Benar saja, part sebelumnya ternyata banyak typo.
...
Menjalani hari-hari sebagai seorang siswa terkadang membuat Kiyoon harus mengumpat tanpa sebab. Andai, andai saja semua seperti keadaan seharusnya. Mungkin dia bisa bersikap layaknya anak lainnya.
Tapi, bagaimana dia menghibur hatinya jika setiap saat hanya pikiran buruk yang ada di otaknya. Rasa tenang? Tidak ada rasa tenang dalam hidupnya.
16 tahun Kiyoon merasakan keharmonisan keluarga. Tiba-tiba berubah menjadi menyedihkan luar biasa.
Pagi ini, Kiyoon memasuki kelasnya. Luka lebam akibat tinjuan masih terpampang di sana. Di sudut bibir juga di sudut matanya.
"Woi!" Sapa salah satu dari kelompoknya.
Kiyoon segera mendekati mereka. Mendudukan diri di meja yang kosong dan kaki ditumpukan pada kursi.
"Lukamu."
"Ssh! Jangan di sentuh, sialan!" umpat Kiyoon pada teman di depannya dengan mata tajam dan di sambut dengan kekehan dari yang lainnya.
Sebut saja di sana ada Mark, Jihoon, Daniel, dan Felix. Sementara yang menyentuh tadi adalah Mark.
"Bagaimana?" tanya Kiyoon kemudian.
"Mereka menantang kita lagi. " jawab Daniel.
"Apa? Kapan? Dimana?"
"Besok di dekat gedung kosong waktu itu."
"Gila!"
Kriingg
Bel masuk telah berbunyi. Semua siswa langsung kembali pada posisi masing-masing.
..
Peluh yang membasahi sudut wajah keriputnya tak menyurutkan semangat seorang ibu yang tengah membuat adonan roti di dapur. Mencampurkan berbagai bahan untuk dijadikan makanan layak konsumsi.
Jang Rae Na, ibu dua anak ini mengelola toko roti untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari. Buka dari jam 10 pagi hingga pukul 5 sore.
"Bibi, aku mau satu." pesan seorang pelanggan saat melihat roti buatannya yang masih panas tertata rapi di etalase toko.
"Baiklah." tersenyum ramah seraya membungkus roti tersebut.
"Terima kasih, bi."
Begitulah kesehariannya. Ya, masih beruntung dari pada tidak punya pekerjaan sama sekali. Bagaimana akan menghidupi dua anaknya jika sang suami tidak lagi menafkahi?
Pintu kembali terbuka. Rae Na yang tengah menata roti pun mengalihkan atensinya. Seorang wanita berusia lanjut tengah berdiri di ambang pintu.
Nenek ini adalah pemilik toko. Rae Na hanya mengelolanya dengan cara membagi hasil dari penjualan.
Tapi, jangan pikir nenek ini adalah anggota keluarganya. Karena beliau hanya tetangga yang kebetulan berbaik hati.
Mereka duduk bersama. Menikmati teh hangat dan roti yang baru saja keluar dari pemanggang.
"Berhentilah bekerja. Suamimu, kan, manager. Tinggallah di rumah mengurus keluargamu." sarannya dengan suara serak khas seorang nenek.
Rae Na tersenyum menanggapi sang nenek yang duduk di sebelahnya. Tidak ada yang tahu seperti apa hubungannya dengan sang suami. Demi menjaga nama baiknya, Rae Na berusaha menutupi segala masalah dalam keluarganya.
"Kau jadi tampak lebih tua dari usiamu." celoteh sang nenek.
"Tidak apa-apa. Aku tidak ingin hanya mengandalkannya. Setidaknya, uangku bisa untuk membeli sayuran." jawabnya halus. Walaupun, dalam hati harus menahan sesak.
"Mintalah uang pada suamimu untuk perawatan ke salon agar wajahmu terlihat segar. Istri manager penampilannya seperti pembantu." sindir sang nenek.
"Aku memang sudah tua. Tidak perlu menghabiskan uang untuk pergi ke salon."
Sang nenek menyeruput teh di depannya. Tidak habis pikir dengan wanita dua anak tersebut.
"Oh, ya. Tunggu sebentar. Ku ambilkan dulu uangnya."
Rae Na beranjak. Namun, langkahnya terhenti di balik dinding. Mengeluarkan air matanya yang sempat tertahan.
..
Untuk hari ini, Kiyoon beserta kawanannya sudah memiliki janji dengan seseorang. Mereka akan bertemu di sebuah tempat yang sepi. Mark akan menjadi kunci dalam transaksi ini. Sementara yang lain bertugas mengawasi keadaan.
"Mana barangnya?" Mark segera berucap bahkan sebelum orang itu berhenti di depannya.
"Sabar, kawan. Tidak perlu khawatir."
"Cepat! Jangan basa-basi!"
Orang tersebut memberikan bungkus kecil berisi bubuk putih dengan sembunyi-sembunyi. Setelah barang itu dalam genggamannya, giliran Mark yang memberi barang yang di bungkus amplop coklat.
"Kurasa itu lebih dari cukup." ucapnya.
Si penerima melirik isi di dalamnya. "Ya, senang bekerja sama denganmu." kata orang itu lalu beranjak dari sana.
"Kau yakin akan menggunakan barang itu?" Kiyoon mulai bertanya.
Mark menyeringai. "Kenapa tidak?"
"Tapi, ini bahaya. Kita bisa benar-benar di keluarkan dari sekolah jika ketahuan!" khawatir Felix.
"Makanya, jangan sampai ketahuan!" pekiknya. Lalu tersenyum licik. "Ini akan menarik."
Bersambung**
Ngeh kan sama barang itu. Mau buat apa coba?
Part selanjutnya ya.
Oh ya. Makasih loh. LMKM chaps 3 akhirnya tembus 100k
Lavyu
Ryeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
SEESAW / END
General FictionIni bukan LMKM, bukan pula FIX! LOVE. Dengan pemain yang sama, saya ingin membuat cerita yang berbeda. Akan banyak karakter yang berubah dalam cerita ini. Dengan penuh harap, lepaskan bayang-bayang tentang LMKM ataupun FIX! LOVE. Saya akan membuat g...