His Protector - 15

7.2K 619 12
                                    




Dabel ..............................

jangan lupa tinggalkan vote dan komen~

***

Krystal dan William pulang setelah hari panjang yang mereka lalui, langit bahkan sudah menggelap kala mereka keluar dari mal setelah nonton, makan, dan berbelanja kebutuhan rumah. Situasi sempat semakin parah ketika salah satu pegawai swalayan mengira mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang berusaha menyesuaikan diri satu sama lain, hal itu hanya bisa membuat keduanya tertawa canggung.

William membayar semua pengeluaran hari ini dengan alasan kalau dia tengah berterima kasih atas jasa Krystal semalam, kata-kata yang terus ia ulangi hingga Krystal dongkol karenanya. Ia akan meminta William memotong gajinya nanti, sesuai dengan nominal pengeluaran hari ini. Ia merasa aneh kalau semuanya dibayari seperti ini ... ia sungguh merasa tak nyaman.

Mereka turun dari mobil dan berjalan saat ia menemukan Huge tengah berdiri di lobby apartmen William, dengan senyumnya pada Krystal. Hal itu membuat sang gadis mengernyit, beberapa kali ia mengerjapkan mata untuk memastikan kalau itu adalah orang yang sama dengan yang ia temui tadi.

"Hai, kita bertemu lagi, ya? Sungguh kebetulan yang luar biasa." Huge tersenyum ramah pada Krsytal, tetapi kemudian ekspresinya berubah kala menatap William. Apartmen ini memang tidak berada di kawasan elite karena William sendiri yang memilihnya dan menganggap tempat ini yang ternyaman.

"Halo ... kau pindah kemari?" tanya Krystal, berusaha mencari tahu.

Sedangkan William tampak kebingungan di tempat. Lelaki itu memegang koper di tangan kanannya, dan kantong full belanjaan di sisi sebelahnya.

"Kalian saling kenal?" tanya William bingung, dia tidak pernah melihat lelaki di depannya ini sebelumnya.

"Dia dulu penjaga di apartmenku dan Mia, tadi kami sempat bertemu saat kau menungguku ...." Krystal berkata jujur. "Dia bilang dia mau pindah, tak kusangka kami bisa bertemu lagi di sini."

Huge memperhatikan Krystal, bahkan dengan kata-katanya. Ia terlihat mencerna di tempat, ekspresi lelaki itu sama sekali tidak terbaca.

"Senang bertemu denganmu, aku Huge," katanya yang terdengar agak ramah pada William, tetapi ekspresinya datar. "Kita mungkin akan sering bertemu."

"Ya, aku William." William menjawab seadanya. Dia hanya mengangguk dan tidak membalas jabatan tangan yang Huge ulurkan karena seluruh tangannya penuh. Mereka—ia dan Krystal—kemudian naik apartment William setelah berbasa-basi.

"Dia tidak terlihat baik ...." William menekan kode pintu rumahnya setelah meletakkan koper Krystal di lantai. Lelaki itu tidak menatap mata Krystal kala berbicara. "Sebaiknya jangan terlalu dekat."

"Dia membantuku kala Mia tidak ada, eh, Mia itu teman sekamarku." Krystal bercerita. "Dia membantuku melakukan hal-hal yang tidak bisa kulakukan sendiri. Sejujurnya terkadang aku merasa takut karena ya ... dia agak misterius, tetapi sepertinya dia tidak seburuk ucapanmu."

"Ya ...." William membuka pintu, lalu melirik Krystal sejenak sebelum kemudian masuk ke dalam dengan perkataannya yang masih terdengar. "Aku hanya mengingatkan."

***

Entah karena merasa lelah setelah berjalan seharian atau karena kasur di kamar barunya terasa sangat empuk, Krystal hampir saja kesiangan kalau saja ia tidak jatuh dari ranjang akibat mimpinya yang indah.

Ia meringis, lalu membulatkan mata kala mendapati jam sudah menunjuk pukul delapan. Cepat-cepat, gadis itu keluar dari kamar dan bersiap untuk mandi, kala ia menemukan William tengah terduduk di atas sofa di ruang tengah sambil menonton serial kartun.

"Eh? Aku tidak terlambat?" tanya Krystal bingung. "Kau tidak bekerja, Mr. Aendrov?"

"Will," gemas William mengingatkan. "Aku mendapat libur lagi dari Jeanita, sepupuku. Sepertinya ... Mamaku meminta dia untuk menggantikan semua jadwal, supaya aku bisa menghabiskan waktu denganmu."

Krystal membulatkan mata, tak percaya bahwa Helena seserius itu sampai-sampai mengambil langkah ini. Meski apa yang si wanita paruh baya lakukan sebenarnya sia-sia, karena orang tuanya tidak akan merespons permintaan semacam itu, mereka tidak peduli pada Krystal dan hanya memikirkan soal uang ... dan kakaknya. Namun, menghancurkan semua harapannya soal William juga terasa kejam. Krystal tidak tega, apalagi kala mengingat bagaimana mata itu berbinar.

"Jadi, kita tidak akan melakukan apa-apa?" tanya Krystal bingung, William sudah tampak rapi. Rambutnya tersisir ke atas, sedangkan ia menggunakan sweater cokelat dengan paduan celana pendek selutut. Lelaki itu tampak serius menatap layar televisi, alisnya bahkan berkerut. "Kita tidak akan jalan-jalan lagi, kan? Aku lelah ...."

"Biasanya wanita suka jalan-jalan?" William mengalihkan perhatiannya pada Krystal dengan alis yang terangkat sebelah. "Menurut internet, sih."

"Aku tidak keberatan jalan-jalan. Asal tidak seharian," gumam Krystal. "Kakiku pegal."

"Sebenarnya aku ingin melakukan sesuatu ... yang ingin kucoba sejak dulu, hanya saja aku tidak punya teman ... untuk mewujudkannya." William mengalihkan perhatiannya lagi dan menyandarkan tubuh. Pikiran lelaki itu seakan tengah melayang jauh.

"Ke mana?" tanya Krystal dengan raut wajah bingung, dia ikut melamunkan hal-hal yang ia ingin lakukan. Well, kalau boleh jujur dia juga punya beberapa keinginan yang pernah ia impikan sejak dulu. Yang pertama, dia ingin pergi ke kebun binatang dan akuarium besar yang menyimpan hewan-hewan lucu. Ia pasti akan sangat heboh kala melihat mereka, Krystal menyukai makhluk-makhluk itu. Yang kedua, dia ingin berdansa dengan seseorang di bawah hujan, yah hal ini mungkin terdengar sangat aneh, tetapi sungguh dia ingin mencobanya setidaknya sekali seumur hidup.

Yang ketiga, Krystal ingin ... mandi bersama seseorang di dalam bathub berdua. Ini bukan karena pikirannya mesum, tetapi ... entahlah, ia merasa hal-hal seperti itu sangat romantis. Namun, tentunya gadis itu tidak akan pernah memberitahu siapa-siapa tentang hal ini. Cukup dia saja yang tahu.

"Aku ingin menatap matahari terbenam di pantai." William berkata dengan wajah yang serius, sepertinya lelaki itu tengah membayangkan bagaimana indahnya sunset di tengah pantai. "Namun, kurasa hal itu akan menyenangkan kalau dilakukan bersama seseorang. Well, aku punya teman, tetapi rata-rata mereka adalah laki-laki. Sedangkan wanita ... kau tahu ... aku tidak punya ...."

"Oh, ke pantai? Bukan ide yang buruk, sih." Krystal mengangguk kala ia setuju, dia juga pengin ke pantai. Rasanya sudah lama. Namun, sebelum gadis itu sempat berkata lebih lanjut, panggilan ponselnya membuat ia membulatkan mata kala melihat nama yang tertera di sana. Kevin.

Krystal permisi sebentar dari hadapan William dengan izin untuk mengangkat telepon, gadis itu merasa jantungnya berdebar-debar. Ini terasa seperti bertemu dengan seorang idola secara langsung. Sifat kakaknya yang dingin dan tak perhatian itu tanpa sadar membuat ia dan Krystal menjadi sangat jauh, seolah mereka tidak memiliki hubungan darah.

"Halo, Kak?" sapa Krystal perlahan, gadis itu kembali masuk lagi ke dalam kamarnya demi mengangkat telepon.

"Aku ingin bertemu denganmu. Siang ini."

Krystal meneguk salivanya kasar, tiba-tiba saja ia jadi antusias karena perkataan Kevin. Bukankah ini awalan yang bagus? Sebelum ini, Kevin bahkan tidak pernah menghubungi Krystal, dan sekarang ... dia mengajak bertemu?

Apa semua ini berhubungan dengan pekerjaan yang ia sarankan pada Krystal, ini?

"Aku ...." Krystal baru mau menjawab iya, tetapi perkataan Kevin menginterupsi terlebih dahulu.

"Kutunggu di kafe Sunshine. Jam dua belas."

Setelah mengatakan itu, Kevin memutuskan sambungan secara sepihak tanpa pamit, membuat Krystal terbenggong di tempatnya untuk sesaat. Gadis itu kemudian mengulang-ngulang perkataan kakaknya, mencatat dengan jelas di mana mereka harus bertemu.

Kafe Sunshine jam dua belas. Krystal mengukir kata-kata itu dalam-dalam, karena baginya ... ini sangat penting.

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang