Tidak ada yang bisa memaksakan hati. Termasuk kamu, sekalipun nanti aku pergi. Biarkan aku menghapus jejakmu dengan cara ku sendiri.
***
Dunia memang lucu. Semua tak pernah dapat seorang duga. Terkadang apa yang kita inginkan justru menjadi apa yang pertama hilang. Begitupula sebaliknya, apa yang kita ingin jauhi terkadang terus mendekat.
Banyak pilihan yang datang. Entah itu untuk menetap atau hanya sekedar singgah. Seperti halnya hati. Semua terasa kelabu. Tidak ada yang pasti.
Hanya saja seorang harus tahu, bahwa tak ada yang mampu memaksakan hati.Pagi ini Resya murung. Banyak hal yang berkecambuk dalam pikirannya. Menguras hampir habis tenaganya, walaupun fisiknya tak sanggup bergerak. Ia berjalan santai menuju gerbang sekolah. Tadi ia diantar oleh supirnya. Suasananya masih sepi, hanya ada beberapa murid yang berlalu lalang.
Sesampainya di kelas Resya akan memamerkan kembali raut cerianya. Mengintrupsikan hatinya agar baik-baik saja. Bukan maksudnya tidak ingin berbagi suka duka. Hanya saja ia paham, tidak semua hal harus diceritakan. Ada sesuatu yang memang untuk disimpan sendiri.
"Sya, tumben sendirian? Mana yang lain?" tanya Ardo.
Resya hanya berdeham dengan wajah lempengnya. Ia mengedikkan bahu tanpa menghentikan langkahnya. "Lah kok lo nanya gue, emang gue emaknya?"
"Pagi-pagi lo sarapan apa sih?"
"Kenapa lo tanya-tanya? Mau belikan gue makan ya?"
"Soalnya tuh mulut mirip petasan meletus" ledek Ardo.
"Sialan ya lo." Ardo tertawa renyah melihat ekspresi kesal cewek itu. Memang Resya sangat asik jika diajak bercanda.
Beberapa saat kemudian. Terdengar suara bel sekolah. Pelajaran akan dimulai. Resya menghela napas panjang. Atmosfer disekitarnya panas, bahkan dirinya tak yakin akan konsentrasi hari ini.
Kringgg... Kringggg...
Saat ini kelas Resya pelajaran Biologi. Sang guru masih menjelaskan materi yang minggu depan akan di praktekkan di laboratorium ipa. Bukannya mendengarkan penjelasan guru, Resya terlihat sangat gelisah. Beberapa kali ia mengetukkan jarinya ke atas meja.
Benar dugaannya, tak sampai setengah jam ia tak mampu memfokuskan dirinya sendiri.
"Hmm, Hel, lo... Baik-baik aja?"
Tak ada sahutan. Ia makin gelisah.
Resya sudah tidak tahan berada dalam kondisi canggung seperti ini. Ia harus meluruskan masalah ini secepatnya."Hel"
Berhasil. Rachel menoleh ke arahnya. Mengangkat sebelas alisnya, seakan menanyakan apa maksud Resya memanggilnya. Namun, lidah Resya terasa kelu. Tidak ada sepatah katapun yang keluar. Ia memilih bungkam sesaat.
"Hel." Panggilnya lagi.
"Hmm, gini...."
"Resya dengarkan!" Suara Pak Dion membuat Resya terkejut.
"Ehh iyah pak, maaf." Akhirnya Resya harus fokus ke depan. Dia tidak ingin dihukum hanya karena mengobrol saat jam pelajaran. Itu akan menambah bebannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [TAHAP REVISI]
Fiksi RemajaKetika kamu hadir dengan segala hal yang mampu mengembalikan dunia ku. Menjadikan aku percaya akan hal yang sempat hilang. Tapi mengapa kamu memberi pembatas yang seakan tak dapat ku tembus? - Resya *** Karena kamu tidak tahu, aku mencintai mu denga...