Adakah cerita kita kelak di masa nanti
Saat hanya kebaikan untukmu yang mampu kudoakan di saat kini.Hafizah Janan Syarief
______________________________________
Mata Janan tidak sembab lagi, hatinya tenang setelah semalam mengadu pada yang Maha Menggenggam Kehidupan. Setiap ayat yang ia lantunkan telah mampu meluruhkan gundahnya.Karena beberapa hari terakhir ia mendapat tekanan yang cukup berat dalam hidupnya maka Janan memutuskan untuk menghabiskan Sabtu malam hanya di rumah saja.
Papa dan mama sudah memaksa mengajak makan malam diluar tapi seperti kehilangan hasrat untuk jalan-jalan Janan hanya memilih makan bersama.
Sayang sungguh disayangkan seseorang yang sedang Janan hindari, nyatanya malam ini sedang berada dirumah. Si sulung itu sedang bercengkrama dengan Azka diruang tengah.
"Ayo semuanya kita makan dulu." ajak ummi agar semua berkumpul di ruang makan.
"Maaf mbak kami merepotkan, ini si Janan nggak mau diajak makan diluar. Padahal mumpung di Jogja harusnya bisa kulineran." Kata mama Janan.
"Mbak seperti sama siapa aja. Ayo semua jangan sungkan. Mas Syarief Monggo dipimpin doa dulu."
Semua makan dengan tenang hanya Azka yang banyak bicara. Janan sendiri dari tadi lebih banyak menundukkan kepala.
Karena makan malam ini dengan jumlah orang yang melebihi kursi meja makan, maka mereka semua makan secara lesehan dengan menggelar karpet berukuran besar.
Ketika makan malam sudah usai, Janan membantu membersihkan piring kotor lalu mencucinya di dapur.
"Ummi ini sisa makanan di taruh dimana?."
Deg.. gerakan tangan Janan yang mencuci piring berhenti seketika. Amran yang membawa dua mangkuk sayur berdiri membatu didepan pintu dapur.
"Ehm.. maaf aku kira ummi."
Keduanya langsung menundukkan pandangan untuk meredakan degup jantung masing-masing.
Ummi keluar dari kamar mandi yang berada disamping dapur memecah lamunan dua remaja itu.
"Ada apa mas?."
Amran kesusahan menjawab pertanyaan ummi karena hanya tertuju pada Janan-lah pikirannya saat ini.
"Ooh.. sisa sayurnya sini ummi yang bereskan." Kata ummi yang segera menghampiri Amran dan mengambil kedua mangkuk itu.
Janan melanjutkan tugasnya sementara Amran tetap berdiri dan enggan beranjak dari dapur.
"Ada lagi mas?."
"Emm.. ummi, Aam boleh bicara dengan mbak Janan?."
"Izinlah dahulu dengan om Syarief, mereka sedang duduk di ruang tamu."
"Iya ummi."
Amran membalikkan badan untuk keluar dari dapur, selama berjalan menuju ruang tamu ia membutuhkan pegangan pada tembok. Karena untuk kesekian kalinya kakinya terasa lemas setiap berdekatan dengan Janan.
Amran tau ia seorang lelaki biasa yang masih remaja belum pantas disebut pria, tapi jujur saja dia merasakan sesuatu yang teramat besar jika menyangkut Janan.
Janan satu-satunya perempuan yang mampu menyedot seluruh pikiran dan perhatiannya setelah keluarganya sendiri.
Amran tak dapat mengontrol otaknya jika berdekatan dengan Janan, sikap tengil yang selalu ia tunjukkan sebenarnya hanya kamuflase agar Janan tidak tau bagaimana perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafizah Janan
Teen Fiction"Aku butuh kamu mbak, untuk membantuku menata hidupku. Membantu menenangkan hatiku." Nah kan mulai nih anak... "Membantu bukan berarti harus menikah. Ini bukan sekedar persoalan memiliki buku nikah." "Justru itu, ijinkan aku untuk menghalalkan kamu...