini. Kunci loker hanya di pegang oleh Hyunjin atau aku. Dan seharusnya loker selalu terkunci kalau tidak di gunakan.
"Seolma....."
Apa jangan jangan ingatan Hyunjin yang berkaitan dengan semua petunjuk ini terhapus? Secara tiba tiba?
"Apa? Ada apa?" Hyunjin terlihat cemas menunggu lanjuta kalimatku, mungkin melihat wajahku yang juga sudah seperti orang putus asa.
"Tidak mungkin kalau ingatanmu terhapus 'kan? Maksudku yang berkaitan dengan semua ini."
Hyunjin diam seperti mencoba mencerna rentetan kalimat yang baru saja keluar dari mulutku. Kemudian ikut memasang wajah lesu sama sepertiku.
"Bagaimana kalau iya?" katanya.
Aku berdecak kesal, "Berarti kita harus berusaha ekstra."
Sampai di sini semuanya semakin membingungkan dan memusingkan. Tapi aku hampir saja melupakan satu hal lagi yang seharusnya ku tanyakan pada Hyunjin.
"Kau kenal Felicia Hwang? Ada tulisan itu di ujung amplop," kataku sambil mengambil alih amplop itu dan menunjukkan tulisannya.
"Noona...."
"Ha?" Aku memasang tampang bingung saat Hyunjin menyebut kata 'noona'
"Dia noona ku. Felicia Hwang itu nama noona ku," jawabnya.
Tunggu!
Kalau itu nama noona nya, berarti—
"Chamkaeman! Kau bilang dia noona mu? Berarti kau sempay mencari tahu soal dia? Untuk apa?"
Hyunjin kelihatan memikirkan ucapanku. Kemudian menggeleng lesu.
Ah, aku hampir lupa dia tidak ingat.
Kalau dia ingat mungkin kami bisa menyelesaikan masalah ini lebih cepat.
"Sudahlah. Apa sebaiknya kita menyerah?"
Aku refleks mengeluarkan death glare padanya. Seandainya itu tidak akan berefek apapun padaku. Seandainya kalau kami bisa semudah itu menyerah. Tapi memangnya hanya nyawanya yang di pertaruhkan?!
"Kalau kau mau menyerah lalu aku bagaimana? Aku harus mengikuti jejakmu untuk mati, begitu?!"
Emosiku tersulut begitu saja. Memang terdengar berlebihan, tapi ini menyangkut nyawa. Tidak ada yang berlebihan kalau itu menyangkut nyawa. Dia bisa dengan mudahnya mengatakan menyerah. Tapi di sini ada dua nyawa yang di pertaruhkan. Dan parahnya lagi, salah satu di antaranya itu adalah nyawaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Awake | H.Hyunjin
Misteri / Thriller"αωαĸe, αnd мeeт нιм every мιdnιgнт." Di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, Lucy mendadak dapat undangan ke sebuah tempat, sekaligus undangan yang akan merubah hidupnya dan hidup satu orang lagi-teman sekelasnya, Hwang Hyunjin. ©sugarl...