Part 13

2.7K 98 4
                                    

Kau tahu, aku tidak mudah menyerah. Namun jika kau tidak memilihku, aku akan menyerah pada dia yang kau pilih.

***

"Resya"

Gadis itu menoleh. Terlihat Meka  setengah berlari ke arahnya. Saat ini mereka sedang ditaman belakang sekolah. Beginilah Resya, ia selalu mencari tempat untuk menyendiri  jika sedang sedih.

"Lo nggak papa?" tanya Meka. Resya hanya menggeleng dan tersenyum ke arahnya. Namun, Meka tahu bahwa sahabatnya ini kenapa-kenapa.

"Mek, tadi gue beneran khilaf banget ngomong gitu ke Rachel. Gue merasa bersalah sama dia. Nggak seharusnya gue ngomong gitu." Akhirnya Resya membuka suara. Tatapan matanya menatap lurus ke depan. Ia menghela napas panjang.

"Bukan salah, cuma lo tahu sendiri kan gimana Rachel. Mungkin dia cemburu sama kedekatan lo dan Andra yang gue juga yakin kalau kalian sebenarnya ada sesuatu yang saling dipendam," jelas Meka mengenai pendapatnya. Ia tahu bahwa kedua sahabatnya ini sedang terjerat cinta segitiga.

Mungkin sebelumnya tak ada menyadari semuanya. Tapi, lambat laun jelas sekali bahwa Andra memang lebih menaruh perhatiannya pada Resya. Dan sepertinya perasaan Rachel akan bertepuk sebelah tangan.

"Terus gimana?"

"Lo tau apa yang harusnya lo lakuin," ujar Meka. Resya menggangguk lalu tersenyum. Ia harus meminta maaf atas ulahnya tadi kepada Rachel. Meski berat rasanya untuk rela, namun ia tidak ingin masalah ini menyebabkan hancurnya hubungan persahabatan mereka.

Resya dan Meka beranjak dari sana. Mereka harus segera menemui sahabatnya yang lain.

***

"Assalamualaikum ma"

"Waalaikumsalam," jawab wanita itu, "Udah pulang Ndra?"

"Iya ma. Ma, aku ke dalam dulu ya." Pamit Andra sambil mencium pipi mamanya. Andra memang sangat dekat dengan mamanya.

"Nggak mau makan dulu, sayang?" Andra menjawabnya dengan gelengan kepala saja.

Setelah sampai di kamar...

Ia menghempas tas nya ke tubuh Gevin membuat cowok yang sedang bermain game di ponselnya. Gevin mengumpat tanpa mengalihkan tatapannya dari hero-heronya.
"Eh bang, sakit curut. Gue ini lagi belajar," protes Gevin

"Alahhh... lo main game, nggak usah sok pinter sih lo"

"Mending gue sok pinter. Lah elu? Udah tau bego tetep aja pura-pura bego," elak Gevin yang keheranan. Ia bingung mengapa punya kakak yang otaknya cuma separuh?

"Gue sleding juga lo jadi adek. Durhaka banget ke abangnya yang ganteng ini"

"Ganteng pala lo bundar," sewot Gavin. Ia sudah memasang ekspresi geli seperti akan muntah sekarang juga.

"Eh Vin, lo sadar ga sih selama ini?" tanya Andra sok serius

"Sadar apa?"

"Kalo gue gantengnya melebihi elo."
Gevin nampak cengo dengan ucapan abangnya, tapi dia tidak menjawab. Andra yang mendapati adiknya seperti itu mendelik horor.

"Mama, kamar bang Andra ada hantu. Mukanya jelek kaya Andra." Teriak Gevin dengan lari terbirit-biritnya. Ia pura-pura takut.

Kali ini Andra cengo, maksud Gavin apa? Hantu siapa yang Gevin maksud? Andra memilih mengabaikan tingkah adiknya yang aneh itu. Ia mengedikkan bahunya sembari membuka semua kancing kemeja seragamnya hingga terlihat dirinya dengan kaos yang dipakainya sebagai dalaman. Tubuh eksotis Andra makin terlihat dan membuatnya lebih tampan.

Ia merogoh ponselnya. Membuka galeri lalu tersenyum tipis. Terpampang foto seorang gadis cantik disana. Ia mengambilnya diam-diam saat seorang itu tidak sadar. Posenya yang cemberut dengan memakan es krim sangat menggemaskan. Ia mengambil tadi saat melihat gadis itu menunggu jemputan. Ia sempatkan untuk menggodanya yang berakhir dengan memotretnya diam-diam.

Andra memegang dadanya sendiri, kok gue jadi seneng banget ya kalau bareng sama dia batinnya.

***

Resya sedang duduk dibalkon rumahnya. Ia menikmati semilir angin yang menyapanya, ditemani minuman coklat dingin kesukaannya. Merasuk hingga ke kulitnya.

Resya sedang memikirkan apa yang akhir-akhir ini memenuhi fikirannya.
Tentang seorang yang mengembalikan tawanya. Tentang seorang yang membuatnya kesal dan senang dalam waktu yang bersamaan. Tentang seorang yang tak hanya mampu ia definisikan dengan untaian kata.

Dia bagaikan matahari. Bersinar. Semua orang memujanya. Tapi tak terjangkau. Sedang Resya hanya salah satu dari jutaan bintang. Beda dimensi. Cahayanya hanya segelintir di antara indahnya bintang lainnya.

Resya menghela napas pelan. Merileksasikan syaraf-syaraf beku dalam tubuhnya. Seperti terkurung dalam bongkahan es, ia membutuhkan matahari untuk menghangatkannya. Ia membutuhkan—

Drrttt...Drttt...

Getaran ponsel menyadarkannya. Ia merogoh saku celananya, ternyata Rachel, batinnya. Syukurlah mereka saat ini sudah berdamai. Tadi Resya sudah menjelaskan dan meminta maaf pada Rachel. Meski masih diambang kebimbangan, Resya mencoba mengikhlaskan dengan menjalaninya seperti biasa.

Rachel_ntsy : Ehh Sya, tanya dong gue.. hihihi..

AresyaRafikaL : tanya apaan? Tentang kecantikan gue?

Rachel_ntsy : tobat wahaii anak kucing, PD amat lo.

Rachel_ntsy : Lo kira-kira ada niatan buat cari cowok lagi nggk?

AresyaRafikaL : nggk tahu sih, tergantung juga nanti gimana.
Eh btw kenapa nih?

Rachel_ntsy : Nggak papa sih. Kalau misalkan ada yang suka sama elo gimana?

Resya bingung kemana arah pembicaraan Rachel. Karena tidak biasanya dia tanya dengan gelagat seperti itu. Jarak ini makin terasa. Mungkin Resya tahu siapa yang dimaksud sahabatnya. Tetapi ia memilih bungkam dan berpura-pura tidak tahu saja. Biarlah.

AresyaRafikaL : Maksud lo siapa?

Ditempat lain Rachel sudah gelagapan. Ia bingung harus menjawab apa. Ia takut jawabannya akan menimbulkan masalah baru antara dirinya dengan sahabatnya.

Tidak mungkin ia mengatakan siapa orang yang dia maksud. Bagaimana jika Rachel hanya berprasangka sendiri? Terlebih ini menyangkut sahabatnya. Dia tidak ingin bertengkar hanya karena satu lelaki. Tidak ingin.

Tetapi, bagaimana dengan hatinya jika ia terus mengalah? Sangat menyakitkan jika kita mencintai seorang yang tidak mencintai kita. Apalagi bila ia disuruh merelakan, mengingatnya saja membuat dada sesak. Ia menghela napasnya kasar.

Rachel memilih tak membalas pesan terakhir Resya. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut. Biar gadis itu simpan sendiri.

***

"Hel, maksud lo siapa yang semalem?" Resya langsung bertanya to the point. Bukan bermaksud untuk memperpanjang masalah, Resya hanya ingin Rachel tidak salah paham lagi dengan asumsi-asumsinya.

"Hehehe nggak ada kok." kata Rachel. Sepertinya ia tidak ingin membahas lebih lanjut. Resya juga diam.

"Udah mending kita ke kantin aja. Gue laper nih," ajak Rachel kemudian. Resya mengangguk. Ia memilih untuk mengabaikannya saja, berharap dengan ini tidak akan membuat jarak yang lebih renggang antara dirinya dengan sahabatnya itu. Gadis itu yakin bahwa Tuhan sudah menggariskan sesuatu yang sudah dan akan terjadi dengan sebaik-baiknya. Bahkan jika nanti ia akan terluka untuk kesekian kalinya. Jatuh cinta memang mempunyai resiko, termasuk patah hati salah satunya.

"Ayo, Res."

"Mau kemana?" Resya terlonjak kaget, ia menatap canggung ke arah Andra.

"Ndra." Buru-buru cowok itu melepas genggamannya, "mau ke kantin," jelasnya kemudian ia meninggalkan Andra.

###

*ini sudah revisi.

Abu-abu [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang