5. The Huangs.

91 18 2
                                    

Masalahku yang belum selesai sepertinya akan bertambah lagi. Sore tadi appa sudah memberi tahu kalau ia akan pulang bersama Justin—adikku yang tinggal bersamanya di China.

Sebenarnya aku senang karena keluarga ku akan lengkap. Apalagi appa bilang mereka akan menetap di Korea mulai sekarang.

Yang jadi masalah hanya satu. Si Justin Huang yang cerewet dan rewel sekali kalau bersamaku. Bisa ku bayangkan ia yang akan merengek ini dan itu padaku.

Aku tahu ia sudah cukup besar. Bukan anak kecil umur dua belas tahun seperti saat terakhir kali kami bertemu. Tapi tetap saja sedikit was was kalau sifatnya masih ada hingga sekarang.

Ah! Aku lupa bilang satu hal!

Adikku yang satu itu spesial. Dia punya indra keenam. Tentu saja bisa melihat hantu dan sejenisnya. Dan itu artinya kabar baik bagiku, karena aku tidak perlu bangun jam dua belas malam hanya untuk berkomunikasi dengan Hyunjin. Aku bisa menjadikan Justin sebagai perantara.

Tapi entah kenapa aku sedikit takut untuk melibatkan Justin dalam permasalahanku. Jadi mungkin aku akan mengurungkan niat itu nanti.

Sekarang sudah jam tujuh malam dan aku masih duduk di teras. Menunggu mobil milik eomma memasuki rumah. Eomma tadi sudah berangkat ke bandara lebih dulu. Jadi aku hanya tinggal menunggu eomma pulang sambil membawa Justin dan appa.

Lima belas menit kemudian sorot lampu dari mobil eomma sudah menembus celah pagar besar rumahku. Deru mesinnya juga sudah terdengar sejak tadi. Lalu sepersekian detik kemudian, pintu gerbang terbuka oleh satpam di rumahku, dan masuklah mobil eomma ke dalam.

Aku sedikit berjingkrak senang saat Justin turun dari dalam mobil dan menghampiriku. Justin memang sudah besar. Ia tumbuh dengan baik menjadi lelaki yang tampan.

Justin berlari kecil ke arahku dan langsung menghambur memelukku. "Noona, bogosipda."

Aku tersenyum tipis, balas memeluknya. "Naddo bogosipda."

Sementara aku dan Justin berpelukan, Renjun muncul dengan dua koper besar di tangan kanan dan kirinya. Ia tersenyum tipis melihat interaksiku dengan Justin. Jelas ia tahu kalau kami saudara dekat yang terpisah bertahun tahun.

"Anak appa sudah besar ya. Makin cantik saja." Appa juga mendadak muncul di samping Renjun. Memaksaku untuk mengurai pelukan dengan Justin dan bergantian menghambur ke pelukannya.

"Appa, aku senang kalian pulang," kataku.

Acara kami harus terhenti saat eomma menggiring kami semua masuk ke dalam.

Aku benar benar tidak bisa melepas senyumanku sejak pertama tadi. Rasanya senang sekali melihat keluarga ku lengkap seperti ini. Sejenak, aku melupakan masalahku. Ada rasa lega di hatiku yang menutupi rasa was was itu.

Kami berkumpul bersama di ruang tengah saat Justin dan appa selesai membereskan barang barang mereka. Justin ternyata belum berubah, masih sama manjanya saat bersama denganku. Tapi ia akan jadi cuek sekali kalau berhubungan dengan Renjun.

"Noona," panggil Justin.

Aku hanya menoleh dan menaikan satu alis memberi isyarat padanya untuk mengatakan apa yang akan ia katakan.

"Aku melihat hantu di sebelahmu," cicitnya pelan sambil meringis kecil.

Awalnya aku kaget, agak takut juga. Tapi setelah ku pikir lagi, bukankah Hyunjin juga ada di dekatku? Siapa tahu saja itu Hyunjin.

✓ Awake | H.HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang