S-01

16.5K 978 203
                                    

Welcome to my new book. I need your support and Vomment.


..

Bug

Bag

Duak

Bug

Bag

Pukul 18.55

Pukulan demi pukulan dilayangkan. Kaki yang menendang, tangan yang meninju menimbulkan banyak keributan di tempat itu. Tak jarang alat bantu menjadi pelengkap pertarungan mereka. Kayu, besi, sabuk kulit. Bahkan tas di gendongan pun bisa melayang mengenai wajah satu sama lain.







Tawuran pelajar.

Itu jawabannya. Jika kalian bertanya. Ada sekitar 20 pelajar saling bertarung. Salah satu nama yang terdaftar di antaranya adalah siswa bermarga Min. Dia bukan ketuanya. Tapi, cukup diandalkan di kelompoknya.

Kaki panjangnya bergerak menendang lawan di depannya. Senyum remeh merekah di sudut bibirnya.

Buag

Tinjuan keras mengenai pelipis lawan di depan. Kakinya menendang musuh yang berada di belakangnya.

Hebat, bukan?

Dia bisa menghajar dua musuh sekaligus. Begitupun teman yang lainnya. Mereka berusaha mengalahkan musuh masing-masing.

Banyak di antara mereka sudah babak belur berlumur darah. Tapi, sebelum lawan terkulai lemah mereka belum akan puas.

Tak terkecuali siswa bermarga Min ini yang pelipisnya sudah berdarah akibat pukulan sang musuh beberapa detik lalu.

Buag

Balasan melayang.

"POLISI!"

Teriak salah satu di antara mereka dengan tiba-tiba. Benar saja, alarm polisi terdengar nyaring di telinga masing-masing.

"Sial!" umpatnya.

Segera mereka berlari menyelamatkan diri. Tak peduli luka yang mereka rasakan. Hal paling utama adalah selamat dari kejaran polisi.

Melompat pagar. Pembatas beton yang tinggi tak menjadi penghalang. Justru itu menjadi tantangan menyenangkan baginya.

Setelah jauh dari area, anak itu dapat tertawa lepas. Sungguh, bisa berkelahi sangatlah menyenangkan. Segala hal yang mengganjal di hatinya seolah keluar semua.

Brakk!

Dengan kuat dia membuka pintu utama rumah yang terbilang cukup besar, meskipun tidak mewah. Tanpa sengaja dia berpapasan dengan sang ibu yang tengah membawa pakaian hasil setrikanya.

"Kau berkelahi lagi?" Begitu tanya sang ibu yang sudah biasa melihat anaknya pulang dengan penampilan berantakan.

Bagaimana tidak? Jika kemeja putihnya berubah menjadi coklat, jaket jeans yang sudah coklat semakin coklat terkena tanah. Jangan lupakan luka memar yang selalu menjadi oleh-oleh anak yang menginjak 18 tahun ini.





.

Setelah mandi dan makan malam, dengan hati-hati sang ibu mengompres luka di wajah sang anak. Meski anaknya cukup bejat, tak ada alasan untuk satu ibu ini tidak menyayanginya. Bukan tidak bisa mendidik. Dia hanya mengerti apa yang menjadi alasan anaknya.

"Kiyoon, berhentilah. Ayahmu akan marah jika tahu kelakuanmu seperti ini." tegur sang ibu, lembut.

"Persetan dengan pria itu, bu. Aku tidak peduli!"

"Kiyoon-"

"Aku bisa turuti apa kata ibu. Tapi, tidak untuk yang satu itu. Apalagi harus patuh pada pria brengsek seperti ayah."

"Ibu tidak mau, kau dikeluarkan dari sekolah. Ibu juga tidak mau, setiap kali harus dipanggil ke sekolah. Mau jadi apa kau nanti?"

"Jangan pikirkan masa depan, bu."

"Ibu ingin kau jadi orang hebat, nak. Orang yang berguna. Tapi, jika kau begini-"

"Ibu, aku pergi. Aku bisa telat, nanti."

Kiyoon segera berdiri dan meraih hodie yang tergantung di dinding kamarnya. Dia menghindari ceramah sang ibu. Sudah kenyang dengan kalimat berulang yang ibunya katakan.

Sebelum keluar dari rumah, Kiyoon menyempatkan ke kamar sang adik. Anak itu masih duduk terjaga dengan tatapan kosongnya. Hal yang asudah biasa terjadi sejak beberapa tahun terakhir.

Kiyoon segera menutup pintunya kembali. Lalu, melangkah menuju pintu utama.

Bersambung••

Gimana? Lanjut apa berhenti?

Book baru,  kawan. Di sini akan banyak perbedaan. Mencoba meningkatkan kemampuan akutuh. Semoga berhasil.

Lavyu

Ryeozka

SEESAW / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang