Berpikir membutuhkan waktu
Keputusan membutuhkan keyakinanHafizah Janan
____________________________________
Sore hari sebelum papa mama Janan kembali ke Jakarta, mereka berkumpul di ruang tamu untuk minum teh hangat dan beberapa camilan.
Berkumpul seperti ini menjadi beban bagi Janan, pasalnya ia akan kembali harus kehabisan stok oksigen karena harus bertemu Amran.
Benar saja papa kembali menyinggung masalah niat Amran untuk mengkhitbah Janan. Dan tentu Janan belum mendapat jawabannya, belum lagi melupakan kejadian di sawah pagi tadi.
"Mbak Janan gimana sudah bicara dengan nak Amran-kan, sekarang bagaimana keputusannya?." Tanya papa.
"Keputusannya tetap sama, Janan minta waktu untuk berpikir ya pa."
"Baiklah nggak apa-apa. Atau mau sah sekarang saja? Mumpung kami masih disini?."
Mata Janan membulat sempurna mendengar ucapan papa. Tapi di lain sudut terselip senyum kemenangan di wajah seorang Amran.
Ingin sekali memberikan tatapan menusuk pada Amran tapi kuat ia menahan untuk tidak melakukannya di hadapan banyak orang.
"Iya atau langsung menikah saja mbak? secara agama dulu tidak apa-apa sambil menunggu kelengkapan administrasi KUA." Tanya ummi tiba-tiba.
Wah.. apa lagi ini? Kembali mata Janan membulat, diikuti dengan kedua pipi yang merona. "Saya ini sedang malu akut lho, kalian masak gak paham?."
Sikap Janan membuat papa tertawa ringan. "Lihat ma, mbak Janan pipinya jadi merah."
"Sudah pa.. jangan digodain terus."
Yah cuma seorang mama yang paling tau bagaimana putrinya, Janan pun melempar senyum pada mama tercinta. Tapi segera pudar saat mendengar mama melanjutkan ucapan.
"Mama kasian pa, kelamaan pipinya gosong nanti kebanyakan merona."
Janan menyesal sudah tersenyum. Akhirnya ia mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Papa jadi pulang jam berapa?."
"Sebentar lagi, ini kemarin sudah order tiket jam empat sore."
"Lho kok pesen tiket, emang papa pulangnya nggak naik mobil?."
"Sebenarnya papa sengaja membawa mobilmu ke Jogja itu biar bisa dipakai disini. Mbak kan kegiatan tambah banyak apalagi kalau nanti mulai mengajukan proposal untuk skripsi."
"Tapi Janan sudah biasa naik angkutan umum pa. Kegiatan Janan kan cuma kampus pondok saja."
"Kalau ada mobil kamu bisa sekalian bantu keluarga Abi mbak, minimal antar ummi ke rumah sakit sekalian berangkat kuliah."
Janan menimbang permintaan papa untuk membawa mobil sendiri, itu artinya tugasnya bertambah untuk merawat mobilnya.
"Sudah mbak diterima aja, sapa tau Azka minta dibeliin ice cream ditoko sebelah naik mobil." Ledek Keenan pada kakaknya.
Semua yang mendengar tertawa bisa-bisanya Keenan bercanda garing demikian.
"Biar lebih aman mbak bawa mobil sendiri, nanti kalo sudah sah mas Amran mau kok jadi supirnya. Iya kan mas?" Keenan masih saja ingin membuat malu kakaknya, Amran hanya menanggapi dengan senyuman saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafizah Janan
Teen Fiction"Aku butuh kamu mbak, untuk membantuku menata hidupku. Membantu menenangkan hatiku." Nah kan mulai nih anak... "Membantu bukan berarti harus menikah. Ini bukan sekedar persoalan memiliki buku nikah." "Justru itu, ijinkan aku untuk menghalalkan kamu...