Gemricik air hujan terdengar samar samar dari balik jendela kelas Hyunjin. Siswa lainnya sudah keluar kelas lebih dulu, meski belum boleh pulang. Hanya Hyunjin yang masih stagnan di kelas. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya sejak tadi pagi. Ini firasat atau apa, tapi Hyunjin merasa ada yang tidak beres.
"Bro!"
Pandangannya beralih dari jendela kelas menuju Felix dan Han yang menghampirinya.
"Belum pulang?" tanya Han di balas gelengan oleh Hyunjin.
"Kalau kalian mau bolos sana berdua saja. Aku mau menunggu waktu pulang sekolah," ucapnya.
Sejujurnya baik Han maupun Felix sama sama bingung. Tidak biasanya Hyunjin seperti ini. Kecuali untuk dua alasan. Vallery Hwang-sang kakak- dan Adora Park-sepupunya.
"Kau mau mengantar siapa? Tuan putri Vallery Hwang atau nona Adora Park?" ledek Felix.
Hyunjin hanya menggeleng tanpa mengubah air muka cemas nya. "Pulang saja dulu. Aku sedang ingin di sekolah."
Kalau sudah begini, tentu saja Han dan Felix sama sama tahu kalau sahabat mereka yang satu ini sedang banyak pikiran. Jadi daripada memancing keributan, mereka menurut pulang lebih dulu dari sana. Hingga Hyunjin kembali sendiri di kelas luas itu.
Bel pulang berbunyi bersamaan dengan berhentinya hujan di luar sana. Sesuai ucapannya, lelaki itu langsung pulang ke rumah begitu bel berbunyi.
Tentu saja tidak dengan bus, taksi, atau jalan kaki. Hyunjin itu termasuk pangeran sekolah yang akan ke sekolah dengan motor kebanggaan nya atau mobil sport kesayangannya. Jadi sudah bukan rahasia kalau di parkiran motor saja ia jadi sorotan. Bagi para gadis itu, Hyunjin sedang memakai helm saja pesonanya sudah naik berkali kali lipat.
Sore itu, sejauh yang Hyunjin ingat, ia sama sekali tidak mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Hyunjin memang begitu. Baginya keselamatan adalah nomor satu. Karena dulu sekali, kakaknya pernah bilang, kalau apapun yang terjadi Hyunjin harus dalam keadaan baik baik saja. Hyunjin paham, mungkin kakaknya hanya khawatir padanya. Awalnya ia sedikit menyepelekan itu. Semuanya sebelum ia mendapat kabar kalau sang kakak tewas di tikam.
Sore itu juga, meski jalanan agak licin, tapi tidak ada masalah apapun dengan Hyunjin. Setidaknya ia sudah setengah perjalanan menuju rumahnya saat itu. Tapi mendadak semuanya buram. Hyunjin merasa kepalanya pening bukan main. Pandangannya buram hingga ia tidak bisa melihat dengan jelas.
Dan BAAM!
Motornya terhempas setelah menabrak truk besar yang kebetulan mengebut. Hyunjin tidak bisa merasakan apapun selain ngilu di sekujur tubuhnya. Serta mencium aroma anyir dari darah yang mengalir di kepala dan bagian tubuh lainnya. Setelah itu semuanya menjadi gelap. Hyunjin kira firasatnya benar. Ada yang akan terjadi hari itu.
-
Vallery masih belum bisa berhenti merapalkan doanya semenjak pertama mendapat kabar mengenai kecelakaan adiknya. Mark yang saat itu bersama Vallery juga ikut panik.
"Ya tuhan. Aku mohon selamatkan Hyunjin." Entah sudah yang keberapa kalinya Mark mendengar kata kata itu keluar dari mulut Vallery.
Beberapa menit di landa ketakutan dalam kabar yang belum pasti, akhirnya dokter yang menangani Hyunjin keluar dari ruang operasi dengan wajah kacaunya. Mungkin kalau saat ini Vallery tidak dalam kondisi panik dan takut akan kondisi adiknya, mungkin saja ia akan memuja wajah tampan sang dokter muda yang baru keluar dari ruang operasi itu. Tapi kalian tentu tahu kalau bahkan saat ini Vallery tidak bisa memikirkan hal apapun selain keselamatan adiknya.
"Hyunjin dalam kondisi yang kritis untuk saat ini. Kemungkinan besar dia akan menjalani masa koma. Saya harap anda kuat dengan kenyataan ini, setidaknya ia masih punya kemungkinan hidup."
Vallery memejam, berusaha menguatkan dirinya sendiri sembari membiarkan liquid bening di matanya menetes keluar. Sementara Mark merangkul badannya, memberi tepukan ringan di punggungnya guna menenangkan gadis itu.
"Kemungkinan hidupnya hanya sedikit. Tapi kita harus tetap berdoa. Mungkin saja tuhan punya kehendak lain," kata si dokter lagi sebelum berlalu pergi dari sana.
Mark masih berusaha menguatkan Valley saat gadis itu roboh. Semakin gencar mengeluarkan air matanya meski tanpa suara dari mulutnya.
-
Yang Hyunjin tahu saat ia membuka mata adalah, badannya jauh lebih ringan dari sebelumnya. Tidak tahu juga kenapa. Ia hanya merasakan badannya yang mendadak seringan kapas. Lebih heran lagi, saat mendapati tubuhnya mulus tanpa luka.
Bukannya ia baru saja kecelakaan?
Hyunjin tahu ada yang aneh. Sekalipun tidak, tapi ini terlalu mustahil. Dengan perlahan ia turun dari ranjang rumah sakit. Lihat? Bahkan dirinya ada di rumah sakit. Untuk apa seseorang berada di ranjang rumah sakit kalau bukan karena sakit?
Pertanyaan itu terjawab saat Hyunjin membalikkan badan, menemukan dirinya sendiri terbaring lemah dengan alat alat medis yang melekat di tubuhnya.
Ia koma.
Itu yang bisa Hyunjin simpulkan saat melihat penampakan di depan matanya. Masih dalam keadaan setengah bingung, tiba tiba saja pintu ruangan tempatnya berada terbuka, menampilkan sosok perempuan-bukan dokter-yang menghampirinya.
"Kau pasti bingung 'kan? Kenapa ada di sini, kenapa bisa terpisah dari badanmu, kenapa aku bisa melihatmu. Machi?" kata perempuan tadi.
(*Benar?)Tanpa menunggu balasan Hyunjin, si perempuan kembali bersuara, "Dengar. Kau tidak perlu bingung tentang itu semua. Ada yang lebih penting ketimbang itu-"
"-Temui Lucy Huang. Setiap jam dua belas malam kalian bisa bertemu. Minta dia membantumu kembali ke dalam tubuhmu," katanya lalu tersenyum sekilas sebelum pergi begitu saja meninggalkan Hyunjin yang masih mematung belum paham.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Awake | H.Hyunjin
Mystery / Thriller"αωαĸe, αnd мeeт нιм every мιdnιgнт." Di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, Lucy mendadak dapat undangan ke sebuah tempat, sekaligus undangan yang akan merubah hidupnya dan hidup satu orang lagi-teman sekelasnya, Hwang Hyunjin. ©sugarl...