"Ada satu cara," kata Daven tiba-tiba.
Metta tersentak lalu membalas tatapan Daven, "Apa?" tanya Metta serius.
"Jadi pacar pura-pura gue."
Deg!
Seperti ditimpa ribuan beton, dada Metta sesak bukan main. Metta meneguk salivanya berat.
Ni cowok minta ditendang sampe Madagaskar atau gimana sih?! Nyinyir Metta dalam hati.
"Pa-pacar? pura-pura?" tanya Metta sambil menatap Daven tidak percaya.
Pacaran?
Yang benar saja? Bahkan Metta tidak pernah sekalipun terikat oleh status hubungan seperti itu. Mendengarnya pun, Metta bergidik ngeri. Metta sangat menjauhi hubungan itu dan berusaha tidak memikirkannya.
Dan sekarang, dengan frontalnya Daven mengatakan kata sakral itu pada Metta. Ah koreksi, lebih tepatnya memberi tawaran.
"Lo bantu gue, gue maafin lo," ucap Daven santai. Ia menatap datar Metta yang nampak gelisah.
"Emm g-gue gak mau." Metta menggaruk tekuknya canggung. Kenapa Metta terlihat salah tingkah?
Mungkin jika orang lain yang berada diposisi Metta, orang itu sudah menerima tawaran itu tanpa paksaan bukan? Tetapi Metta? malah sebaliknya.
"Gue cabut," ucap Daven seraya berjalan mendekati motornya.
Tetapi sebelum hal itu terjadi, Metta terlebih dahulu mencekal pergelangan tangan Daven.
"Tunggu dulu," cegah Metta.
Daven berbalik, "Apa lagi? lo gak mau kan?"
"I-iya sih. Tapi bentar, gue mau nanya dulu."
Daven melepas cekalan Metta, "Apa?"
"Maksud lo yang ngakuin gue jadi pacar lo waktu itu apa?"
"Bukan apa-apa."
Metta berdecak, "Gak mungkin tanpa alasan kan?"
Daven berpikir sebentar, "Gue dijodohin sama papa gue. Dan gue sama sekali gak mau nerima perjodohan itu. Dan satu-satunya cara supaya bokap gue mau batalin adalah lo harus jadi pacar boongan gue."
"Itupun kalo bokap gue mau percaya," tambah Daven.
Sekedar info, ini kedua kalinya Metta mendengar kalimat terpanjang Daven.
"Gak mau! pokoknya gue gak mau!" sahut Metta ogah-ogahan.
"Lo gak punya rasa bersalah sama sekali ya?"
Metta menyeritkan alis.
"Lo udah rusakin barang berharga gue. Gak ada balas budinya banget," cibir Daven.
Metta menggeram, "Kan gue juga udah bilang mau ganti ini pesawat. Tapi lo malah gak mau! jadi disini yang salah tuh siapa sih sebenernya?!" balas Metta sewot.
"Percuma lo ganti. Itu belinya di London."
Metta membulatkan matanya, "Seriusan?!"
"Hm."
Jauh-jauh pergi ke London untuk membeli barang kecil seperti itu?! huh, yang benar saja. Bisa gila Metta hal itu benar-benar terjadi.
"Gimana?" Daven masih mencoba membujuk Metta. Bukan apa-apa, tetapi tidak ada cara lain selain ini menurut Daven.
Sedangkan Metta sedang berpikir keras. Jika ia tidak menerima tawaran Daven, ia juga tidak enak. Karna ia sudah merusakkan barang milik cowok itu dan terkadang merepotkannya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Girl [ON-GOING]
Teen Fiction[SEDANG HIATUS] Terkadang Tuhan hanya mempertemukan, bukan menyatukan.