Jangan kaget! Gak ngagetin soalnya.
..
"Kita sudah punya dua anak, bukan?"
Kata itu terus saja berputar di kepalanya. Irene kini tengah mondar-mandir di depan ruang kerja suaminya. Wajahnya tampak gelisah dan bimbang. Sesekali menggigit bibir bawahnya juga memainkan jari-jarinya.
Dengan berani, akhirnya masuk juga ke ruangan di depannya. Ini kesempatan selama suaminya sudah pergi. Dia mulai membuka laci di mana dulu tempat menyimpan surat cerainya dengan istri pertama.
"Dimana?" Gumamnya, cemas.
Lagi, dia mencari di setiap sudut ruangan. Rak buku, lemari dan di manapun yang ada di depan mata. Namun, nihil. Irene tidak mendapatkan apapun.
Dia berlari ke kamar. Mungkin saja apa yang dia cari ada di sana. Lemari pakaian. Lemari nakas dekat tempat tidur, bahkan hingga kolong meja atau tempat tidur pun di cari.
"Sial! Kenapa tidak ada?"
Irene berdiri. Sembari berpikir dia menggigit kuku jari-jarinya. "Aku harus menemukannya" tegasnya pada diri sendiri.
Dia kembali ke ruang kerja. Mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Hingga matanya berhenti pada nakas kecil di samping sofa.
..
"Saudara Min Kiyoon?"
"Ya"
"Saudara Min Kiyoon sudah keluar dua hari yang lalu. Apa anda belum bertemu dengannya?"
"S-sudah keluar? Siapa yang mengeluarkannya"
"Ya, benar. Anda juga tidak tahu. Saya pikir itu adik anda"
Sia-sia sudah Yoongi ingin menjenguk anaknya. Bagaimana mungkin dia tidak tahu anaknya sendiri sudah keluar dari tempat itu.
Miris sekali. Ayah sendiri bahkan tidak bisa mengeluarkan anaknya dari sana. Justru entah siapa yang telah melakukannya.
Tanpa pikir panjang, Yoongi segera memacu mobilnya dengan cepat. Ada rasa senang tapi, juga kesal dalam hatinya. Sekali lagi. Ah, tidak. Tapi, berkali dia melewatkan kesempatan untuk anaknya.
Sementara yang di cari. Kini tengah berdiri di luar gerbang sekolah tanpa memakai seragam. Kiyoon, dia rindu sekolahnya. Detik terakhir yang harusnya dia gunakan dengan baik. Justru harus dia sia-siakan. Sekarang, di saat merasa perlu sudah percuma.
Dari koridor sekolah terlihat Mark, Daniel, Jihoon juga Felix.
"Kiyoon?" Gumam Felix yang dapat di dengar teman-temannya.
Semua langsung mengikuti arah pandang Felix yang tegang.
"Aku ke toilet dulu" kata Daniel.
"Aku mau ke kantin" kata Mark.
"Aku ikut!" Sahut Felix.
Tinggal Jihoon di sana. Masih menatap temannya yang tampak lebih kurus dan wajah yang sayu. Sadar bahwa Kiyoon melihat mereka, Jihoon segera menghampirinya. Meski ada rasa sedikit canggung di hatinya.
"Hai, kawan!" Jihoon berusaha ramah sambil merangkul bahu Kiyoon. "Kau sudah pulang rupanya?" lanjutnya seraya tersenyum.
"Mereka menghindariku?"
"A-a,,, i-itu-"
"Benar. Siapa yang mau berteman dengan narapidana sepertiku" senyumnya, miris.
"Hei! Jangan seperti itu. Kalau mereka tidak mau berteman denganmu. Aku yang akan jadi temanmu"
..
Di tempat lain. Tepatnya di toko Rae Na tengah ada seorang wanita yang jelas dia kenal. Mereka saling berhadapan dan menatap tajam.
"Aku datang hanya untuk mengantar ini" kata Irene memulai pembicaraan. Di letakkannya di meja map yang ada di tangannya.
"Apa ini?"
"Surat cerai. Bukankah kau ingin segera bercerai dengan suamimu?"
Terkejut?
Tentu saja. Inikah saatnya dia harus benar-benar melepas sang suami?
"Sekarang kau bisa menandatanganinya" lanjut Irene seraya membuka map di depannya.
"Kenapa kau yang datang? Kenapa bukan dia sendiri?"
Irene sedikit menyeringai. "Kurasa tidak ada bedanya. Lagipula suamimu. Oh maaf, maksudku man-tan suamimu itu sangat sibuk. Ayo tandatangani"
Rae Ne meremat ujung pakaiannya. Menahan diri untuk tetap kuat di depan calon istri mantan suaminya ini. Oh astaga! Haruskah Rae Na mengatakan seperti itu?
"Aku tidak punya banyak waktu. Bisa lebih cepat?"
Dengan berat hati, Rae Na tangannya terulur pada pena di samping map itu. Baiklah! Bukankah Rae Na sudah yakin? Sudah memantapkan hati? Tunggu apa lagi? Ini saatnya.
Rae Na berusaha menahan sakit di tenggorokannya. Menggigit bibirnya agar cairan itu tidak terkumpul dan tumpah di hadapan wanita di depannya. Tangannya bergetar luar biasa.
"Kita sudah menikah sekarang. Jadi, apapun yang terjadi padaku. Tetap berada di sampingku. Hanya kau tempatku kembali nantinya. Kau masih ingat tugasmu? Sekarang ku tambah. Mengingatkanku jika aku salah. Membawaku pulang jika aku pergi. Menjagaku dalam keadaan apapun. Ingat! Kau hanya mencintaiku dan selalu mencintaiku. Kau, tidak boleh mencintai orang lain. Ingat itu"
Begitu kalimat yang terngiang di kepala Rae Na. Itu adalah kata-kata Min Yoongi setelah acara pernikahan selesai. Rae Na sempat terharu. Tapi kini, dia merasa terluka dengan kalimat itu.
"Sudah!" Kata Rae Na, menutup berkas yang baru saja di tandatangani.
Irene menyeringai puas. Lalu, berlalu pergi membawa berkas itu. "Baiklah. Terimakasih"
Bertepatan saat Irene melajukan mobilnya. Mobil Yoongi datang dan berhenti di seberang jalan tanpa melihat mobil istrinya melaju baru saja.
Di tempatnya, Rae Na terjatuh di sofa. Tangannya meremat dadanya yang sesak. Luluh sudah pertahanannya. Leleh sudah air matanya. Sah sudah dia melepas suaminya. Predikat janda tersemat padanya. Min Yoongi, tinggal mantan dan kenangan masa indahnya.
"Min Yoongi, aku mencintaimu. Masih mencintaimu"
Yoongi kembali melajukan mobilnya tanpa menghampiri istrinya, ah mantan istri yang tidak diketahuinya.
Bersambung--
Hehehe...
Kira2 yoongi gimana ya kalo tahu?
Jangan2 dia gila?
Panjang kan?
Gak gantung dong part ini?
Lavyu
Ryeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
SEESAW / END
General FictionIni bukan LMKM, bukan pula FIX! LOVE. Dengan pemain yang sama, saya ingin membuat cerita yang berbeda. Akan banyak karakter yang berubah dalam cerita ini. Dengan penuh harap, lepaskan bayang-bayang tentang LMKM ataupun FIX! LOVE. Saya akan membuat g...