5. Siska vs Bu Ernita

244 76 9
                                    

Gue menguap lebar, mengantuk, mata gue rasanya berat untuk dibuka, hawanya ingin tertidur saja saat pembelajaran ini. Melihat guru berkacamata tebal disertai dandanan menor plus konde bak sarang merpati guru itu membuat gue enggan membuka mata.

Jangan salahkan gue yang telah mendefinisikan Bu Ernita sebagai guru termenor dan tergalak di SMA ini. Karena memang faktanya seperti itu.

Kalau saja hari ini yang mengajar Pak Pepen, Guru Seni Budaya. Pasti gue bakalan jadi semangat 45. Pasalnya Pak Pepen tak pernah marah meskipun terkena ledekan receh dari gue, tak hanya itu Pak Pepen juga orangnya nyenengin, baik, murah senyum dan tidak galak tentunya. Tidak seperti Bu Ernita, mungkin Bu Ernita dan Pak Pepen bagaikan langit dan bumi, beda jauh.

Namun siapa sangka, Pak Pepen yang humoris itu ternyata suka sama Bu Ernita si Harimau dari planet pluto.

Hal itu menjadi bahan lelucon para murid namun Pak Pepen tergolong sebagai orang penyabar, beliau pun tidak keberatan akan itu.

Ntah apa yang membuat Pak Pepen jadi suka sama Bu Ernita, mungkin Bu Ernita cantik dan berwibawa di matanya. Padahal Pak Pepen jauh lebih muda daripada Bu Ernita yang notabene janda anak tiga.

Sedangkan Pak Pepen, umurnya terbilang cukup jauh dari umur Bu Ernita, tetapi Pak Pepen belum juga menikah-menikah. Mungkin ia menunggu Bu Ernita menerima cintanya. Karena memang banyak anak yang bergosip bahwa Pak Pepen sering di tolak beberapa kali oleh Bu Ernita. Ntah itu fakta atau hanyalah opini seseorang.

"Lama-lama, mata gue jadi rabun deh ngelihat muka makhluk planet pluto." celetuk gue agak keras namun untungnya orang yang disindir sedang sibuk menulis rumus di papan tulis.

Sebagian anak terkikik namun tidak keras, takut terdengar oleh Bu Ernita.

"Husst.. Nanti Bu Ernita denger." bisik Shafira memberi peringatan.

"Biarin." ketus gue.

Gue memundurkan kursi dan berniat untuk tidur di bawah meja, akan lebih aman jika tidur mengumpat di bawah daripada tidur di atas kursi.

"Siska, lo ngapain?" tegur Shafira lagi.

"Tidur." jawab gue singkat.

"Nanti kalau ketahuan gimana?"

"Tenang, disini aman kok." Gue tersenyum dengan raut wajah jenaka.

Shafira hanya menggeleng-gelengkan kepalanya takzim kemudian kembali fokus ke papan tulis.

"Nanti kalau lo kepergok Bu Nita, gue gak mau ikut campur." tegas Shafira.

Gue mengeluarkan permen dari saku, permen teruenak se-laut Pasifik, seperti biasa kalau gue sedang boring, bisa saja habis satu toples permen, sampai gigi gue karatan. Lebih bagus lagi kalau gigi gue itu gingsul lima, jadi kalau gue senyumin, jangan sampe mimisan ya kalian para fans yang gue benci. Ralat, yang gue sayang dengan sepenuh jiwa raga sekarat.

Aktivitas yang menyenangkan bagi gue hanyalah bermain game, gue terkikik bahagia, seolah dunia sedang berpihak untuk gue, nyawa gue seakan masuk ke dalam dunia perang.

Ponsel hitam telah berada di genggaman tangan, sepertinya fungsi benda ini khusus untuk bermain game saja. Ya biarin, ponsel gue kok, bukan pinjam milik tetangga.

Game yang akhir-akhir ini sering gue geluti akan kembali dimulai.

'Welcome to Mobile Legend' suara itu menggelegar ke seluruh penjuru kelas, dan sumbernya dari kolong meja. Seketika gue menjadi pusat perhatian seisi kelas, sepertinya gue harus pakai kacamata hitam, seolah gue sudah seperti artis saja.

SISKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang