"Kamu baik-baik disana nak?"
"Iya Ma, Papa sama Keenan gimana?"
"Alhamdulillah kami sehat, cuma si Keenan sekarang makin sibuk ngurus kegiatan masjid."
"Ya nggak papa lah Ma, daripada sibuk keluyuran."
"Pak Dhe Syafrie dan istrinya gimana nak?"
"Abi sama ummi baik kok Ma."
"Abi sama ummi? Wah rasanya anak Mama kok kayak udah mau diambil keluarga baru ya."
"Ih.. Mama apaan, Janan kan tetap anak Mama Papa. Katanya Janan kuliah di Jogja biar mandiri, apa Janan balik Jakarta aja nih?" Goda Janan ke Mama-nya.
"Enggak jangan. Betahin disana ya sayang, dua tahun bentar lagi kok."
Janan tertawa mendengar Mama-nya merajuk.
"Ya udah salam ya buat mereka, kapan-kapan Mama ingin mengunjungi kalian disana."
"Ya Ma, salam buat Papa sama Keenan. Love you Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam.. Love you to honey."
Janan menutup vi-call dengan ibu yang sudah melahirkannya dan setiap saat selalu ia rindu.
Janan keluar dari kamar, nalurinya mengarahkan kaki menuju dapur. Pasti disana ada ummi dan simbok sedang membuat kue, karena harum aromanya sudah memenuhi setiap ruang.
"Ummi sedang bikin apa? Janan boleh bantu?"
"Ini ummi sedang membuat kue klepon, kalau simbok disana sedang membuat mendut."
Mendut salah satu makanan yang baru pernah Janan coba setelah tinggal di Jogja. Makanan dari tepung ketan yang diisi enten manis atau kacang hijau itu dibungkus berbentuk prisma dengan daun pisang, menyerupai candi Mendut. Rasanya sangat enak, perpaduan manis legit dan gurihnya santan.
"Janan bantuin apa mbok?"
"Sudah Nduk, istirahat saja kan baru pulang kuliah toh?" Kata simbok.
"Nggak apa mbok, Janan nggak capek kok." Janan duduk ditepi dipan yang biasa digunakan untuk duduk sambil meracik masakan.
Janan mengikuti arahan simbok dalam membungkus kue mendut. Susah memang sangat membutuhkan ketelatenan, tapi dengan kesungguhan Janan ingin mencobanya.
"Janan nanti sebelum Maghrib ikut ummi sama Abi ya, mengantar kue-kue ini untuk pengajian dirumah Pak dhe-nya Aam."
"Iya ummi Insya Allah."
"Kalau disana harus hati-hati, ndak usah banyak bicara. Pak dhe-nya den Aam itu orangnya galak apa-apa selalu jadi bahan omongan." Jelas simbok pada Janan.
"Simbok sudah jangan bicara begitu." Tegur ummi dengan halus.
***
Ternyata rumah Pak dhe Amran yang bernama Idris itu berada di tengah kota tidak jauh dari tugu Jogja. Rumah berbentuk joglo itu memiliki pekarangan yang amat luas. Teras rumah saja bisa untuk menampung jama'ah pengajian hampir delapan puluh orang.
Janan yang datang bersama Abi, ummi dan kedua adik Amran, mengenakan gamis merah maron dipadukan dengan outer dan hijab berwarna krem. Meski tanpa makeup dia tetap terlihat cantik.
"Dik.. terima kasih sudah datang." Kata istri Pak dhe Idris menyambut ummi.
"Sama-sama, ini mbak kami bawa kue mendut dan klepon bisa untuk dihidangkan tamu." Ucap ummi lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafizah Janan
Teen Fiction"Aku butuh kamu mbak, untuk membantuku menata hidupku. Membantu menenangkan hatiku." Nah kan mulai nih anak... "Membantu bukan berarti harus menikah. Ini bukan sekedar persoalan memiliki buku nikah." "Justru itu, ijinkan aku untuk menghalalkan kamu...