His Protector - 20

6.6K 513 15
                                    

Aku menulis ini dengan ide yang mengalir di kepala saja, tanpa plot yang pasti.

Semoga kalian masih suka~


***


Akhirnya weekend tiba setelah minggu panjang yang membosankan. Krystal tersenyum senang kala ia mendapati kalau hari ini dia tidak harus menemani William bekerja. Well, sebenarnya ia bukannya tidak senang, hanya saja menurut Krystal rutinitas atasannya itu terlalu monoton, membuat ia terkadang tak bisa menahan kantuk yang menyerang.

Bangun, sarapan, bekerja, meeting, bekerja, pulang, dan makan malam. Hal itu selalu mereka berdua ulangi belakangan ini. William terlihat tidak bosan dengan semua rutinitas itu, tetapi berbeda dengan Krystal. Inilah alasannya ia tidak pernah tertarik dengan dunia bisnis, mereka membosankan.

Gadis itu bangun dari tempat tidurnya dan merapikan ranjang, lalu ia membersihkan wajah serta menyikat gigi sebelum keluar dari kamar. Mungkin ia akan pergi dengan Mia hari ini, sesuai janjinya untuk pulang kala akhir pekan tiba. Ia mengintip keluar dan menemukan kalau William tidak ada di ruangan tengah. Kemudian, Krystal melirik ke arah jam dan menemukan kalau sekarang sudah pukul sembilan.

Biasanya, William bangun lebih awal daripada Krystal. Jadi, apa mungkin lelaki itu masih terlelap jam segini?

"Kau sudah bangun?" Suara berat itu mengagetkan Krystal, membuatnya tersentak dan refleks menoleh. Ia menemukan William tengah berdiri di belakang gadis itu dengan setelan pakaian yang tampak kasual dan tas punggung yang cukup besar, seolah lelaki itu hendak pergi ke suatu tempat. "Aku berniat membangunkanmu tadi, tetapi kupikir ... masuk ke dalam kamar seorang gadis bukan perilaku yang sopan."

Krystal termangu, kata-kata William selalu sopan dan perhatian. Ia harus membiasakan diri, karena entah kenapa belakangan ini pipinya lebih sering memanas daripada biasanya. Sungguh, ini aneh. Seperti bukan dirinya saja. Ia tidak bisa mengontrol perasaan sendiri.

"Kau mau pergi?" Mengabaikan perkataan William, Krystal justru melempar pertanyaan baru. "Ke mana?"

"Memancing." William menunjuk ruang pojok dengan jarinya, dan Krystal menemukan peralatan memancing di sana. Ia tidak pernah melihat benda itu sebelumnya, di mana ia disimpan sebelum ini?

"Memancing? Sendirian?" Krystal menaikkan alisnya. Sekarang adalah musim gugur, udara jadi agak dingin daripada biasanya. Winter sebentar lagi tiba, dan benarkah memancing adalah kegiatan yang menyenangkan dengan cuaca seperti ini? Bukankah kegiatan itu lebih cocok dilakukan saat udara panas?

"Aku mau mengajakmu, kalau kau mau, sih." William menatap mata Krystal lurus, dan menilai kalau gadis itu masih mengenakan pakaian tidur. "Tetapi kalau kau tidak mau ... juga tidak apa-apa. Ini weekend, aku tidak mau memaksamu."

Memang benar, ini bukan hari kerja dan Krystal seharusnya ia bisa berjalan-jalan dengan Mia hari ini, tetapi bukankah ia tetap memiliki kewajiban untuk menjaga William, meski ia tidak sedang bekerja?

"Aku ...." Krystal menimbang-nimbang sejenak, lalu gadis itu mengangguk pelan kala ia sadar kalau kegiatan yang lelaki itu lakukan hari ini tidak semembosankan biasanya, jadi bukankah tidak ada salahnya ia ikut? Lagipula ia tidak pernah memancing, mungkin ia bisa mendapat pengalaman baru hari ini. "Ikut."

"Oke." William menjawab dengan nada yang lebih tinggi, tanda bahwa dia senang. "Mandilah, dan bersiap-siap. Aku akan menunggu di sini. Aku menyiapkan telur dan bacon untuk sarapan, kuharap kau suka."

"Baiklah ...." Krystal menggangguk, lalu masuk ke dalam kamar. Bersiap-siap untuk pergi dengan William yang masih setia menunggu di luar.

***

Krystal tidak punya baju yang cocok, jadilah ia hanya menggunakan kaos hitam dengan lengan pendek, dan celana jeans senada. Rambutnya hari ini ia cepol ke atas, tak lupa ia juga menggunakan make up seadanya, untuk menutupi kantong mata yang terkesan hitam di bawah mata.

William tampak santai dengan kaos navy blue­-nya yang bertuliskan 'Love Hard, Play Hard'. Lelaki itu menyetir sembari sesekali bersenandung kala lagu Bee Gees yang berjudul How Deep is Your Love melantun pelan. Sekarang mereka tampak seperti orang yang mau piknik, dan sebenarnya ide ini bukan hal yang buruk setelah keduanya menjalani minggu yang panjang dengan rutinitas membosankan sebelumnya.

"Kau sudah memeriksa cuaca? Apa kau yakin hari ini tak hujan?" Krystal mengalihkan pandangannya yang awalnya menatap jalan ke arah William. Mereka saat ini berniat mengunjungi Beaver Island State Park yang terletak di 2136 West Oakfield Road, Grand Island New York. Jarak yang lumayan jauh dari apartemen William.

"Tidak, katanya sih, tidak hujan." William menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. "Kuharap begitu, tetapi kalau hujan pun aku tidak apa-apa ... kau tahu, aku merasa harus menghilangkan trauma ini, sedikit demi sedikit."

"Iya ... kupikir juga begitu," gumam Krystal menyetujui. "Kau tidak bisa terus-menerus takut, karena hal itu tidak baik untuk dirimu sendiri."

"Kau juga berpikir demikian?" William menaikkan alisnya dan menatap Krystal sekilas. "Kupikir aku bisa melakukannya, sedikit demi sedikit."

"Bagaimana caranya? Mendengarkan lagu? Bukankah katamu itu tidak efektif?" Krystal memiringkan kepalanya, heran.

William menarik senyum, wajah, hidung, alis, bahkan rahang lelaki itu tampak sempurna dari samping. "Kupikir asal kau menemaniku saat hujan, aku bisa melakukannya."

"Heh? Aku?" Krystal membulatkan mata, merasa tak percaya atas apa yang ia dengar. "Tapi ... bagaimana caranya? Terakhir kali saja aku tidak tahu bagaimana menenangkanmu selain ... dengan cara memeluk."

Krystal memang berjanji untuk menemani William setiap kali hujan datang, tetapi ia tidak pernah berjanji untuk menghilangkan trauma lelaki itu hanya dengan kehadirannya.

"Itu cukup efektif ...." William menggantungkan kalimatnya di udara, membiarkan hening menerpa mereka untuk sesaat. Hanya ada alunan musik kuno yang terkesan lembut, membuat Krystal terpaku di tempat. "Apa aku egois, jika aku memintamu untuk memelukku ... setiap kali petir datang?"

Pertanyaan macam apa itu? Krystal merasa kepalanya pening, ini bukan masalah peluk memeluk yang membuat ia keberatan. Melainkan, soal perasaan aneh yang terus menyerang ia belakangan ini karena William. Ia yakin, ia bukannya jatuh cinta pada lelaki itu. Tidak, ia tidak mungkin memberikan hatinya secepat itu pada seorang pria. Namun, kenapa perkataan William terus-menerus membuat pipinya memerah?

Apa lelaki ini berbohong kala ia mengatakan ia masih perjaka? Karena pada nyatanya, ia sangat pandai menggoda wanita. Ia bisa memposisikan dirinya dengan baik, dan ia mampu membuat perempuan mana pun terbuai akan pesona lembut yang ia miliki.

"Itu ...." Krystal bingung mau menjawab apa. "Aku ... tidak tahu harus berkata apa."

"Aku tidak akan memaksamu, kau tahu," gumam William. "Aku hanya ingin berusaha menghilangkannya, dan sebenarnya aku membutuhkan bantuanmu untuk melakukan hal itu. Namun, kalau kau tidak mau, tentu saja aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin, kau masih takut padaku karena aku adalah pria asing dan kau adalah seorang gadis. Hal yang wajar."

William memahami ia, ia mengerti kalau Krystal sekarang sedang menganggap lelaki itu sebagai 'pria' bukan hanya sekadar atasan. Ini sungguh gila, dan Krystal tidak bisa mendeskripsikan perasaannya dengan kata-kata. Ingatannya kembali melayang pada perjodohan yang Kevin dan Helena rencanakan, bahkan hal itu sepertinya belum mereka katakan pada William meski Krystal sudah tahu segalanya.

Sebelum perjodohan dimulai saja, dia sudah ketar-ketir sendiri akan sikap lelaki itu. Bagaimana kalau rencana gila itu dijalankan?

Pada akhirnya nanti, apa Krystal bisa ... bertahan dari pesona atasannya ini?

***

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang