Part 10

779 75 2
                                    


Masa depan sedang aku usahakan dan kamu salah satu muaranya
Tapi saat Sang Pemilik berkehendak kita mampu apa?

Amran Apriansyah Syafrie

____________________________________


"Mas, apa ndak apa-apa Bayu nyetir mobil sendiri?"

"Insya Allah nggak papa Abi. Dia sudah biasa nyetir sendiri."

"Tapi sudah punya SIM A kan?"

"Sudah Bi."

"SIM itu bagian dari ikhtiar kita mas, sama seperti pakai helm saat naik motor atau pakai seatbelt saat naik mobil."

"Nggih Bi."

"Ujian Nasionalnya​ kapan mas?"

"Sebulan lagi Bi, Aam pengen coba daftar di Al-Azhar doakan ya Bi."

"Iya Abi selalu mendoakan anak-anak dan zaujatinya Abi. Kamu sekarang sudah tambah dewasa mas, Abi banyak berharap agar kamu bisa selalu menjaga ummi dan menjadi contoh untuk adik-adikmu. Terutama saat Abi tidak ada. Jadilah teladan yang bijaksana."

"Abi kok ngendikan (bicara) begitu seperti mau pergi kemana gitu."

Abi hanya tersenyum lalu melantunkan surat Ali Imran yang diawali dengan ber-ta'awudz. Beberapa kali Amran ikut melafalkan saat menemui ayat-ayat yang dia hafal.

Janan dan Zulikha yang duduk di kursi penumpang, hanya diam mendengarkan perbincangan Abi dan lantunan ayat suci yang dibacakan hingga mobil yang mereka tumpangi sampai didepan halaman pondok Abi.

Anak-anak ternyata sudah berkumpul di masjid, karena ini hari Ahad biasanya beberapa pulang ke rumah masing-masing hanya menyisakan anak perantauan yang rumahnya jauh, jadi masjid tidak terlalu ramai.

Suara ustadz Haqy keponakan simbok terdengar melalui pengeras suara, sedang memberikan ulasan tentang sahabat nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam bernama Habib bin Zaid Radhiyallahu yang diutus nabi untuk menemui Musailamah yang mengaku sebagai nabi baru.

Mendengar nabi Muhammad meminta Musailamah untuk mengakui bahwa ia bukan nabi, iapun marah besar dan memerintahkan algojonya untuk membunuh Habib secara pelan-pelan.

Deru siksaan terus dilakukan, kulit dan daging Habib dikoyak perlahan, tetapi kalimat tauhid tetap menancap di dadanya. Dia tak gentar, bagi Habib tidak ada kompromi dan tawar-menawar dalam hal keyakinannya akan Allah dan RasulNya. Kalimat tauhid terus terucap hingga ruhnya naik menuju hadirat Allah SWT.

Sungguh kisah yang menggetarkan jiwa, dulu saat Janan mendengar kisah ini pertama kali iapun meneteskan air mata, betapa indah dan manisnya keimanan yang direngkuh para sahabat jaman dahulu.

***

Adzan Maghrib berkumandang, Abi segera berdiri menjadi imam. Semua penghuni pondok sudah bersiap. Takbir pertama yang diucapkan Abi begitu tegas hingga menggema. Entah ada gelenyar aneh yang dirasakan oleh Amran yang berdiri tepat dibelakang Abi.

Usai sholat dilanjutkan dzikir bersama. Kali ini Abi meminta untuk segera makan malam karena hendak menghadiri pengajian akbar bersama pakdhe Idris.

Biasanya Janan yang makan malam bersama anak pondok, untuk malam ini atas permintaan Abi ia makan malam bersama dengan keluarga inti Abi. Suasana hangat penuh dengan canda dan tawa menghiasi meja makan keluarga Abi.

Abi bersiap menuju pengajian akbar, ummi meminta Abi untuk membawa supir atau salah satu ustadz untuk menemani Abi, tetapi beliau menolaknya.

Putra putri Abi menyalami dengan takzim saat Abi pamit, Amran merasa seperti ada sesuatu yang janggal tidak biasanya Abi memeluk putra putrinya lama. Lebih tidak biasa saat memeluk dan mencium pipi ummi lama.

Hafizah JananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang