Ciee author yg lma gk up akhirnya up jga, ehehe. Pencet bintang sebelum membaca!
❤Happy Reading❤
•••••
Bagi Daven, hal yang sangat ia benci didunia ini adalah alkohol. Namun, membicarakan hal itu, Daven sendiri sudah pernah mencoba minuman haram itu tempo hari.
Tetapi sekarang, selain alkohol Daven mempunyai satu lagi kebencian. Entah sejak kapan rasa benci ini muncul, yang jelas Daven merasa muak jika harus melakukan hal ini. Yaitu mengunjungi rumah yang menurutnya kerak neraka.
Seperti sekarang, Daven sudah menapakkan kakinya tepat didepan gerbang rumah bergaya scandinavian ini.
Rumah yang terlihat megah dan elegan, dengan taman kecil dihalaman depan dan sebuah air mancur membuat rumah ini terasa nyaman ditinggali. Mungkin sangat aneh jika disebut rumah karna terlalu megahnya bangunan yang kental dengan arsitektur khas Eropa ini.
Daven menguatkan tekadnya untuk melangkahkan kaki. Walau tidak bisa dipungkiri jika hatinya terasa nyeri mengingat kenyataan yang telah terjadi tempo hari.
Dengan langkah tegas Daven berjalan masuk. Memang gerbang sudah terbuka sejak Daven tiba tadi, satpamlah yang membukakan.
Sampai diambang pintu, Daven berhenti. Ragu-ragu ia memutar kenop pintu tanpa memencet bel. Ia tidak peduli dengan kelakuannya yang terbilang kurang ajar untuk seorang tamu. Karna ia sadar, ia bukanlah tamu, tetapi pemilik rumah ini walau bukan atas dasar warisan orang tua kandungnya. Tetapi ia berhak ada disini, karna rumah ini telah diberikan sepenuhnya kepadanya.
Daven berjalan santai memasuki rumah menuju lantai atas. Tujuannya datang ke sini hanya satu, mengambil semua barang-barang penting dikamarnya yang belum sempat terbawa saat ia kabur dari rumah.
"Tamu tidak diundang."
Langkah Daven berhenti dipermukaan tangga.
"Sudah ingat alamat rumah hm?"
Tanpa sadar, tangan kanan Daven sudah terkepal erat. Daven berbalik, menatap tajam laki-laki paruh baya didepannya.
"Ada perlu apa kamu datang? oh, atau kamu berubah pikiran tentang perjodohan itu? jadi, sekarang kamu menerima perjodohan itu, Daven?" tanya Roy-Papa angkat Daven.
Roy tergelak, "Bagus, anak yang berbakti."
"Jangan harap!" tegas Daven.
"Saya tidak akan pernah menerima perjodohan itu!" tambahnya.
"Kamu akan menerimanya, cepat atau lambat, papa yakin itu," tukas Roy.
Daven tertawa sinis, "Jangan terlalu yakin."
"Papa tau tujuan kamu datang kesini."
Tawa Daven seketika terhenti.
"Kamu ingin mencari tahu siapa orang tua kandungmu bukan?"
Sontak Daven menatap tajam Roy. Roy tertawa puas karna tebakannya benar.
"Oke, mari kita buat perjanjian," ujar Roy.
Daven masih diam.
"Papa akan beri tahu siapa orang tua kandungmu asalkan kamu mau menerima perjodohan ini, simple," kata Roy enteng.
Daven berdecih, "Basi."
"Buat apa juga kamu mau tahu tentang mereka? mereka tidak menginginkan kehadiranmu. Tidak ada orang tua yang membuang anaknya sendiri bukan? kamu dibuang dan Papa yang mengadopsi kamu. Jadi anggap saja kamu balas budi atas kebaikan Papa, dengan menerima perjodohan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Girl [ON-GOING]
Teen Fiction[SEDANG HIATUS] Terkadang Tuhan hanya mempertemukan, bukan menyatukan.