Melihat mu tersenyum adalah kebahagiaanku. Karena itu, izinkan aku selalu membuat mu tersenyum untuk kebahagiaan mu juga aku.
Tik!
Tik!
Tik!
Waktu terus bergulir, namun tak terlintas sedikit ide dalam benaknya. Terasa sangat buntu. Padahal sangat dibutuhkan. Menyebalkan memang jika dibutuhkan tapi tak ada.
Andra membalikkan badannya. Berjalan kesana kemari seperti setrika kurang panas. Menopang dagunya sesekali berkacak pinggang.
"Stress gue lama-lama!" ujarnya sendiri sambil memegang kepalanya. Cenat cenut serasa hendak pecah.
"Lagipula ngapain dia harus ganggu Resya." Andra kesal pada seorang yang terus meneror Resya. Dia mengatakan bahwa Resya tak akan pantas untuk Andra. Melakukan segala sesuatu agar Resya menjauh dari Andra.
Andra menyunggingkan senyum sinisnya. Kali ini ia tidak akan membiarkan siapapun menyentuh gadis itu. Tidak akan pernah.
Walaupun banyak orang mengatakan dirinya dingin, tapi tidaklah semuanya benar. Ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka yang Andra sayang, termasuk Resya. Tidak ada yang tahu pasti, termasuk dirinya sendiri sejak kapan ia menyayangi gadis itu. Nalurinya hadir begitu saja, keinginan untuk melihat Resya tersenyum. Apapun itu, sebisa mungkin Andra akan melakukannya.
Sya, maafin gue. Tapi ini adalah cara untuk ngelindungi lo sampai gue ketemu orang itu, batinnya.
Andra beranjak ke kamar mandi. Mencuci wajahnya di wastafel kalu mengusap kasar dengan tangannya. Ia mendengus kasar. Jika bukan karena Resya, mana mungkin Andra akan sebimbang ini.
***
Mentari baru saja menyapa. Menghangatkan tiap langkah yang menuntun ribuan manusia untuk melakukan kegiatannya. Memberi semangat baru untuk menjalani hidup. Mensyukuri bahwa hari ini mereka masih berada disini.
Sepanjang koridor Resya dan para sahabatnya saling bercengkrama. Tertawa, sesekali membicarakan topik-topik yang tengah hangat di perbincangkan oleh siswa SMA GARUDA.
"Dadahhh.. Gue masuk dulu yah, jangan kangen" ujar Dheta melambai-lambaikan tangannya.
"Yah paling juga gue mual kalo inget lo." sahut Rania sinis.
"Hahaha, jelek aja lo banyak tingkah."
"Apa sih lo? Kecil-kecik ikut aja." Dheta mendelik ke arah Resya yang telah mengatainya. Resya bergedik tak menghiraukan, ia masuk ke dalam kelas.
Ketika sampai ke bangkunya, ada hal yang membuat Resya terkejut. Bangkunya kotor. Dan ada selembar kertas putih yang di coret dengan tulisan tangan disana. Resya memungutnya.
Hinaan lagi! Sudah kesekian kalinya dirinya di olok-olok karena masalah yang sama. Masalah yang entah Resya juga tak paham darimana pemikiran mereka berasal.
Rachel menepuk bahu sahabatnya. Seakan mengerti apa yang sedang Resya rasakan. Rachel tersenyum menguatkan, karena bukan saatnya ia menanyakan atau komentar banyak hal saat ini.
Resya mengangguk pada Rachel dan Rania. Ia tersenyum miris menatap tulisan itu. Begini rasanya mencintai seorang yang banyak dicintai orang lain. Menyakitkan.
Apa iyah gue emang segitu nggak pantesnya buat Andra?, batin Resya. Segera ia menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan overthinking yang singgah di kepalanya.
"Sini gue bantuin bersihin." tawar Rachel. Resya mengangguk.
"Makasih yah" ujarnya tulus.
"Hahahah, nggak usah gitu kita kan sahabat." kata Rachel tersenyum tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [TAHAP REVISI]
Teen FictionKetika kamu hadir dengan segala hal yang mampu mengembalikan dunia ku. Menjadikan aku percaya akan hal yang sempat hilang. Tapi mengapa kamu memberi pembatas yang seakan tak dapat ku tembus? - Resya *** Karena kamu tidak tahu, aku mencintai mu denga...