Author POV
Senin pagi. Mungkin hari ini adalah hari paling bahagia menurut Metta. Jangan tanyakan lagi alasannya. Kalian ingat Olimpiade Fisika kemarin lusa?
Nah, itulah sumber kebahagiaannya. Ia dan Daven berhasil meraih juara kedua. Ya, meski bukan juara pertama. Metta tetap senang dan bersyukur. Itu berarti, usahanya tidak sia-sia.
Upacara bendera selesai lima menit yang lalu. Diupacara tadilah diumumkannya kejuaraan. Metta dan Daven dipanggil ke depan untuk menerima piala, tropi, sertifikat, dll dari Kepala Sekolah.
Jika Metta amati tadi, banyak tatapan tajam dan iri dari para siswi yang mengarah kepadanya. Metta yang notabenya siswi biasa-biasa saja, sekarang menjadi tenar karena itu. Tetapi ia cuek saja.
Ngomong-ngomong soal pengakuan Daven kemarin lusa, Metta belum berani bertanya. Jangankan bertanya, berdiri didekat Daven saja ia sudah gemetaran. Tapi...ya sudahlah. Mungkin, lain kali ia akan mengklarifikasinya.
Kini, Metta sedang berjalan tergesa menuju toilet untuk buang air kecil. Alya yang masih berdiri dilapangan pun ditinggalkannya karna Metta sudah tidak tahan.
Sesampainya ditoilet perempuan, ia langsung masuk bilik kamar mandi dan melaksanakan keperluannya.
Setelah selesai, Metta keluar dari bilik. Ia berjalan menuju wastafel dan berkaca. Ia merapikan seragamnya.
Tanpa aba-aba, seseorang mendorong tubuh Metta sampai menubruk tembok disampingnya. Metta yang belum siap terkena serangan mendadak pun, kini terpojokkan.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat mulus dipipi kanan Metta. Gerakan itu terlalu cepat, bahkan Metta tak tahu siapa yang menamparnya barusan. Metta meringis. Perih. Ia memegang bekas tamparan tersebut.
"Itu hadiah buat lo karna udah berani deket-deket sama Daven!"
Metta mendongak. Skakmat! benar saja dugaannya. Angel, kini menatap Metta dengan tatapan membunuh. Dibelakang Angel, terdapat dua dayangnya.
Metta mengumpat dalam hati. Duh, kenapa tadi gue gak ajak Alya aja sih?!
"Gue gak pernah sekalipun deket-deket sama Daven!" balas Metta sengit.
Angel tertawa sinis, "Berani jawab ya lo! berani lo sama gue?!"
Metta terdiam. Ia menunduk pasrah. Tiga lawan satu, bagaimana bisa?
"Gue kasih tau ya sama lo. Jangan lo pikir gue gak tau kalo seminggu kemarin lo deket terus sama Daven! dasar cabe! gak usah caper deh lo jadi cewek!"
Metta tertawa dalam hati. Gak ngaca. Yang cabe disini sebenernya siapa?
Metta mendongak, "Gue cuma belajar bareng sama dia, itu juga buat Olim."
Anget tersenyum miring, "Oh, buat Olim ya? yakin gak ada maksud lain?"
"Udah deh, Njel, sikat aja langsung," ucap cewek berambut sebahu yang bernama Siska.
"Iya, Njel," kompor cewek satunya yang bernama Friska.
"Slow dulu guys, jangan buru-buru. Gue masih mau main-main dulu sama ni cewek." ujar Angel.
Kini Angel menatap Metta dengan smirk jahatnya, "Gue udah peringatin lo waktu dikantin. Tapi lo malah ngelunjak. Ya jangan salahin gue kalo gue kasih pelajaran buat lo."
Tangan Angel bergerak menjambak rambut Metta. Metta meringis, sakitnya bukan main. Setetes cairan bening meluncur dari mata Metta. Metta memejamkan matanya rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Girl [ON-GOING]
Teen Fiction[SEDANG HIATUS] Terkadang Tuhan hanya mempertemukan, bukan menyatukan.