Izinkan aku terus disini, mencintai mu dengan cara ku yang sederhana. Akan ku usahakan semampu ku.
Pagi ini sangat cerah. Matahari bersinar menghangati bumi. Tapi tidak dengan hati gadis itu. Suasananya gelap. Mendung atau mungkin saja hujan. Tak ada yang tahu pasti, hanya dia dan Tuhan yang tahu pasti.
Resya berjalan sendiri menuju kelasnya. Kehampaan yang terasa pagi ini tak sama dengan keadaan sekitarya yang ramai. Siswa lainnya mulai berlalu di halaman sekolah. Sesekali ada yang menyapanya, tapi entah mengapa ia hanya memberikan senyum. Tak ada gairah untuk berbicara. Mungkin ada yang salah dengan otak dan mulut Resya yang seperti petasan renteng itu.
Ketika melewati tempat parkir, sekilas matanya bertemu dengan manik hitam mata berwarna hitam pekat itu. Tatapannya sulit diartikan oleh Resya. Ia hanya memandangnya datar. Buru-buru Resya mengalihkan pandangannya. Ia mendengus kasar, lalu melanjutkan jalannya yang sempat tertunda.
"Nggak. Gue nggak boleh lemah cuma karena dia." gumam Resya pelan. Ia merapalkannya agar tak lupa bahwa dirinya tak boleh egois sekarang. Tak usah memaksakan hal yang memang tak menginginkannya.
"Toh dia juga nggak mungkin kan mikirin gue. Emangnya gue siapa?" lanjutnya sinis sembari berjalan. Tanpa ia sadar, ada seorang yang sedang memperhatikannya dari jauh. Yah, memastikan apa yang sedang gadis itu lakukan.
***
"Sya pinjem pr lo dong."
"..." tak ada sahutan. Resya masih setia menidurkan kepalanya di meja dengan earphone yang terpasang di telinga. Seakan tak terusik, ia tak menjawab ucapan Rafa.
"Sya" ujarnya lagi menepuk tangan Resya.
Resya mengangkat kepalanya malas. Mendongak ke sumber suara yang mengganggunya.
"Lo habis nangis? Mata lo sembab banget."
"Nggak."
"Lo habis ngapain orang sampek kualat gini? Nangis-nangis kan lo, pasti nyesel deh udah sering jahilin orang." sulut Rafa.
Lagi-lagi Resya tak menjawab. Ia membalikkan badannya hendak mengambil sesuatu.
Satu.
Dua.
Matanya lagi-lagi bertemu dengan manik mata Andra. Ia mengalihkan pandangannya terlebih dahulu. Kemudian mengambil buku yang Rafa mau.
"Biologi kan?" tanya nya.
"Hehehe gitu dong cantik. Ntar bang Andranya dijamin makin sayang sama lo". Resya mendelik tak terima. Sedang Rafa hanya memberikan cengiran tak berdosanya sebelum ia melesat ke bangkunya.
"Sya?"
Kali ini Rachel dan Rania yang memanggilnya. Dengan berat ia menoleh ke arah mereka. "Lo beneran nggak papa?"
"Seperti yang lo liat. Gue masih sehat." sahut Resya.
"Iyah sih sehat fisiknya, tapi hatinya remuk. Berapa jam lo semalem nangis? Udah mau nya ingin panda lo?" sambar Rania dengan nada sarkatiknya.
"Apaan sih."
"Lo kenapa sih, Sya? Cerita sama kita aja." usul Rachel. Tentu saja saat ini wajah Resya sangat kacau. Terlihat matanya yang sembab dan sedikit pucat karena efek menangis semalaman.
"Gue cuma flu aja." balasnya
"Apa ini ada hubungannya sama Andra?"
"Nggak ada kok. Kalian tenang aja. Gue nggak papa." Resya tersenyum tipis. Ia masih belum ingin bercerita kepada sahabatnya. Bukan maksudnya ia tak percaya, hanya belum siap saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [TAHAP REVISI]
Teen FictionKetika kamu hadir dengan segala hal yang mampu mengembalikan dunia ku. Menjadikan aku percaya akan hal yang sempat hilang. Tapi mengapa kamu memberi pembatas yang seakan tak dapat ku tembus? - Resya *** Karena kamu tidak tahu, aku mencintai mu denga...