"Krystal!"
Teriakan itu membuat gerakan sang gadis terhenti. Dia baru saja masuk ke dalam apartment saat seseorang memanggil namanya. Perlahan, dia membalikan tubuh dan membelalak kala melihat sosok yang seharusnya tidak berada di sini saat ini.
"Mia?!" pekiknya kencang dengan wajah bingung. "Kau ... bagaimana bisa kau berada di sini?"
"Aku?" Gadis yang bernama Mia itu berlari dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, lalu berhambur memeluk Krystal. "Aku melarikan diri setelah terisolasi di negara yang bahkan bahasanya tidak bisa aku mengerti."
Dahi Krystal mengernyit kala mendengar penuturan Mia, ia menarik tubuh sahabatnya hingga pelukan mereka terlepas, lalu saat mata mereka berdua beradu pandang Krystal bertanya, "Maksudmu, kau merelakan semua beasiswamu di Thailand, hanya untuk kembali kemari?"
Mia mengangguk pelan, seolah tanpa beban. Sedangkan dagu Krystal jatuh ke bawah, menganga. Tak percaya dengan keputusan yang Mia ambil.
"Kau ... kaubilang ingin sekali belajar di sana. Kaubilang ... Thailand negara impianmu, tetapi kenapa bisa kau melepaskannya begitu saja, Mia? Kau gila?!"
"Slow down, aku tidak gila." Mia menarik napasnya lalu berjalan masuk ke dalam apartment, menjauh dari Kyrstal. Dia duduk di tepian sofa serba hitam milik sahabatnya lalu membaringkan tubuh. "Aku hanya melepaskan sesuatu yang tidak bisa kugenggam. Sesuatu yang memang seharusnya bukan untukku. Kau tahu, hal yang dipaksakan itu tidak baik, bukan?"
"Apa maksudmu? Kau berusaha keras kemarin, dan kau pantas menerima beasiswa itu. Lalu, kenapa kau tinggalkan semuanya dan kembali ke sini?"
Krystal masih tidak bisa terima dengan keputusan Mia yang kembali ke New York, padahal dia bilang dia ingin sekali belajar di Thailand karena Papa dan Mama gadis itu bertemu dan jatuh cinta di sana.
Katanya, dia ingin merasakan hal yang sama, karena itu Thailand menjadi negara impian Mia yang sudah ia idam-idamkan bahkan sejak mereka masih sekolah.
Krystal tahu betul Mia belajar keras dengan otaknya yang pas-passan untuk mengejar semua materi pelajaran yang bahkan tidak ia mengerti, mengingat dia baru memulai kembali jenjang pendidikannya di usia 26 tahun.
"Apa maksudnya? Bukankah aku sudah menjelaskan segalanya?" Dahi Mia mengernyit. "Dan bisakah kau berhenti bertanya? Aku lelah. Bagaimana kalau kita ke club saja malam ini?"
Krystal menghela napas, sejujurnya dia masih belum puas dengan jawaban atas pertanyaannya. Rasanya Mia berbohong padanya, entah kenapa Krystal merasa demikian.
Akan tetapi, karena tidak ingin memperpanjang masalah, Krystal memutuskan untuk percaya saja. Toh, dengan kembalinya Mia, dia jadi tidak sendirian lagi di apartment mewah nan luas ini. Setidaknya ada yang menemani Krystal. Kepergian Mia sempat membuatnya kesepian, meski punya keluarga, Krystal selalu merasa sendiri.
"Club? Aku tidak bisa. Besok aku harus bekerja."
"Bekerja?" Mia yang tadinya berbaring langsung berdiri tegap setelah mendengar perkataan Krystal. "Maksudmu, besok kau akan bekerja di perusahaan Papamu? W&M Group? Bersama Kakakmu yang tampan?"
Krystal memutar bola mata, Mia dan dia memang sudah bersahabat sejak mereka masih sekolah, dan sejak dulu Mia selalu mengagumi Kevin—kakak kandung Krystal yang saat ini berstatus sebagai CEO perusahaan W&M Group.
Sebatas mengagumi, karena sejauh ini Mia tidak pernah berusaha mendekati Kevin. Hal itu juga sedikit tidak mungkin, karena sepengetahuan Krystal, Kevin hanya mencintai satu wanita di dalam hidupnya, meski manusia yang dicintai kakaknya itu telah pergi meninggalkannya.
"Tidak. Aku tidak akan bekerja untuk perusahaan Papaku, kau tahu, aku tidak mengerti apa-apa soal bisnis." Krystal menghela napas. "Aku akan bekerja dengan perusahaan Aendrov mulai besok. Sebagai bodyguard dari CEO-nya."
Mata Mia yang awalnya sudah mengecil, kembali membulat sempurna karena perkataan Krystal. Dengan mulut yang menganga dia berkata, "A-apa? Bodyguard katamu?"
Krystal mengangguk pelan. "Ya, sepertinya mulai besok aku akan mengurus seseorang, dan aku sangat senang."
"Hah? Kenapa?" tanya Mia heran.
"Apanya yang kenapa?" balas Krystal tidak kalah heran.
"Maksudku, kenapa kau senang? Ini tidak seperti dirimu. Biasanya kau cenderung biasa saja saat lelaki tampan mendekatimu, tetapi hari ini kau bilang sendiri ... kalau kau senang karena mau mengurus CEO itu. Katakan padaku, apa dia tampan? Sehingga ia bisa membuat seorang Kyrstalie Belle yang biasanya dingin pada pria bersikap seperti ini?"
Krystal menghela napas, lalu ia berjalan mendekati Mia dan menoyor kepala gadis itu hingga ia kembali terbaring di atas sofa. Tenaga yang kuat, untuk ukuran towelan.
"Berhenti berkhayal, Mia Anderson. Kau tahu sendiri, aku belum pernah jatuh cinta, dan mungkin tidak akan pernah. Karena itu, tidak mungkin aku senang hanya karena dia ... seorang CEO."
"Tapi dia tampan?" sela Mia tidak memedulikan ucapan Krystal.
"Katanya begitu." Krystal menjawab malas. Dia bergerak menjauh dari Mia, lalu berdiri di depan kaca, menatapi wajahnya yang memang tampak dingin dan tak bersahabat.
"Kau sungguh wanita beruntung." Mia tidak bisa menyembunyikan rasa irinya. "Jika saja aku punya kesempatan, maka aku akan menukarnya ... dengan menjadi dirimu untuk satu hari saja."
"Kau tidak akan mau." Krystal menoleh sejenak, lalu tersenyum. Senyuman yang mungkin tampak indah bagi orang lain, sayangnya, di dalamnya penuh luka dan kesakitan yang tersembunyi.
Mia terdiam kala melihat ekspresi Krystal. Dia sebenarnya mengerti, kenapa Krystal berkata demikian. Hanya saja, terkadang Mia sering terlalu excited dan kelewat batas kala berbicara.
Dia lupa kalau Kyrstal sulit bercanda dan tidak punya rasa humor. Mungkin hanya dua itu kekurangan Krystal, karena selebihnya ia nyaris sempurna.
"Jadi, kau tidak mau ke club malam ini?" tanya Mia mengalihkan pembicaraan, berusaha mencairkan suasana. Atmosfer tiba-tiba saja berubah menjadi canggung. Mia menyalahkan dirinya sendiri atas kebodohannya. "Hanya sejenak, tidak sampai pagi. Mari bersenang-senang."
"Aku tidak bisa." Krystal menolak. "Aku harus bersiap-siap karena aku tidak mau mengecewakan kakakku, kau tahu, ini kali pertama dia membiarkanku melakukan sesuatu.
"Setelah sekian lama dia hanya membiarkanku bebas tanpa arah, dan membuatku seperti orang bodoh. Untuk pertama kalinya dia memberikanku pekerjaan. Untuk pertama kalinya, kakakku yang selalu terlihat sempurna butuh bantuanku, untuk pertama kalinya, dia memercayaiku akan sesuatu dan aku tidak ingin mengecewakannya. Karena setelah sekian lama ... akhirnya dia menganggapku ada."
Mia menelan salivanya kasar setelah mendengar jawaban Krystal yang memilukan hati. Niat memecah kecanggungan, pertanyaannya justru berujung pada sesuatu yang lebih sensitif.
Benar, Krystal memang tidak pernah dekat dengan Kevin. Atau tepatnya, Kevin membuat jarak di antara mereka berdua.
Kakak Krystal yang terlalu bersinar itu nyaris tidak pernah menganggap Krystal ada di dunia ini, sebesar apa pun kasih sayang dan pengorbanan yang Krystal lakukan, Kevin tidak pernah menganggapnya ada.
Namun, meski demikian, Krystal masih sangat menyayangi Kevin. Lebih dari segalanya, gadis itu menganggap kakaknya sebagai panutan hidup.
"Tetapi, kenapa kakakmu memintamu untuk menjadi bodyguard dari CEO Aendrov? Maksudku, apa hubungan CEO itu dengan kakakmu? Apa mereka bersahabat?"
Krystal terdiam mendengar pertanyaan Mia. Hal itu tidak pernah terlintas di benaknya. Satu minggu lalu, dia terlalu riang saat kakaknya mengajaknya bertemu dan memberi Kystal sebuah tugas yang dia anggap sangat penting.
Akan tetapi, baru hari ini dia menyadari, kalau ia tidak tahu alasan Kevin tiba-tiba memintanya untuk menjadi bodyguard dari CEO perusahaan lain. Di saat, Krystal sendiri bahkan tidak pernah dianggap sebelumnya.
Tiba-tiba saja, Krystal jadi sangat penasaran.
Sebenarnya, apa alasannya?
—His Protector—
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS PROTECTOR
Romance[Follow dulu untuk kenyamanan bersama, sudah selesai🙏] Book I, His Protector Book II, Her Savior Dihapus sebagian demi kepentingan penerbitan. Diwajibkan baca HIS PROTECTOR dulu sebelum baca Her Savior! -•-• William Aendrov & Krystalie Belle BLURB...