15. COLEK

113 54 3
                                    

~00~

______

"Oh, Pak Pepen. Senyumanmu melelehkan hatiku.
Tawamu membuat gila jiwaku.
Sedihmu merapuhkan ragaku.
Tangismu MERUNTUHKAN RUMAHKU!"

Seketika tawa anak seisi kelas meledak, padahal mereka sudah sangat menghayati pusi romansa ini namun ujung-ujungnya malah ambyar tak terkendali bahkan cicak yang merayap di dinding pun langsung kabur, tidak mau mendengarkan puisi gue lebih lanjut.

Saat ini jam kedua kelas gue adalah pelajaran Seni Budaya. Pak Pepen yang seringkali dijadikan bahan humor anak-anak hanya bisa menggelengkan kepalanya tak lazim. Selalu ada-ada saja tingkah anak remaja zaman sekarang. Mereka menganggap guru sebagai teman sebaya. Walau begitu Pak Pepen senantiasa sabar menghadapi cobaan rohani ini.

Disaat kelas sedang sepi-sepinya mendengarkan Pak Pepen yang menjelaskan materi tentang teknik menggambar tiga dimensi. Gue tiba-tiba menceletuk asal membuat keadaan tidak sekaku tadi. Selalu begitu. Gue gak suka belajar terlalu spanteng.

"Pak Pepen dicariin sama janda anak tiga tuh!" celetuk Cungip dari pojok kanan belakang.

"Siapa?" tanya Pak Pepen.

"Bu Ernita."

"Eaaaa. Ayo langsung gercep pak nanti diambil sama yang lain."

"Hidup tanpa Bu Ernita bagai negara tanpa kota." banyolan Riski yang amat receh.

"Pak Pepen pilih yang mana, perawan atau janda. Perawan memang menawan, janda lebih menggodaaa~" nyanyian Cungip bergerilya.

"Udah berapa kali ditolak sama Bu Ernita pak?" tanya Tian.

"Hati abwang meranaa." balas Cungip.

"Kita sebagai anak buahnya sudah merestui seratus persen pak."

"Kok bisa ya, Pak Pepen suka sama yang garang gitu."

"Secara dia tuh spesies langka, punya jiwa Harimau Planet Pluto."

"Hahaha. Emang bener ya, kalau cinta udah jadi raja maka logika tak lagi punya kuasa." ujar gue yang membuat Pak Pepen bergidik ngeri.

Keadaan kembali hening ketika Pak Pepen memelototi satu persatu manusia yang ada didalam kelas.

"Kucing garong lagi berantem.
Hemmmm." ujar Pak Pepen yang malah membuat tawa seisi kelas kembali tersembur.

"Assalamualaikum."  tiba-tiba ada seorang perempuan mengucap salam di ambang pintu.

"Wah, baru diomongin udah nongol aja orangnya." celetuk Tian keras membuat Pak Pepen langsung menoleh salah tingkah.

"Kebetulan nih katanya Pak Pepen mau lamar Bu Nita sekarang!"

"Terima." anak sekelas bersorak kata yang sama dengan heboh padahal Pak Pepen tidak menunjukkan reaksi apapun sementara Bu Ernita sudah melotot tajam.

"JADI DARI TADI KALIAN NGOMONGIN SAYA YA?!" teriak Bu Ernita.

"Kalau bucin jangan sampai kebawa pas ngajar dong pak. Kan kelas jadi gak kondusif gini." ujar Bu Ernita yang sukses buat Pak Pepen bungkam seketika sementara tawa anak seisi kelas langsung meledak.

"Siska, mana Siska." panggil Bu Ernita, membuat siswa-siswi bergeming kembali dan menatap kearah satu titik yang sama.

"Ada apa Bu?" tanya gue.

"Bisa keluar sebentar."

"Siap dongg!! Mau ngajak traktiran bakso ya kan? iya dong?"  ucap gue seraya berjalan keluar kelas.

SISKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang