Part 12

784 68 4
                                    


Bukan sebuah peluk atau ciuman
Mampuku sebatas kalimat sederhana
"Sabar ya kamu yang kuat"

_____________________________________

Apa ungkapan yang bisa diucapkan untuk seseorang yang bukan siapamu tetapi pikiranmu akan habis untuknya?

Janan mulai merenung, apakah karena musibah yang sedang menimpa Abi ataukah memang otaknya yang terlalu termanja oleh satu hal yang dinamakan rasa.

Rasa pada seseorang yang diam-diam mulai ia sebutkan namanya dalam doa. Rasa yang semakin membuatnya merasa bersalah. Bukan pada seseorang tetapi pada dirinya sendiri dan Sang Pemilik diri.

Ia merasa menjadi seperti seorang munafik, dalam raga yang selalu menjaga tetapi jiwanya terbang terbuai pesona sesuatu yang haram untuk dijamahnya.

Baru kali ini Janan merasa jantungnya berdetak lebih cepat disertai jemari dingin yang memucat setiap bertemu dengan dia. Dia yang mulai mengisi relungnya setelah usianya menginjak duapuluh tahun.

Dia adalah seorang Amran, ABG labil yang dikenal belum ada satu tahun tapi sudah mengisi harinya, gaya tengil santai dan serius yang tercipta bersamaan. Dia selalu membuat Janan tercekat, sesaat lupa dimana ia berpijak.

Kembali ia merenungi tujuan awal datang ke Jogjakarta, menuntut ilmu dunia dan akhirat. Tapi agaknya tujuan itu mulai goyah, ia harus meluruskan niat dan membulatkan tekad lagi sebelum terlambat, meskipun itu berat.

Jikapun Janan akan masa bodoh dengan perasaannya, tetapi nyatanya takdir seperti selalu mempertemukannya​ dengan pemuda itu, tepat seperti hari ini. Hari ketiga Abi masih dirawat di rumah sakit.

Abi masih dalam kondisi koma, perihal kapan Abi sadar tidak ada yang bisa menentukan kecuali Sang Pemilik. Apapun akan Janan lakukan untuk sedikit meringankan beban keluarga Abi, seperti saat ini Janan sedang menemani ummi di rumah sakit. Janan harus tau bagaimana caranya berterima kasih.

Meskipun belum sadarkan diri tetapi menurut dokter penanggung jawab, Abi telah melewati masa kritis maka hari ini diperbolehkan pindah ke bangsal inap. Tetapi alat bantu pernafasan dan detektor vital tetap harus dipasang.

Atas permintaan keluarga Abi berada di kamar VIP, dengan begitu ummi bisa leluasa menunggui​ Abi. Janan tau siang hari seperti ini pasti Amran pulang ke rumah untuk menjaga Azka, saat Zulikha dan Zafran pulang sekolah maka Amran akan kembali ke rumah sakit.

Tapi ternyata baru sebentar Janan sampai, Amran sudah datang membawa makan siang untuk ummi. Bukankah ini semacam takdir?

"Mas kok cepat sekali, kamu nggak istirahat dulu dirumah?"

"Tadi Azka sudah bobok siang ummi makanya Aam langsung kesini. Ummi makan dulu ini simbok nitip makanan." Amran menyerahkan bekal kepada ummi. "Nanti sore temen-temen sekolah katanya mau kesini Mi." lanjutnya lagi.

"Mas Aam sudah nggak berangkat sekolah tiga hari, besok berangkat ya. Biar ummi yang jaga Abi."

"Tapi Mi..."

"Mas kan sebentar lagi ujian nasional, lebih baik mempersiapkan diri. Mas nggak mau mengecewakan Abi kan?"

Dada Amran terasa bergemuruh wajahnya pias, semburat merah tak dapat menyembunyikan kegelisahannya. Amran melirik sekilas pada gadis didepannya yang dari tadi diam menunduk diujung sofa.

"Baiklah Mi, pagi Amran ke sekolah tapi malam biar Amran yang jaga Abi. Ummi juga harus pulang, kasihan Azka."

Akhirnya Ummi menyetujui permintaan Amran, beliau juga tidak enak membebani Janan dengan tanggung jawab dirumah.

Hafizah JananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang