+22

2K 202 3
                                    

Adit berdiri di depan halaman rumah dengan nuansa asri dan menyejukkan mata itu. Rasanya baru kemarin ia tidak mengunjungi rumah ini. Namun semuanya tampak sudah berubah banyak.

"Adit masih ingat dengan rumah Ibu Dasimah..."

Adit tak langsung menjawab pertanyaan Rudolf. Ia masih ingat betul ketika ia mengambil pakaian kotor di rumah itu, pasti Nenek Dasimah sudah menunggunya dengan segelas susu cokelat dingin dan sepiring cookies renyah yang rasanya sangat manis.

"Apa Nenek Dasimah marah sama Adit, karena Adit tidak mengambil pakaian kotornya lagi?"

"Adit memangnya dulu suka mengambil pakaian kotor punya Nenek Dasimah ya?"

"Iya, Nenek. Kalau Adit ngambil, pasti Nenek Dasimah ngasih Adit susu cokelat dingin. Terus Adit juga diboleh membaca semua buku-bukunya di perpustakaan kecilnya itu."

Rudolf dan Hans pun membukakan pintu cokelat dengan ukirannya yang sangat indah dan artistik itu.

Mata Adit membulat penuh. Semua yang ada di ruangan itu tidak berubah sedikitpun.

"Adit suka nulis disini, Nek!! Waktu itu Adit sudah menulis cerita dan mau Adit kasih sama Nenek Dasimah sebagai kado ulang tahun.

Kalau gak salah, Adit itu menyimpannya di ---" Adit membuka pintu sebuah rak buku yang sudah tua. Tangannya menjulur ke dalam. Namun sepertinya dia tidak bisa menemukan apa yang dicarinya. "Jangan-jangan udah diambil pencuri ya.."

"Apa Adit mencari ini?" Hans menyodorkan sebuah kotak berwarna cokelat muda dengan bintik-bintik berwarna hitam. Di dalam kotak itu rupanya ada dua tumpuk naskah dengan berbeda judul.

"Nenek Dasimah belum membacanya kan, Om Hans?"

Hans menggeleng lemah. "Belum, Adit."

"Syukur deh. Soalnya Adit mau --- loh kok tulisannya hilang?"

"Itu karena sudah lama, Adit." Ucap Rudolf.

"Nenek Dasimah pulangnya masih lama kan ya, Om?"

Rudolf dan Hans kompak mengangguk.

"Kalau begitu, sebelum Nenek Dasimah pulang, Adit mau menulis ulang cerita ini lagi.."

Rudolf dan Hans pun teringat kembali saat Nenek Dasimah membuka halaman terakhir naskah yang berjudul, 'Wanita Tua Yang Hidup Bahagia'.

'Pada akhirnya dia kembali datang ke rumah ini. Tapi sayangnya kontrak kehidupanku di dunia ini sudah berakhir.

Dan aku cuma bisa melihatnya dari atas sini...

Bisakah kalian menitipkan salam kangen dan hangatku untuknya?

Tolong rahasiakan kepergianku ini kepadanya.

Karena aku tidak mau melihatnya menangis lagi -- dan -- lagi..'

"Kami telah melakukan sebuah kesalahan besar, Pak Hamzah - Bu Retno." Wajah Rudolf berubah serius. Namun suaranya masih tetap terjaga. Ia tak mau kalau sampai Adit mendengarkan percakapan mereka.

"Kami membiarkan 'dia' untuk menikmati apa yang bukan miliknya. Dan semoga saja orang itu mendapatkan hukuman yang pantas." Hans menyambung.

Nenek Retno mengambil sebuah bingkai foto yang terpajang pada satu meja bulat khusus di ruang tamu.

"Sebegitu dekatnya Ibu Dasimah dengan Adit.."

"Benar sekali, Ibu Retno. Bagi Ibu Dasimah, Adit adalah hartanya yang paling berharga." Ujar Rudolf. "Namun sayang, Ibu Dasimah tidak berhasil mengambil alih hak asuh Adit saat itu."

"Dan begitu juga dengan Bapak dan Ibu Tanjung yang sudah membawa masalah ini sampai ke pengadilan pun, ternyata harus bisa menerima kenyataan pahit itu." Gill pun, ikut angkat bicara. Dia ini adalah orang kepercayaan Keluarga Tanjung, yang ditugaskan bersama rekannya Wendy, untuk mencari Aditya.

"Lalu, apa yang akan kalian lakukan setelah ini?" Tatapan Kakek Hamzah tak main-main. "Sebab saya, tidak akan pernah membiarkan Adit pergi dari kehidupan saya dan isteri saya."

"Tidak seperti itu, Pak Hamzah."Hans tetap terlihat tenang. "Kami sama sekali tidak ingin membawa ataupun merebut Aditya. Kami hanya ingin menyampaikan apa yang telah diamanatkan Almarhumah Ibu Dasimah kepada kami berdua."

"Amanah apa itu?"

"Ibu Dasimah mewariskan seluruh rumah, kendaraan, vila, tabungan, deposito, dan perhiasannya kepada Aditya." Urai Rudolf.

"Dan begitu juga dengan Bapak dan Ibu Tanjung, Pak Hamzah. Mereka pun mengamanahkan pada kami untuk menyampaikan ini." Wendy ikut menimpali.

"Mungkin sebagian kecil uang sudah terpakai karena kecerobohan kami sendiri."

"Adit tidak butuh semua itu..!" Suara Kakek Hamzah meninggi. "Kalian kira aku tidak sanggup untuk membiayai kehidupannya?!"

"Kakek, maksud mereka bukan seperti itu.."

Keadaan pun menjadi hening. Keempat orang itu tidak mau sampai salah berucap lagi.

"Hahaha, terus gimana Nek?!"

Suara tawa Adit itulah yang memecah keheningan. Tak berapa lama, pintu ruangan perpustakaan mini itupun terbuka.

"Itu Kakek Hamzah dan Nenek Retno, Nek. Mereka itu yang sudah merawat Adit loh. Mereka baik dan tidak pernah galak sama Adit."

"Adit lagi bicara sama siapa?" Tanya Nenek Retno.

"Sama Nenek Dasimah, Nek. Kata Nenek Dasimah, sekarang Adit jadi tinggi dan berubah. Tapi Adit masih suka dengan wangi parfum bungan jasmine dan lily yang suka dipakai Nenek Dasimah."

"Nenek Dasimah.."

Adit mengangguk antusias. "Adit harus menyelesaikan lagi 3 buku. Sebelum nanti Adit bisa keliling dunia naik pesawat. Hhehe.."

#####

Find Him...!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang