Author POV
"Dorrrr!!!"
"ANJING!" umpat Tomy yang seketika langsung terjingkat. Ia menengok ke arah belakang. Arif dengan wajah tanpa dosa nyengir, jari tangannya membentuk peace.
"Bangsat! kaget gue anjir!" teriak Tomy yang kaget bukan main, lalu tangannya bergerak menjitak kepala Arif. Saking kagetnya, ia bahkan sampai berdiri tegak menggebrak meja.
Emang sahabat laknat si Arif. Untung Tomy tidak punya riwayat penyakit jantung. Kalau punya, mungkin ambulans sedang otw datang kemari.
Arif hanya nyengir kuda sambil menggaruk tekuknya. Tomy yang melihat wajah menyebalkan si Arif ingin sekali mencekik lehernya lalu menguburnya hidup-hidup.
Tomy memendang tulang kering Arif. Arif refleks melotot, mengaduh kesakitan lalu mengusap pelan tulang keringnya.
"Bangke, sakit nyet! lo tendang pas tulang kering!" maki Alif tidak terima. Matanya melotot menatap Tomy.
Ini si Arif kenapa lama-lama minta disantet ya. Jelas-jelas dia yang mulai duluan. Jadi jangan salahkan Tomy jika ia membalas budi atas perbuatan Arif padanya tadi.
Tomy mengeplak kepala belakang Arif, "Lo yang mulai duluan! ngagetin aja lo, sialan! untung gue gak mati berdiri tadi," omel Tomy ketus. Lalu ia kembali mendaratkan bokongnya dibangku kantin.
Arif mengusap kepalanya pelan,"Iye iye maap. Eh, tuh gue udah mungut si Daven," lapornya terkekeh, menunjuk Daven dengan dagunya.
Daven yang sedari tadi hanya menonton kelakuan konyol sahabat-sahabatnya pun akhirnya angkat bicara, "Sialan! lo pikir gue apaan?!" gretak Daven sambil melotot ke arah Arif. Ia pun mengikuti Tomy yang duduk manis dibangku kantin.
"Iye iye buset, ampe mau keluar itu matanya," gerutu Arif yang juga ikut duduk, "gue punya temen kenapa sangar amat dah," gumamnya lirih. Tapi tentu saja terdengar jelas ditelinga Daven dan Tomy.
Daven dan Tomy secara bersamaan menginjak kaki kanan dan kiri Arif.
"ANJING SAKIT GOBLOK!" Arif berteriak kesakitan. Ia mengusap kedua punggung kakinya yang terbalut sepatu.
Sementara Daven dan Tomy tersenyum puas sambil bertos ria karena mereka berhasil membalas Arif.
"Mampus lu, makanya jangan macem-macem ama kita. Ya nggak, Ven?" Tomy tertawa renyah. Yang langsung dibalas anggukan oleh Daven.
Arif menekuk wajahnya, "Gak setia kewan lu pada," ujarnya sinis sambil menujuk wajah Daven dan Tomy dengan jari telunjuk.
Tomy meraup kasar wajah Arif, "Setia kawan goblok!" tukasnya.
"Lah bodoamat terserah gue, mulut juga mulut gue," Arif mengendikkan bahu cuek.
"Sakit jiwa lo gak ilang-ilang, Rif," celetuk Tomy geleng-geleng kepala.
"Yee, ni anak gak mirror! lu juga sakit jiwa kali," balas Arif tidak terima. Lalu matanya beralih menatap Daven yang sedari tadi hanya diam.
Arif berdehem, "Woy curut! nape lu? tumben diem, mana pake ngelamun lagi. Lagi sariwan? panas dalam? bibir pecah-pecah?"
Tomy kembali meraup wajah Arif, "Malah iklan lo!"
"Bodo! Kesambet ya lo, Ven?" Arif menjeda ucapannya, "Ohh, gue tau. Atau jangan-jangan lagi ngebayangin jorok ya lu? wah parah-parah!" tebaknya sambil geleng-geleng kepala.
Lamunan Daven buyar, lalu matanya beralih menatap Arif garang, "Berisik!" tukasnya.
"Lu kalo ngomong jangan asal njeplak aja kodok!" Tomy kembali meraup kasar wajah Arif. Dan terjadilah pertengkaran abadi antara Tomy dan Arif. Daven hanya mengendikkan bahu cuek. Ia mengabaikan pertengkaran sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Girl [ON-GOING]
Teen Fiction[SEDANG HIATUS] Terkadang Tuhan hanya mempertemukan, bukan menyatukan.