His Protector - 17

6.9K 528 26
                                    

Tinggalkan vote dan komennya ya~


***


Malam itu, Jeanita harus merelakan kegiatannya diganggu oleh wanita paruh baya yang bahkan wajahnya masih tampak sangat muda, dengan kegaduhan yang ia buat. Gadis itu berencana untuk tidur setelah rentetan meeting yang seharusnya tidak ia jalani, tetapi sekali lagi ia menekan ego dan merelakan waktu demi kelangsungan hidup si sepupu tercinta, William.

"Kenapa? Ada kabar apa?" tanya Jeanita kala ia baru saja membuka pintu dan menemukan Helena tengah menatapinya dengan mata yang berbinar-binar. Seumur-umur ia hidup, baru kali ini Jeanita mendapati sang auntie terlihat sebahagia ini.

Apa perjodohannya berjalan dengan lancar? batin Jeanita bertanya-tanya.

Gadis itu harus mundur dengan teratur saat sang auntie tiba-tiba saja menerobos masuk dan langsung duduk di sofa cokelat di ruang tengah. Jeanita menarik napas, lalu mendudukan pantatnya di tempat yang sama dengan posisi bersebrangan dengan Helena.

"Aku tebak, sepertinya segalanya berjalan dengan lancar, ya?" tanya Jeanita sambil menaikkan alis.

Helena menegapkan tubuh, wajahnya itu masih tampak mulus meski umurnya tak lagi muda. Ia mengangguk antusias lalu berkata, "Aku sudah menghubungi Kevin, pertama kali memang tidak diangkat dan langsung dialihkan pada sekretarisnya. Namun, kala aku menyebut kalau aku dari Aendrov, dia langsung mau berbicara. Kupikir akan sulit meyakinkan kalau ... anakku adalah manusia yang baik, tetapi ternyata dia menerima perjodohan itu dengan tangan terbuka. Dia bilang dia akan berbicara lagi dengan Krystal untuk meyakinkannya."

"Itu belum pasti. Krystal kan belum tentu mau?" tanya Jeanita pelan, ia tidak mengerti alasan Helena sesenang ini kala segalanya belum terjadi. "Lantas kenapa kau sesenang itu?"

"Kevin sudah mengabariku ... aku juga tak sangka dia akan memberikan jawaban secepat itu." Helena menjelaskan, tangan dan kakinya bergerak seirama seolah anggota tubuh wanita itu tengah menggambarkan betapa senangnya sang pemilik sekarang. "Katanya ... Krystal setuju!"

"Itu gila ...." Jeanita membulatkan mulutnya. Ia mengerti kalau Helena antusias dan sangat ingin mencarikan William pendamping, mengingat betapa ... tidak meyakinkannya sang sepupu dalam kehidupan percintaan. Namun, ia tidak pernah menyangka segalanya akan berlangsung secepat ini. Baru tiga hari yang lalu Krystal bekerja pada mereka, dan sekarang ... dia sudah naik pangkat?

"Benar, kan! Aku tidak pernah menyangka kalau William bisa sehebat ini. Memilih wanita yang bahkan sesuai dengan kriteria yang kuinginkan. Wajah asianya itu sangat cantik ... sebentar, biarkan aku membayangkan wajah cucuku kelak." Helena menatap ke atas, seolah ia benar-benar sedang menggambarkan bagaimana keturunan keduanya nanti.

Jeanita menggelengkan kepala, masih merasa bingung dan tak terbiasa dengan keadaan ini. "Kevin itu ... aku masih bingung apa alasannya mempekerjakan adik perempuannya ... satu-satunya untuk menjadi bodyguard, di saat pekerjaan itu sebenarnya tak aman."

"Dia pasti meyakini kalau Krystal adalah gadis yang kuat, dan yang kudengar ... sepertinya dia berniat menyatukan perusahaan W&M dan Aendrov. Itu gila, kami bisa jadi orang yang terkaya di New York kalau semuanya digabungkan."

"Kau benar ... itu gila ...." Jeanita termenung di tempatnya kala ia menyadari perilaku Kevin terasa sedikit aneh sekarang. "Tapi ... kau tidak buru-buru merencanakan pernikahan sejenisnya, bukan?"

"Oh tenang saja ... aku ingin cinta tumbuh di antara mereka dulu." Helena menyunggingkan senyuman. "Kupikir satu bulan cukup, kubiarkan keduanya terbiasa dulu sebelum aku memberitahu kabar bahagia ini."

"Sebulan ...?" Jeanita berpikir lagi, lalu ia menghela napas. Mungkin ini jalan yang terbaik, semoga saja Helena tidak salah mengambil keputusan. "Omong-omong, aku tidak mau menggantikan William lagi, cukup sudah aku merasa lelah karena semua meeting ini."

"Tenang, karena sekarang aku sudah mendapat kepastian, aku akan membiarkan mereka dekat ... secara alami dari pekerjaan. Kau tahu, kebersamaan bisa menumbuhkan cinta." Perkataan Helena itu membuat Jeanita geli. "By the way, apa yang sedang Krystal dan William lakukan, ya? Aku sebenarnya tak menyangka kalau anakku akan mengajak seorang gadis tinggal bersama dengan alasan untuk melindungi."

"Aku juga. Kupikir William akan lebih nyaman tinggal sendirian. Sepertinya Krystal punya sisi yang cocok dengan lelaki itu, jadi mereka mudah akrab." Jeanita mengendikkan bahu.

"Aku ingin menelepon William sebentar." Helena mengeluarkan ponsel dari tasnya dan langsung menekan nomor. Sementara Jeanita hanya terpaku di tempat tanpa berkata apa-apa.

Untuk beberapa saat, keadaan hening. Hanya terdengar suara ponsel yang sedang berusaha menyambung, Helena mengaktifkan loudspeaker jadi pembicaran antara keduanya akan terdengar dengan sangat keras.

"Halooo?"

Itu suara Krystal! Baik Helena dan Jeanita sama-sama membulatkan mata. Mereka tidak pernah melihat orang lain memegang ponsel William sebelumnya. Atau lebih tepatnya, William memang tidak pernah berdekatan dengan manusia lain sehingga ... baru kali ini, ada perempuan yang menjawabkan telepon hanya untuknya.

Saking anti sosialnya William, ia bahkan mengorbankan Jeanita untuk mengurus soal pekerjaan yang merangkup sebagai sekretaris. Untungnya dia tidak bisa menolak soal Krystal kemarin, karena Jeanita sudah berdiskusi terlebih dahulu dengan sang uncle jadi William tak bisa berbuat apa-apa.

"Halo, Krystal? Sweetheart. Kenapa kau yang menjawab telepon William?" Helena bertanya dengan nada lembut, dan hal itu membuat Jeanita meringis. Dia merinding karena mendengar suara sang auntie.

"Anu, auntie. Sepertinya ... William sedang tidak bisa berbicara."

"Ah ...!" Erangan William yang terdengar ambigu terdengar di sela-sela perkataan Krystal membuat wajah Jeanita memanas karenanya. Sedangkan Helena tengah memandangi ponselnya tak percaya.

"Eh? Apa aku menganggu kegiatan kalian?" Helena melirik jam dan menemukan kalau sekarang sudah jam delapan malam, seharusnya Krystal memang sudah pulang dari pertemuannya bersama dengan Kevin. Kemudian, cepat-cepat wanita paruh baya itu mematikan sambungan teleponnya. Wajahnya bersemu merah diiringi dengan senyuman penuh arti.

"Wajahmu ... menjijikan, auntie. Kupikir sekarang otak itu tengah menari-nari di sana." Jeanita menyindir terang-terangan kala menatap wajah Helena. Dia juga tidak menyangka kalau hubungan William dan Krystal benar-benar berkembang pesat. Apa memang semua ini normal? Well, sesungguhnya dia juga sudah lama tak berpacaran dengan lelaki mana pun karena terlalu sibuk. Namun, ia setidaknya masih mencoba kencan sesekali, meski segalanya tak berhasil—karena factor ketidak cocokan.

"Aku tidak pernah tahu kalau semuanya akan berjalan semulus pahaku ...." Perkataan Helena nyaris membuat Jeanita tersedak salivanya sendiri. "Kupikir ... nanti aku harus bertanya pada Krystal, bagaimana permainan anakku ... di atas ranjang."

"Itu gila ...." Jeanita membalas sambil menatap tak percaya, tetapi sepertinya Helena tidak peduli. Wanita paruh baya itu sedang berada di awang-awang, terlalu bahagia karena apa yang ia inginkan secara perlahan terwujud.


***


yang terjadi... ga semesum pikiran Helena kok wkwk, hubungan mereka gak bakal secepet itu

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang