Part 17

2.6K 106 1
                                    

Suara tawa milikmu membuat semesta ku seakan berpihak sepenuhnya untuk jatuh hati pada mu.

***

Hari ini Resya sangat malas untuk pergi ke sekolah. Ia menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Rasanya tak ada gairah, tidak seperti biasanya. Senyum ceria yang biasa ia tampilkan kini berubah menjadi senyum tipis seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Tumben kamu nggak semangat, Sya?" tanya Bunda Resya.

"Nggk papa kok bun, capek aja semalem banyak tugas," elaknya. Ia tidak ingin bundanya mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya. Meski sesekali Resya menghela napas panjang, semakin memperjelas bahwa dirinya sedang banyak pikiran.

"Lagi sariawan kalik tuh anak." Celetuk ayah Resya.

"Ishhh!! Ayah mah!" ujar Resya sambil mengerucutkan bibirnya. Disana Dera hanya memperhatikan keluarganya itu.

"Yaudah, kita makan dulu." Sarah mengambilkan makanan yang tersaji ke piring.

"Makan yang banyak ya anaknya bunda, Dera mau nambah sayang?" perempuan kecil itu mengangguk dengan mata berbinar. Sarah terkekeh kecil sembari mengisi kembali piring si bungsu. "Kamu nggak nambah kak? Kok tumben makannya dikit banget?" Resya hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Res, berangkat sama siapa kamu?" tanya Ayahnya.

Belum sempat Resya menjawab, terdengar suara seseorang deruman motor dari luar. Cewek itu mengernyit, apa suara mobil temannya sudah berubah?

"Kayaknya temen kakak datang deh," ujar Dera membuat Resya mengangguk.

Suara Dera mengalihkan kembali perhatiannya. Ah, atau jangan-jangan cowok itu yang menjemput Resya, tapi mana mungkin. Dengan segera ia menuju keluar rumah. Ada sesuatu yang ganjal, jika itu benar sahabatnya. Sejak kapan klakson mobil berubah menjadi klakson motor.

"Apa sih pa--?" ucapan Resya terpotong saat melihat sosok makhluk yang ada di depannya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Rasya dengan nada ketusnya.

"Jemput anak tuyul" jawab Andra santai.

"Si-apa anak tuyulnya? Gue nggak pelihara tuyul!" Resya sudah sewot.

"LO lah!!!"

"ANDRA!!!" teriak Resya yang sudah mencak-mencak di tempatnya.

"Cepet naik lah, bacot banget lo."

"Nggak!"

"Naik!"

"Nggak! Kok lo-" ucapannya terpetong.
Tanpa aba-aba Andra menarik tangan Resya. Tiba-tiba saja bundanya Resya keluar bersama Dera.

"Lo ada temennya Resya?" sapa Sarah sembari tersenyum manis.

"Iya tante. Saya Andra temennya Resya" ujar Andra tersenyum manis, ia turun dari motornya lalu mencium tangan Sarah. Sok sopan, Resya mengumpat dalam hati. "Saya kesini mau jemput anak kecilnya tante" lanjutnya sambil mengedipkan mata ke arah Resya.

Sarah tertawa geli melihat seorang cowok yang menggoda putri sulungnya. Ia tahu bahwa anaknya sedang dekat dengan lelaki di depannya ini. Beberapa hari lalu ia memergoki anaknya sedang senyum-senyum membalas line dari Andra.

Flaschback On

Malam itu, Sarah ingin mengantarkan roti bakar kesukaan Resya. Ketika beliau mengetuk pintu, tak ada satupun balasan. Sang bunda masuk ke dalam dengan hati-hati.

Ia melihat ke arah anaknya yang sedang duduk membelakangi arah pintu. Resya duduk atas kasurnya. Perlahan bundanya mengintip apa yang sedang putri sulungnya ini lakukan.

Bundanya tersenyum. Ternyata anak ku sudah dewasa, batinnya.

Tanpa suara, bundanya membenarkan posisinya seperti saat ia masuk ke kamar ini.

"Res"

Resya terkejut. "Ehh iya, bun?"

"Nih roti bakarnya, jangan main hp terus. Tidur gih, jomlo gitu kamu chatting sama siapa?"

"Ih bunda nyebelin." Walau berkata seperti itu, muka Resya terbakar seperti baru saja ketahuan berbohong.

Flashback Off

"Iya jagain Resya ya," ujar bundanya melihat ke arah Andra dan Resya bergantian. "Resya sering ilang soalnya karena kekecilan." Lanjutnya yang mendapat pelototan tak terima dari sang putri.

"Bunda nyebelin"

"Yaudah saya pamit dulu ya tante cantik," kata Andra tersenyum manis.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab Sarah, bunda Resya sambil tersenyum.

***
Angin berhembus kencang menambah kecanggungan mereka. Seakan hanyut dalam pikiran masing-masing, tak ada obrolan apapun sejak mereka keluar dari pekarangan rumah Resya.

"Ndra" panggil Resya berusaha memecah keheningan.

"Hmm" jawab Andra yang masih fokus menyetir. Tapi ia melihat ke arah spion yang menampilkan sosok gadis itu.

"Kok lo tau rumah gue?" tanyanya to the point.

"Kepo"

"Ishh, Ndra gue serius"

"Gue juga serius sayangnya sama lo" gumam Andra yang terdengar sepenggal.

"Apa Ndra? Lo ngomong sayang ke siapa?" tanya Resya dengan muka polosnya. Andra menhebuskan nafas kasar. Lagian kenapa mulutnya bisa berbicara seperti itu, sungguh Andra merutuki dirimu sendiri.

Untung lo budek Sya, batin Andra. Ia tersenyum tipis melihat muka polos gadis itu. Tapi ada sesuatu yang membuatnya sesak, ia tak belum bisa mengatakan isi hatinya secara gamblang. Entah sejak kapan cowok itu mengakui yang di rasakan adalah perasaan sayang, bukan sekedar penasaran belaka.

Perjalanan dilanjutkan dengan banyak candaan. Andra sesekali mengerem sepedanya membuat Resya hampir saja terjatuh. Ia memukuli punggung Andra dengan kuat.

"Andra ihhh modus! Lo mau gue nempel-nempel sama tubuh kerempeng lo ini ya?!"

***

Sesampainya disekolah sudah banyak murid yang berhamburan menuju gerbang. Begitu juga dengan dua murid yang baru saja memasuki gerbang sekolah. Mereka menjadi sorotan banyak siswa siswi lainnya. Pemandangan pagi hari yang tidak biasanya.

"Ndra, gue takut deh sama mereka deh" tunjuk Resya dengan dagunya. Sedangkan Andra tidak terlalu memperhatikan itu.

"Sok takut lu, biasa tuh mulut pedes kayak petasan dicabein." Andra sudah mengetahui sedikit sifat judes perempuan disampingnya ini. Sedikit geli mendengar Resya mengatakan takut adu mulut dengan yang lain.

"Lah lo nggak sadar diri? Mulut lo lebih sadis" tanya Resya menantang.

"Ah masa?" Spontan membuat Resya memukul lenga Andra. Ia mengerucutkan bibirnya. Dasar cowok menyebalkan. Andra tersenyum geli melihat Resya seperti itu.

"Lo minta gue injek-injek disini juga ya?"

"Lo kecil gitu masih aja sombong". Ucapan Andra santai, tapi Resya sudah tak bisa menahan dirinya. Ia menggigit lengan Andra.

"Aww, sakit Sya!" ujarnya menyentil kening cewek itu. Resya mengibaskan tangannya, mendahului Andra yang masih mengelus bekas gigitan Resya.

Tidak jauh dari posisi Andra dan Resya, ada gadis yang mengamati pemandangan tersebut. Hatinya mencelos. Pantas saja tadi ketika ia datangi ke rumahnya sudah berangkat lebih dulu, ia mengangguk sembari berusaha maklum.

"Lo yang sabar, mungkin dia memang bukan buat lo" ucap temannya menepuk pundak gadis itu. Ia hanya membalas dengan senyuman, tetapi matanya sudah berkaca-kaca.

Ahh, kenapa rasanya sangat menyakitkan? Kenapa harus dia?

Abu-abu [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang