His Protector - 18

6.1K 547 20
                                    

double! jangan lupa tinggalkan vote dan komen~

sebelum membaca, follow akunku ya, aku sering ngasih informasi soal naskah soalnya.

thanks!


***


Krystal pulang saat hari sudah larut, ia membeli pasta sebagai menu makan malam saat di jalan tadi karena ia berpikir William mungkin saja belum makan. Sebelum pulang, gadis itu sudah mengisi perutnya dengan beef steak. Ia tidak tahu makanan apa yang William suka, jadilah pada akhirnya ia sembarang memilih.

Oh, jangan salah sangka. Krystal bukannya perhatian pada William, dia hanya merasa bersalah karena seharusnya hari ini dia menemani sang atasan ke pantai. Seperti keinginan lelaki itu. Namun, semuanya harus batal karena pertemuan dengan Kevin. Well, mengingat apa yang baru saja ia lakukan membuat kepala Krystal terasa puyeng. Bagaimana bisa dia mengangguk dan menyetujui perjodohan gila ini?

Ia bahkan tidak bisa menarik lagi segala ucapannya karena sesaat setelah Krystal setuju—yang tentunya tanpa sadar ia lakukan—Kevin langsung menghubungi Helena. Mengabarkan semua hal ini pada sang wanita paruh baya yang bahkan paling semangat dengan perjodohan gila yang tak masuk akal antara ia dan William.

Gadis itu menarik napas dan turun dari taksi kala ia sudah sampai di depan apartmen. Kevin memang tidak mengantar Krystal pulang karena ia sibuk, ia bahkan tidak tahu kalau sekarang Krystal sudah pindah ke tempatnya William. Krystal mengerti kalau kakaknya punya banyak hal untuk dikerjakan, mengingat sebentar lagi seluruh perusahaan Papa akan diwariskan padanya.

Sebelum ia pulang tadi, ia sempat mampir ke minimarket untuk membeli beberapa cemilan karena kemarin ia tidak bisa belanja dengan leluasa. Alasannya simpel, karena Krystal tidak nyaman kala William membayar semua hal yang ingin ia beli. Meski hal itu hanya makanan ringan yang harganya tidak seberapa sekalipun.

Krystal berjalan masuk ke arah lobby kala ia menemukan Huge tengah menyusun surat-surat yang masuk. Lelaki itu sedang sibuk di tempat, membuat Krystal menimbang-nimbang, mau menyapanya atau tidak.

Setelah berpikir kurang lebih satu menit, gadis itu memutuskan untuk naik ke lift secara mengendap-ngendap dan tidak memanggil Huge dalam rangka ia malas berbicara dan ia tidak ingin menggangu kegiatan lelaki itu.

Namun, belum sepuluh detik keputusan itu diambil, tubuh Krystal kembali membeku kala ia mendengar suara bariton yang memanggil namanya.

"Hai, Krystal. Baru pulang?" Huge melemparkan senyumnya yang tampak ramahs sekaligus agak seram di waktu yang sama. Krystal sempat memikirkan ucapan William kemarin, soal jangan terlalu dekat dengan lelaki ini. Namun, cepat-cepat ia tampik segalanya karena ia tahu, Huge sudah banyak berjasa. Lelaki itu membantunya kala ia kesulitan, kenapa pula belakangan ini Krystal merasa sedikit insecure kala berada di dekat dia?

"Iya. Baru saja." Krystal berjalan mendekat dan ikut tersenyum. Dia memiliki kemampuan bela diri, tidak mungkin pula Huge mau melakukan hal yang jahat padanya. Well, kalaupun benar lelaki itu demikian, kenapa ia tidak melakukannya sejak dulu? Dia bisa menyerang kapan saja waktu itu, tetapi ia tidak melakukannya.

"Kau punya beberapa surat." Huge tampak memilah-milah di tempat dan kemudian memberi Krystal beberapa amplop yang tersegel rapi. Ia yakin semua ini milik William. "Ini, kamar 1717, kan?"

"Terima kasih." Krystal menerima surat itu dengan sebelah tangannya. "Kalau begitu aku naik dulu."

Huge hanya mengangguk sebagai jawaban. Krystal tidak memedulikannya dan masuk ke dalam lift. Kala suasana mulai sepi, Krystal mulai memikirkan hal yang ia tidak pikirkan sebelumnya.

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang