His Protector - 12

7.7K 628 14
                                    




Kuharap kalian bisa menikmati cerita ini ya, karena ini ditulis dengan spontan.

vote dan komen yang kalian tinggalkan mempengaruhi semangatku.

double up.


**


Mungkin, hari itu adalah hari yang tersial yang pernah ada di dalam hidup seorang Krystalie Belle. Setelah ia pulang dari apartmen William—dengan penuh perjuangan dan alasan bahwa mereka, atau lebih tepatnya William memiliki rapat barulah si Helena mau melepaskan keduanya. Tentu saja semua itu adalah kebohongan, karena pada nyatanya William malah mengajak Krystal untuk berkeliling di mal yang baru saja buka. Entah dengan maksud dan tujuan apa.

Mereka berkeliling lama dan sempat mengunjungi supemarket, sampai seorang anak kecil yang sedang asik bermain dengan troli menabrak tubuh Krystal dari belakang kuat karena kereta dorong itu kehilangan kendali. Sialnya, benturan itu sakit sekali hingga wajah Krystal memerah karena menahan pedih.

Seakan belum cukup, Krystal juga terpeleset saat ia dan William baru saja selesai mengantre es krim di salah satu kedai di mal. Sakitnya memang tidak terlalu terasa, tetapi malunya itu, lho! Rasanya Krystal ingin mengubur dirinya sendiri di dalam lobang supaya tidak ada yang bisa menemukan gadis itu.

"Berhenti tertawa, Mr. Aendrov, sebelum kotak tertawamu rusak," sindir Krystal sembari membahas hal yang pernah dibicarakan di serial kartun Spongebob. Dia melirik jengah ke arah atasannya yang sedaritadi tergelak karena aksi Krystal tadi.

"Habis ...." William berusaha berhenti, sudah lama sekali sejak dia terakhir tertawa seperti ini. "Kau ... tadi ... BUAHAHAHA." Tawanya kembali meledak kala membayangkan bagaimana Krystal jatuh tadi.

Ia sama sekali tidak tahu kenapa gadis itu bisa kehilangan keseimbangan, tetapi bagian terbaiknya adalah ... ia terjatuh dengan posisi wajah yang mencium lantai. Lalu, tak lama kemudian, disusul dengan es krim yang jatuh tepat di atas rambutnya. Membuat ia tampak berantakan sekaligus lucu.

Katakanlah William jahat karena tertawa di atas penderitaan orang lain, tetapi sungguh ... ia sudah lama tidak pernah bahagia sampai seperti ini. Krystal lucu sekali.

"Ya, ya." Krystal mendengkus kesal, lalu berjalan terlebih dahulu. Meninggalkan William di belakang. Ia sadar, sedaritadi banyak pasang mata memperhatikan mereka yang berjalan berdua. Pertama, karena William memiliki wajah yang tampan dan jelas di atas rata-rata. Mata abunya itu indah sekali, siapa pun yang melihat netra itu pertama kali pasti terbius. Sungguh, Krystal tak berbohong.

Lalu yang kedua, karena Krystal memakai kemeja pria yang bahkan tidak menutupi sampai ke lututnya--dilengkapi dengan rambut cokelat milik gadis itu yang acak-acakkan dan warna biru lengket bekas es krim sebagai pelengkap. Ia tidak punya baju lain, dan ia tidak ingin memakai gaun yang sama. Karena itu ia memutuskan untuk tetap memakai kemeja William dan sepertinya lelaki itu sama sekali tidak keberatan.

"Kau marah?" William berusaha menyamakan langkah mereka ketika sadar Krystal meninggalkannya. Lelaki itu sekarang menatap ia dengan khawatir. "Omong-omong, kau tidak apa-apa, kan? Apa jatuh tadi terasa sakit?"

"Sekarang baru peduli?" Krystal mendengkus lagi. "Tidak, aku tidak apa-apa. Lupakan saja."

Krystal terus melaju dan meninggalkan William. Dia hendak berjalan cepat ke arah lift dan menuju basement tempat mobil di parkir, kalau saja William tidak menghentikan langkahnya dengan memegang kedua bahu gadis itu erat.

"Apa? Sekarang apa lagi?" tanya Krystal heran.

"Kau marah?" William menatap Krystal dalam, ia bisa merasakan beberapa orang memandang mereka terang-terangan, tetapi ia tidak peduli. "Karena aku tertawa?"

Sebenarnya Krystal tidak semarah itu, hanya saja dia cukup kesal. Ia merasa sangat sial hari ini, dan tawa dari bibir William yang baru pertama kali ia dengar itu merusak seluruh suasana hatinya.

"Tidak. Sudah kubilang." Krystal menarik napas dan menatap mata William. "Kau tidak bekerja?"

"Aku ... tidak ada meeting. Semua sudah diatur oleh sepupuku, dan dia bilang aku bisa bersantai beberapa hari ke depan karena ia ingin aku berkenalan denganmu."

"Dan kenapa pula kita harus berkenalan lebih jauh di saat satu hari saja sudah cukup untuk saling mengenal?" Krystal menaikkan alisnya sebelah.

"Entah." William mengendikkan bahu. "Sejujurnya aku terkejut dengan pendekatan kita. Kupikir kita akan sulit menerima satu sama lain. Well, ternyata perkataan Mamaku benar, kita punya chemistry."

"Oh ... kau mengingatkanku pada perjodohan itu." Krystal memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing, dia tidak pernah suka dengan jodoh-jodohan. Menyukai seseorang dari hati saja tidak pernah, bagaimana bisa seorang gadis seperti dirinya bernasib senaas ini?

"Aku minta maaf. Mamaku memang agak nekad. Sepertinya dia frustrasi karena kencan buta yang ia aturkan selalu aku kacaukan." William meringis tak enak. "Dan sepertinya juga, dia memang menghubungi keluargamu. Mari berharap mereka tidak akan merespons dengan baik, atau ... kau bisa meminta orang tuamu untuk menolak permintaan ini."

"Aku tidak pernah dekat dengan mereka," gumam Krystal pelan. Dia melanjukan langkahnya dengan lambat, jauh lebih pelan dari sebelumnya. "Kupikir ... mereka tidak akan peduli. Jadi, sepertinya usaha Mamamu akan sia-sia."

William menatap punggung Krystal dari belakang dan termenung kala menyadari ada kesedihan yang gadis itu simpan rapat-rapat di dalam sana. Tidak tersentuh, seolah ia sama sekali tidak ingin masalahnya diikut campuri oleh siapa pun.

"Kuharap demikian, karena kalaupun keluargamu merespons ... aku juga akan berusaha sekuat tenaga untuk menolak perjodohan ini. Menikah ... pernah ada di dalam kamus hidupku, tapi itu dulu." William berjalan dan berusaha menyusul Krystal.

"Aku bahkan tidak pernah menyukai seseorang." Krystal memilih tempat duduk yang berada di luar bioskop, entah bagaimana mereka bisa sampai di sini. Sepertinya kursi itu memang disediakan di sana. "Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa  berakhir di atas ranjangmu semalam."

"Daripada pusing memikirkan hal yang tidak pasti ...." William menggantungkan kalimatnya kala ia terpaku dengan tulisan besar yang saat ini berada di depan mereka berdua. Bioskop. Lelaki itu sepertinya tak mendengarkan perkataan terakhir Krystal. "Bagaimana kalau kita menonton film? Rasanya sudah lama sejak terakhir aku menyentuh tempat ini?"

"Film? Memang ada yang bagus?" tanya Krystal tertarik. Ia suka menonton film dan membaca novel. "Aku suka horror, tapi aku takut. Tapi aku suka."

"Dasar tidak jelas," cibir William saat mendengar ucapan Krystal. "Ya sudah, kalau begitu kita nonton ini saja, bagaimana?" tanyanya sembari menunjuk film hantu dengan cover yang seram yang dipajang di depan pintu masuk bioskop.

Krystal menarik senyumnya, ia suka nonton di bioskop karena sensasi yang lebih terasa serta volume suara yang besar. Apalagi kalau itu adalah film hantu, beuh! Meski takut, dia sangat-sangat kecanduan.

"Deal!" serunya semangat. Bahkan ia melupakan fakta bahwa saat ini rambutnya masih lengket dengan es krim. Melihat antusias Krystal itu, William rasanya ingin tertawa lagi.

"Kita nonton setelah aku mengantarmu pulang dan kau membersihkan diri, ya? Aku tidak mau dikerubungi semut saat bagian seru, karena rambutmu yang lengket itu." William menahan tawa saat mengatakannya, membuat Krystal memukul tangan lelaki itu pelan.

Sejak kapan William jadi semenyebalkan ini?


***


Insta : blcklipzz

HIS PROTECTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang