Ini panjang, jangan lupa vote dan komen!
Hari ini cuma sekali, ya.
Semoga suka.
***
Krystal berdiri sembari menatap pantulan dirinya yang tampak canggung di depan kaca dengan pandangan bingung. Ia sudah sampai di tempat yang Kevin tentukan, dengan setelan kemeja hitam dan celana jeans senada yang membungkus tubuh rampingnya sempurna.
Sudah tiga menit sejak gadis itu berdiri di sana, tidak berani masuk. Ia tahu kalau Kevin sudah sampai, sekilas tadi ia melihat siluet lelaki itu dari balik kaca transparan. Meski sudah lama tak berjumpa, tetapi Krystal masih bisa mengenalinya dengan baik.
Well, sejujurnya, dia tidak pernah tahu apa alasan orang tua dan kakaknya begitu mengasingkannya dari keluarga ini. Bahkan, sejujurnya nama belakang dia dan Kevin saja berbeda. Hal itu sempat menjadi pertanyaan besar bagi Krystal, dan kalau boleh jujur ... sampai sekarang pun dia masih bingung.
Apa dia anak angkat? Kemungkinan itu selalu terlintas di benaknya. Namun, kemiripan di bagian mata di antara Krystal dan sang Ayah menampik fakta itu kuat-kuat. Yah, kalo boleh jujur Papanya sebenarnya agak sedikit peduli pada Krystal—kalau dibandingkan dengan sang Ibu dan Kakak.
"Kau bisa, tentu saja, Krystal. Kau pasti bisa." Krystal menyemangati dirinya sendiri dan tersenyum. Ia tahu beberapa pengunjung merasa risi dengan tingkahnya yang aneh—berdiri di depan kaca dekat pintu masuk sembari berbicara sendiri.
Gadis itu mendorong pintu masuk, membuat lonceng berbunyi pelan. Kafe ini terkesan kuno dengan desain dan perabotannya yang sama sekali tidak mengikuti perkembangan zaman—tidak seperti tempat lain yang sudah mulai modern dengan menyediakan background aesthetic yang sangat bagus kalau dipakai untuk foto.
Krystal mengedarkan pandangannya dan menemukan Kevin, tengah duduk di kursi yang tersedia untuk dua orang. Menyeruput kopinya pelan, sembari melirik ponsel. Lelaki itu berdiri membelakangi Krystal.
"Kak ...." Krystal memanggil kakaknya kala ia sudah sampai dan duduk di depan lelaki itu, membuat Kevin mendongak. Mata hazel milik kakaknya itu bersinar dominan—warna yang persis dengan sang ibu. Indah sekali, Krystal iri. Seandainya saja netranya sebagus itu, mungkin dia akan jadi wanita yang paling bahagia di bumi.
"Oh, kau sudah datang." Kevin melirik Krystal sejenak dan kembali menatap ponselnya. Membuat gadis itu merasa bingung dan duduk di tempat secara canggung.
Situasi aneh itu sedikit terselamatkan kala seorang pelayan datang menghampiri meja mereka, Krystal memesan segelas teh melati hangat karena langit tampak mendung lagi siang ini. Semoga saja hujannya tidak sederas kemarin, dia sedikit kasian dengan William. Pasti sangat tidak enak ketakutan setiap kali bulir-bulir bening itu turun.
"Apa ... yang ingin Kakak bicarakan?" Merasa diabaikan oleh Kevin yang justru sibuk dengan ponselnya, Krystal memberanikan diri untuk membuka topik. Ini sangat mendebarkan, demi Tuhan! Ia serasa sedang mengobrol dengan seorang idola yang sudah ia kagumi sejak lama.
Saking jauhnya hubungan mereka, Krystal merasa Kevin sudah tidak lagi menyandang status sebagai kakaknya. Ralat, sebenarnya sepertinya Kevin memang tidak pernah menganggap Krystal sebagai adik. Bahkan saat ia di-bully waktu kecil, kakaknya itu sama sekali tak peduli dan lebih memilih untuk pulang demi bermain game.
Menyedihkan? Ya, begitulah kisah hidupnya.
Sebanyak yang Krystal ingat, dia lebih sering sendiri dan bermain dengan para maids-nya. Beberapa dari mereka bahkan dengan terang-terangan menatap ia penuh kasihan. Selama ini, ia sudah berusaha banyak. Namun, tak peduli sekeras apa pun dia mencoba, sepertinya segalanya tidak akan berakhir dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS PROTECTOR
Romance[Follow dulu untuk kenyamanan bersama, sudah selesai🙏] Book I, His Protector Book II, Her Savior Dihapus sebagian demi kepentingan penerbitan. Diwajibkan baca HIS PROTECTOR dulu sebelum baca Her Savior! -•-• William Aendrov & Krystalie Belle BLURB...