His Protector - 14

7.4K 646 17
                                    




KALAU BANYAK YG VOTE DAN KOMEN AKU DABLE UP DEH~


***


Entah karena merasa berterima kasih, atau karena ia sudah terlalu lama tidak keluar hanya untuk sekadar hang out, William merasa sangat bersemangat. Dia menunggu di dalam mobil tanpa protes, bahkan setelah satu jam Krystal naik ke atas. Gadis itu tidak mengizinkannya masuk, mungkin dia merasa tak nyaman karena dari yang William dengar ternyata dia tinggal bersama seorang temannya.

Perhatian William akan lagu yang sedaritadi mengalun harus teralih kala ia menemukan Krystal sudah turun, dengan sebuah kemeja putih yang membungkus tubuh ramping milik gadis itu yang dipadu dengan jeans hitam. Ia memegang sebuah koper besar, sepertinya ia benar-benar akan tinggal dengan William mulai sekarang.

William keluar dari mobil dan berjalan pelan, menghindari percikan air yang masih tergenang setelah hujan deras semalam. Ia membantu Krystal membawa kopernya, dengan sedikit paksaan karena gadis itu awalnya enggan dibantu.

"Terima kasih," kata Krystal dengan wajah tanpa ekspresi, dia masuk ke dalam mobil dan langsung menggunakan seatbelt, disusul oleh William.

"Sekarang, kita langsung ke bioskop?"

"Terserah," kata Krystal tanpa memandang ke arah William, dia lebih memilih untuk menatap ke luar jendela.

Hal itu sedikit aneh, karena Krystal tadi tidak sependiam ini. Apa dia berubah karena ia sudah mandi? Memangnya itu mungkin?

William mengendikkan bahu, memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing. Mungkin Krystal sedang tidak mood dan lebih memilih untuk diam, well, itu pilihannya. Semoga saja nanti William bisa menghibur gadis itu, setidaknya kalau dia benar-benar sedih.

Sedangkan Krystal sendiri termenung di tempatnya. Dia bukannya lagi kesal sampai-sampai ia enggan membuka pembicaraan bersama William. Hanya saja, ia merasa ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia dan William tentu saja tidak memiliki hubungan—seperti yang orang-orang bilang.

Krystal sangat yakin mereka tidak mungkin bersama-sama, apalagi setelah ia memutuskan untuk tidak memberikan hatinya pada siapa pun. Namun, kenapa semua pemikiran itu tiba-tiba goyah hanya karena pertanyaan Mia?

Well, dia tidak menyukai William. Krystal sangat yakin akan hal itu.

Kan, dia tidak mungkin menyukai atasannya sendiri yang bahkan baru ia temui kemarin?

Hal itu bahkan tak terdengar masuk akal. Perasaan nyaman dan tenang saat bersama dengan William ini pasti muncul karena lelaki itu ternyata memiliki sisi hangat yang sangat Krystal dambakan pada Kevin, dulu. Ia punya kepribadian yang bagus, yang membuat semua gadis pun pasti merasa aman kala di dekatnya.

Dia dan aku? Krystal melirik ke arah William sejenak, lalu kembali berpikir. Itu tidak mungkin.

***

Ternyata mal jauh lebih ramai daripada sebelumnya karena matahari sudah naik ke atas kepala dan sekarang adalah jam makan siang. Krystal dan William berjalan beriringan, mereka masuk ke dalam bioskop dan membeli dua buah tiket. Tak lupa, William juga membeli beberapa snack. Mulai dari kentang, soda, dan juga popcorn.

"Kau ... mau makan semuanya?" Krystal mengambil alih soda dari tangan William yang sudah kepenuhan. "Ini terlalu banyak."

"Aku mau membaginya bersamamu." William menarik senyum. "Anggap saja hari ini aku sedang berterima kasih, atas jasamu semalam."

"Oh, itu terdengar ambigu." Krystal mengernyitkan dahi. "Tapi, kau sungguh tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan tugasku."

"Yeah, aku tahu. Aku hanya ingin melakukan ini." William melangkah maju setelah memeriksa nomor berapa theater mereka. Lalu kembali menatap Krystal yang ternyata sedaritadi berusaha menyamakan langkah dengan kaki William yang panjang. "Kau ... tidak akan berteriak kencang dan membuat semua orang menatap kita, kan?"

"Kau berlebihan." Krystal mendengkus dan berjalan terlebih dahulu. Dia meninggalkan William dan duduk di kursi, lalu memandangi lelaki yang menyusulnya dari belakang. Kondisi bioskop masih terang karena tersisa beberapa menit sebelum film dimulai. Sebenarnya, tempat ini lebih sepi dari bayangan mereka. Hanya ada beberapa orang, mungkin karena hari ini bukan hari libur. "Aku bahkan mulai berpikir kalau kaulah yang akan berteriak, Mr. Aendrov."

"Will," koreksi William kala Krystal masih memanggilnya dengan embel-embel. "Dan aku bahkan tidak pernah berteriak sebelumnya, Nona Krystal. Aku bukan penakut, kau tahu."

Krystal mencebikkan bibir lalu mengendikkan bahu. "Kita lihat saja nanti."

Tidak lama setelah percakapan mereka, film mulai terputar dan lampu menggelap. Sebenarnya memang di sini tidak ada banyak orang, tetapi sepasang kekasih yang duduk tepat di bawah William dan Krystal terasa agak mengganggu karena mereka melakukan kegiatan yang tidak seharusnya dilakukan di sini.

Perhatian Krystal terbagi dua, antara film dan sepasang kekasih di depannya. Ia merasa tak nyaman, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Beberapa kali ada jumpscare yang membuatnya nyaris melompat dari kursi karena terkejut, bahkan sesekali gadis itu mencengkeram tangan William refleks. Hal itu membuat sang atasan terkekeh geli, menikmati tingkah gadis di sampingnya yang terkesan lucu.

Sejujurnya, baru pertama kali di dalam hidup William dia nonton berdua bersama seorang gadis. Sungguh, Krystal adalah wanita pertama. Ia tidak memiliki banyak pengalaman. Selain bersama Margo—di Swiss*—waktu itu, ia tidak pernah merasakan kencan sebelumnya.

*baca the bastard that I love

"Jangan ke sana! Jangan ke sana!" seru Krystal pelan kala melihat pemain film itu malah mendekati sumber suara. Padahal jelas di sana tidak ada apa-apa. Dia gemas sekali. "Uh! Kenapa ke sana?! Pasti ada hantu!"

Krystal mulai larut ke dalam film setelah pertengahan, dia bahkan mengabaikan sepasang kekasih di depannya yang sudah sibuk bergulat sendiri di posisi, dan sepertinya William juga tidak peduli. Suasana di antara mereka berdua cair karena keterkejutan Krystal yang terkadang membuatnya menarik atau memegang tangan William tanpa sadar. Dia selalu melakukan hal itu kala terkejut ketika nonton film hantu, dan untungnya sang atasan itu tidak berkomentar banyak dan juga tidak tampak keberatan. Dia hanya terkekeh karena geli.

Kecanggungan kembali merasuk kala ada adegan kissing di antara dua pemain yang hidupnya tengah terancam. Krystal meneguk salivanya, merasa tidak nyaman dengan situasi yang ada. Meski di sini gelap dan dia tidak bisa melihat wajah William dengan jelas, tetapi entah kenapa gadis itu sungguh merasa aneh.

William bahkan tampak biasa saja di tempat—kala Krystal meliriknya dari ekor mata—mungkinkah, lelaki itu sudah pernah melakukannya?

Krystal menggelengkan kepala, berpikir kalau hal itu bukanlah urusannya. Dia berusaha fokus dengan film kembali, sebelum pada akhirnya gadis itu benar-benar kembali tenggelam. Membuat William beberapa kali terkekeh, karena tingkahnya yang absurd.

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang