Waktu sudah memasuki subuh Amran dan pakdhe Idris menuju masjid, keduanya bergantian dengan Janan dan ummi. Setelah sholat Janan berpamitan pada ummi untuk kembali ke pondok karena pagi ini Nina ada jam kuliah.
"Mobil Nina biar dikembalikan Aam saja Nan." pinta ummi.
"Tidak ummi, Janan juga bisa nyetir kok. Mas Amran lebih dibutuhkan disini. Janan sekalian mau menyelesaikan urusan kuliah juga. Permisi ya ummi, Assalamu'alaikum."
Kunci mobil dan STNK sudah Amran letakkan dibangku kosong dekat Janan, keduanya tak berani menatap. Ada khawatir bercampur dengan rasa tertahan dari keduanya, tapi ini bukan saatnya untuk saling berbagi rasa. Sesuatu yang belum halal menahan mereka untuk tidak saling berinteraksi lebih dalam.
Cukup seperti ini saja, hanya doa yang mampu Janan panjatkan agar Abi baik-baik saja dan sulung beliau cukup bisa dikatakan dewasa ketika harus bersikap layaknya anak lelaki tertua.
Janan memasuki halaman pondok lalu mobil Nina ia parkir menghadap gerbang, segera Janan menuju kamar Nina.
"Assalamu'alaikum Nin." ketuk Janan, dari dalam terdengar sambutan salam.
"Nan gimana kondisi Abi?" tanya Nina begitu pintu terbuka.
"Masih dalam observasi, sepertinya kondisi Abi agak parah Nin. Aku mau kembalikan mobil, ini kuncinya kamu ada kuliah kan?"
"Semoga Abi nggak pa-pa ya Nan. Kamu juga kuliah kan, aku antar sekalian."
"Makasih Nin. Tapi kampus kita jauhan, kamu duluan aja. Masih banyak yang harus aku selesaikan."
"Oke deh, nanti pulang kuliah Insya Allah aku liat Abi dulu. Rumah sakitnya kan deketan sama kampus."
"Iya deh makasih, nanti hati-hati dijalan ya." Janan pamit kepada santri pondok yang sebaya dengannya itu.
***
Telinga Janan menangkap tangis Azka begitu memasuki kediaman Abi. Azka menangis dalam gendongan simbok. Terlihat simbok yang sudah sepuh itu kesusahan menenangkan Azka. Janan segera mengambil alih gendongan.
"Azka sayang.. sama mbak Janan ya, sabar ya sayang ummi lagi nungguin Abi dirumah sakit."
Tangis Azka semakin kencang, disela itu simbok pamit membuatkan sarapan dan susu hangat. Kata beliau Zulikha dan Zafran sedang bersiap untuk sekolah. Apa mereka belum tau keadaan Abi? Mengingat semalam ummi tergesa menuju rumah sakit.
"Sayang Abi di rumah sakit biar sakitnya diobati jadi Insya Allah bisa cepat sembuh. Kalo Abi sembuh Azka juga seneng kan?" Janan menepuk dan mengelus punggung Azka untuk menenangkan.
Azka mengangguk, berangsur dia mulai diam tepat saat simbok memberikan susu hangat dalam botol. Janan segera mengambil lembar kertas ditengah buku tulis, ia mulai menuliskan surat ijin untuk Amran dan memasukkannya kedalam amplop putih.
Zulikha dan Zafran sudah siap untuk berangkat ke sekolah. "Simbok, Zulikha dan Zafran, mbak Janan mau bicara sebentar." semua menghentikan aktivitasnya.
"Abi kecelakaan ya mbak? Sahur tadi mas Aam telepon bangunin aku..." suara Zulikha tercekat, matanya terlihat sembab. Janan tak tega melihatnya ia mendekat dan menepuk bahu Zulikha untuk menguatkan.
"Kalian tetap sekolah ya, harus kuat, harus sabar minta sama Allah semoga Abi lekas sehat." mereka hanya mengangguk dalam diam, simbok kembali ke dapur untuk menyembunyikan tangisnya. Bagaimana bisa simbok menerima berita demikian, Abi yang sejak kecil diasuh simbok kini mengalami hal yang mengkhawatirkan.
"Zulikha satu sekolah dengan mas Aam kan? Ini surat ijin sekolah, serahkan ke wali kelas ya. Maaf pake tanda tangan mbak, sekalian kabari mas kamu biar nggak khawatir soal ijin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafizah Janan
Teen Fiction"Aku butuh kamu mbak, untuk membantuku menata hidupku. Membantu menenangkan hatiku." Nah kan mulai nih anak... "Membantu bukan berarti harus menikah. Ini bukan sekedar persoalan memiliki buku nikah." "Justru itu, ijinkan aku untuk menghalalkan kamu...